Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena "Makan Tabungan" dan Simpanan Masyarakat yang Melandai

Kompas.com - 18/01/2024, 06:15 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

IKN, KOMPAS.com - Tabungan masyarakat Indonesia yang tercermin dari dana pihak ketiga (DPK) perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan.

Hal itu dikhawatirkan mengacu pada fenomena masyarakat yang mulai makan tabungan (mantab) untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, secara umum dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih dalam tren pertumbuhan.

Sebagai gambaran, tabungan di atas Rp 5 miliar masih terus bertumbuh. Tren pertumbuhan tersebut juga masih terjadi pada tabungan masyarakat dengan nominal di atas Rp 100 juta.

"Cuma (tabungan) yang di bawah Rp 1 juta agak melambat. Itu belum tentu mereka mantab (makan tabungan," kata dia usai acara groundbreaking pembangunan gedung Arthaadhyasa kantor LPS di Ibu Kota Nusantara (IKN), Rabu (17/1/2024).

Baca juga: Bukti Nyata Masyarakat RI Mulai Makan Tabungan

Menurut Purbaya, adanya pertumbuhan tabungan yang melambat belum pasti mengindikasikan masyarakat mulai makan tabungan. Adapun, hal itu juga dapat mengindikasikan bahwa masyarakat sedang memsuki tren belanja.

"Bisa saja mengindikasikan demand (permintaan) yang sedang tumbuh," tambah dia.

Namun begitu, LPS akan terus mengamati dan mencermati adanya indikasi terkait tren penurunan pertumbuhan tabungan masyarakat ini.

Dengan begitu, LPS diharapkan tidak akan terlambat ketika dibutuhkan langkah-langkah yang diperlukan.

Baca juga: Ada Fenomena Makan Tabungan, BI Sebut Daya Beli Masyarakat Membaik

 


Berdasarkan data Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) periode November 2023, alokasi pendapatan untuk menabung mengalami penurunan, dari 15,7 persen menjadi 15,4 persen.

Alokasi pendapatan untuk konsumsi juga mengalami penurunan, yakni dari 75,6 persen menjadi 75,3 persen.

Di sisi lain, alokasi pendapatan untuk membayar cicilan pinjaman meningkat. Tercatat alokasi pendapatan untuk membayar utang meningkat dari 8,8 persen menjadi 9,3 persen.

Baca juga: Daya Beli Tergerus, Masyarakat Kelas Bawah Masih Makan Tabungan

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com