KKP sebagai pengawas sektor ini memiliki peran krusial dalam memastikan keberlanjutan ekosistem laut, menjaga keberagaman jenis ikan, dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan laut.
Tidak hanya memiliki dampak ekologis, penangkapan ikan juga memiliki dampak ekonomi yang dirasakan langsung oleh masyarakat pesisir dan nelayan.
Selain memberikan lapangan pekerjaan, industri perikanan menjadi tulang punggung ekonomi bagi komunitas pesisir, menciptakan sumber pendapatan yang vital.
Oleh karena itu, perlindungan terhadap keberlanjutan sumber daya perikanan tidak hanya berkaitan dengan lingkungan, tetapi juga dengan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat pesisir.
Dengan demikian, sambil mengoptimalkan potensi PNBP, perlu diimbangi dengan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan yang berkelanjutan, memastikan bahwa kekayaan laut yang dimiliki Indonesia dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan generasi mendatang.
Namun, praktik penangkapan ikan berlebih yang tidak terkendali dapat merugikan nelayan kecil dan komunitas pesisir yang bergantung pada hasil laut untuk kehidupan mereka.
Penurunan stok ikan dapat mengancam penghidupan nelayan, menciptakan tekanan ekonomi yang signifikan di tingkat lokal.
Pemerintah Indonesia telah merespons tantangan serius yang dihadapi sektor perikanan, khususnya penangkapan ikan berlebih, dengan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT).
Kebijakan ini, yang berbasis kuota, diimplementasikan sejak awal 2024 sebagai upaya untuk mengatasi penangkapan ikan yang tidak terkendali.
Namun, pertanyaan muncul apakah kebijakan ini benar-benar efektif dalam mencapai tujuannya, atau justru menjadi alat kapitalisasi untuk keuntungan pengusaha besar perikanan.
Maka PIT seharusnya tidak hanya menjadi model pengkaplingan wilayah yang hanya menguntungkan pengusaha besar di industri perikanan yang semakin membesar.
Perubahan peraturan diperlukan untuk memastikan keberlanjutan sumber daya ikan, hal ini penting untuk mengevaluasi dampak dan implikasi kebijakan ini terhadap seluruh rantai nilai perikanan, terutama nelayan tradisional.
Salah satu aspek kritis yang perlu dievaluasi adalah apakah PIT benar-benar mencapai tujuannya dalam mengurangi tingkat penangkapan ikan berlebih.
Meskipun kuota dapat menjadi alat efektif untuk mengontrol eksploitasi, implementasinya justru memerlukan pemahaman mendalam tentang dinamika setiap wilayah tangkapan ikan.
Penting untuk memastikan bahwa kuota yang ditetapkan tidak hanya memberikan keuntungan kepada pengusaha besar, tetapi juga memberikan ruang bagi nelayan tradisional untuk berkontribusi tanpa terasa terpinggirkan.
Namun, realitas di lapangan seringkali lebih kompleks daripada sekadar penerapan aturan. Pengawasan dan penegakan hukum yang efektif menjadi kunci kesuksesan kebijakan ini.
Pemerintah perlu memastikan bahwa sumber daya manusia dan teknologi yang memadai tersedia untuk mengawasi kepatuhan terhadap kuota dan mencegah pelanggaran.
Selain itu, perlu dipertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan ini, terutama pada nelayan tradisional.
Pengurangan akses ke wilayah tangkapan ikan, atau pembatasan alat tangkap, dapat berdampak signifikan pada mata pencaharian dan keberlanjutan ekonomi nelayan tradisional.