Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, M.Sc.
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian

Terobosan Irigasi Pertanian: Antisipasi Dampak El Nino Terulang

Kompas.com - 01/12/2023, 17:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Muhrizal Sarwani dan Destika Cahyana*

SETIAP tahun, jumlah perut penduduk Indonesia yang harus diberi makan bertambah 3,2 juta jiwa. Angka itu setara dengan jumlah penduduk asli Singapura.

Hitungan itu muncul berdasarkan data terbaru yang melaporkan penduduk Indonesia pada 2022 mencapai 275,8 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,17 persen per tahun (BPS 2023).

Di sisi lain, luas sawah subur di Indonesia menciut dengan laju konversi 96.500 ha per tahun. Demikian pula rata-rata produktivitas padi nasional sulit melompat dari angka 5,2 ton per ha.

Kenyataan tersebut menjadi bukti bahwa upaya memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia akan sangat berat jika hanya mengandalkan dari sawah. Ini fakta dan realitas bagi kita semua.

Idealnya meningkatnya jumlah penduduk harus diiringi dengan bertambahnya produksi pangan nasional.

Realitasnya Indonesia tidak bisa meningkatkan produksi pangan dengan hanya mengandalkan lahan sawah eksisting, apalagi adanya tekanan besar seperti alih fungsi lahan dan perubahan iklim.

Buktinya adalah impor beras yang jumlahnya sudah mencapai 1,7 juta ton sampai November 2023 dan bisa bertambah lagi menembus lebih 3 juta ton (kumulatif) untuk menghadapi pemilu 2024.

Gejala penurunan produksi beras sebetulnya sudah nampak mulai 2019-2020. Berdasarkan data BPS 1980-2020, produktivitas rata-rata meningkat sebesar 0,04 ton/ha per tahun.

Pada 1980, produktivitas rata-rata di Jawa hanya mencapai 4 ton/ha, sedangkan di luar Jawa adalah 3 ton/ha.

Pada 2020, produktivitas rata-rata di Jawa meningkat menjadi 5,6 ton/ha, sedangkan di luar Jawa meningkat menjadi 4,6 ton/ha.

Peningkatan produktivitas lahan sawah tidak mampu mengompensasi kebutuhan beras dalam negeri.

Penyebabnya sangat mungkin karena dikompensasi oleh penurunan luas panen akibat alih fungsi lahan, karena lahan-lahan sempit dan hasil waris cenderung dijual dan dibagi.

Indonesia mau tidak mau harus memanfaatkan dan mengembangkan pertanian lahan sub-optimal, antara lain di wilayah upland secara lebih optimal.

Prospek pengembangan lahan kering sangat besar mengingat wilayah Indonesia sebagian besar berupa lahan kering.

Hanya saja, wilayah lahan kering umumnya mempunyai kendala ketersedian air yang tidak mencukupi untuk usaha tani sepanjang tahun.

Selain itu, wilayah lahan kering umumnya berlereng, berbukit, dan bergunung yang menuntut kehati-hatian dalam pengelolaan lahan serta menyulitkan dalam transportasi untuk mengangkut sarana produksi pertanian serta hasil panen.

Namun, faktor pembatas utama usaha tani lahan kering adalah sumber daya air, baik secara kuantitas maupun kualitas dalam mendukung intensifikasi.

Oleh karena itu, eksplorasi, eksploitasi, dan distribusi pemanfaatan sumberdaya air perlu terus ditingkatkan pada seluruh wilayah lahan kering.

Penerapan teknologi modern pengelolaan air sangat mendukung pengembangan eksplorasi sumber dan pengelolaan air sebagai entry point menentukan prospek keberhasilan pengembangan Upland.

Indonesia dapat berjaya di sektor pertanian lahan kering jika melakukan terobosan sistem irigasi.

Selama ini irigasi di lahan pertanian mengandalkan sistem terbuka berupa saluran permanen atau saluran nonpermanen. Pengairan terbuka berbiaya tinggi serta rawan kebocoran air.

Terobosan irigasi dapat dilakukan dengan beralih ke sistem tertutup, yaitu pipanisasi yang lebih hemat biaya dan risiko kebocoran air lebih rendah.

Pada sistem terbuka diperlukan pembebasan lahan dengan biaya tenaga kerja tinggi. Pada sistem tertutup tidak diperlukan pembebasan lahan. Biaya instalasi pipa juga tergolong rendah.

Model sistem irigasi tertutup dengan pipa paralon sebetulnya sudah dilakukan dalam bentuk pilot project Badan Litbang Pertanian (sekarang Badan Standarisasi Intrumen Pertanian/BSIP) di lahan sekitar 100 ha di Desa Senayan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Di sana lahan pertanian dikembangkan dengan pipanisasi. Sumber air berasal dari sumur-sumur bawah tanah dengan kedalaman hingga 80 m.

Sistem irigasi dilengkapi dengan instalasi listrik melalui PLN untuk pertanian sehingga petani yang membutuhkan air membeli listrik dengan token. Dengan cara ini petani secara cerdas dapat mengatur pengairan untuk tanamannya.

Awalnya mereka hanya menanam jagung sekali setahun terutama saat musim hujan. Dengan tersedianya irigasi perpipaan, petani di Desa Senayan Sumbawa dapat bertanam jagung paling tidak dua kali dalam setahun. Bahkan para petani sudah mulai menanam bawang merah di sela waktu tanaman jagung.

Contoh lain di Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Para petani yang difasilitasi Upland Project, proyek Kementerian Pertanian dengan pinjaman Islamic Development Bank, memasang pipa paralon dari Gunung Kawi sejauh 5 km.

Air ditampung terlebih dahulu pada embung, yang dibangun secara permanen secara swadaya para petani dengan fasiitasi dari Upland Project.

Air dialirkan ke lahan-lahan petani dengan memanfaatkan gaya gravitasi melalui pipa-pipa paralon.

Menunggu air bagi para petani di Pujon Kidul ibarat menunggu gajian. Pada musim kemarau, mereka butuh waktu 25—30 hari untuk mendapat giliran pasokan air.

Saat giliran mereka hanya boleh menyirami lahan selama 3—5 hari. Sementara pada musim hujan mereka harus menunggu 14 hari untuk mendapat air.

Pantas wajah lahan pertanian di Pujon Kidul sepanjang 2015—2018 kering kerontang. Hanya jagung dan wortel yang mampu bertahan hidup karena sedikit membutuhkan air.

Melalui kegiatan proyek yang dibiayai oleh Islamc Development Bank ini, kini wajah Desa Pujon Kidul berbalik seratus delapan puluh derajat.

Air mengalir terus menerus tanpa henti. Embung ukuran 45 m x 9 m x 1,2 m menampung air dari mata air dengan debit 15 liter/detik melalui paralon ukuran 6 inchi.

Dengan embung itu, 40 ha lahan di Pujon Kidul tetap produktif meskipun El Nino melanda sebagian besar Indonesia.

Dengan embung yang dibangun setahun lalu oleh Upland Project itu pembagian air bagi lahan seluas 40 ha menjadi harian dari sebelumnya bulanan.

Air mengocor ke lahan mulai pukul 04.00 dini hari hingga 11.00. Berikutnya air kembali mengalir ke lahan dari pukul 17.00 hingga 22.00.

Berkat embung itulah lahan di sana dapat menumbuhkan padi, bawang merah, kol, kubis, tomat, cabai, kol, kubis, tomat, dan cabai.

Beberapa pilot project di Sumenep, Jawa Timur; Banjarnegara, Jawa Tegah; Garut, Jawa Barat juga menunjukkan pipanisasi dapat membantu menghidupkan lahan meskipun kemarau melanda.

Total ada 13 kabupaten yang berupaya mencoba teknik tersebut. Bukti keberhasilan tersebut dapat diduplikasi di daerah lain secara nasional.

Model pengairan tertutup sebetulnya telah berakar dalam tradisi pertanian di Tanah Air terutama di dataran tinggi.

Ketika itu, air dari mata air dialirkan melalui pipa alami berupa bambu berdiameter besar yang disambung berundak-undak. Namun, teknik ini hilang ketika mata air semakin sulit didapat dan bahan baku bambu semakin sulit didapat.

Kini model irigasi tertutup dapat didesain lebih modern. Pipa paralon tahan lama nyaris sepanjang waktu kecuali karena bocor oleh benturan.

Material PVC tahan urai dan tahan karat tidak seperti pipa besi. Demikian pula sambungan antar paralon lebih aman dari kebocoran.

Cerita sukses dan tradisi lokal yang mendalam diharapkan membuat adopsi sistem irigasi tertutup oleh masyarakat mudah.

Dengan terobosan itu, lahan-lahan kering di Tanah Air dapat produktif, baik musim hujan maupun musim kemarau.

*Muhrizal Sarwani, Analis Kebijakan Kementerian Pertanian
Destika Cahyana, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com