Oleh: Frangky Selamat*
SEJUMLAH brand dengan produk terkemuka meninggalkan Indonesia dengan banyak alasan. Jumlah penduduk Indonesia yang merupakan terbesar di Asia Tenggara, nomor tiga di Asia, dan nomor empat di dunia, ternyata tidak menjamin menjadi pasar yang menguntungkan.
Pada 2016, Ford memutuskan hengkang dari Indonesia dan Jepang. Alasannya sederhana saja, perusahaan tidak meraih keuntungan yang berkesinambungan dan pengembalian yang sepadan atas investasi yang ditanamkan.
Namun melalui juru bicaranya waktu itu, Ford berkomitmen menyokong semua kebutuhan konsumen dari sisi layanan perawatan berkala, suku cadang dan garansi.
Lebih lanjut, Ford mengemukakan bahwa tidak ada cara masuk akal untuk mencapai pertumbuhan penjualan.
Uniknya pada Agustus 2023, Ford mengumumkan kembali masuk ke pasar Indonesia dengan agen pemegang merek yang baru.
Pada 2020, produsen otomotif negeri Paman Sam lainnya, Chevrolet juga memutuskan keluar dari Indonesia. Alasannya juga serupa, gagal meraih keuntungan yang cukup karena tidak cukup kompetitif untuk bersaing, terutama dengan brand otomotif negeri Sakura.
Faktor lain juga disebutkan seperti pelemahan harga komoditas dan tekanan mata uang asing. Sementara sulit untuk berinvestasi untuk mencapai skala penjualan yang diinginkan.
Sebelumnya General Motor (GM) perusahaan yang membawahi Chevrolet juga telah menghentikan penjualan di Malaysia, Thailand, Australia, dan Selandia Baru.
Saat itu, GM menyebutkan hanya menghentikan penjualan mobil baru di Indonesia, tetapi tetap melanjutkan bisnis purna jual karena dianggap masih punya masa depan.
“Kami tidak meninggalkan konsumen begitu saja,” kata perwakilan GM Indonesia seperti dikutip salah satu media.
Cerita mengenai brand yang meninggalkan pelanggan setianya masih berlanjut. Pada 2022, Citibank memutuskan untuk menjual bisnis konsumer yang meliputi retail banking dan kartu kredit ke UOB.
Citigroup sebagai induk juga telah melepas bisnis konsumer di Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Citibank tidak sepenuhnya meninggalkan Indonesia karena akan fokus pada institutional banking atau menyalurkan kredit korporasi. Citigroup juga akan keluar dari China, India, Australia, dan Rusia.
Menyusul Citibank, Standard Chartered juga telah menjual bisnis retail banking yang meliputi kartu kredit, personal loan, mortage dan auto loan kepada Bank Danamon Indonesia. Pada akhir tahun ini pengalihan diharapkan telah selesai.
Alasan Citibank dan Standard Chartered meninggalkan pelanggan setianya juga serupa. Mereka fokus untuk melakukan efisiensi dan peninjauan kembali investasi untuk menjamin pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
Langkah-langkah yang diambil Ford, Chevrolet, Citibank, dan Standard Chartered adalah bagian dari exit strategy (strategi keluar) dalam dunia bisnis. Strategi ini dapat dipandang dari dua perspektif.
Pertama, perspektif reaktif atau pasif. Exit strategy dipandang sebagai respons defensif atas indikator operasi bisnis yang tidak memuaskan.
Perspektif ini memandang kinerja buruk atau perubahan lingkungan sebagai faktor utama pendorong perusahaan keluar dari bisnis. Perusahaan fokus untuk menekan kerugian.
Kedua, perspektif proaktif. Perusahaan melakukan divestasi bisnis untuk memasuki pasar baru dan memperluas bisnis yang sudah ada. Maka, perusahaan harus mempertimbangkan untuk keluar lebih awal daripada terlambat.
Keluar pada saat yang tepat akan dapat menyelamatkan nilai unit bisnis. Perusahaan fokus untuk menciptakan nilai-nilai baru.