Oleh karena itu, penyesuaian dan bantuan perlu dipertimbangkan untuk membantu nelayan tradisional beradaptasi dengan perubahan tanpa mengorbankan kesejahteraan mereka.
Berkaitan dengan ini penting juga untuk menjaga keseimbangan antara keberlanjutan perikanan dan kebutuhan pangan masyarakat yang selalu dikukuhkan.
Indonesia, sebagai negara maritim dengan kekayaan laut melimpah, memiliki sejarah panjang dalam kegiatan perikanan. Nelayan tradisional telah menjadi penjaga keberlanjutan sumber daya laut, mengandalkan kearifan lokal dan pengetahuan turun-temurun.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peraturan yang tidak berpihak telah muncul, membawa dampak negatif terhadap kehidupan nelayan tradisional.
Potensi besar bagi nelayan untuk mencari nafkah dan memastikan ketahanan pangan masyarakat terancam oleh peraturan yang tidak memihak.
Perubahan peraturan perikanan sering kali tidak mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik nelayan tradisional.
Meskipun dirancang untuk konservasi sumber daya atau pengelolaan perikanan, peraturan tersebut tidak selalu memahami dinamika ekosistem lokal dan pola penangkapan ikan tradisional.
Dampaknya sangat terasa, baik secara ekonomi maupun sosial, bagi nelayan tradisional. Keterbatasan akses ke wilayah perairan dan pembatasan alat tangkap dapat menghambat produktivitas mereka.
Untuk bertahan hidup, beberapa nelayan bahkan terpaksa melakukan penangkapan ikan ilegal atau memindahkan operasi mereka ke wilayah yang lebih jauh, meningkatkan kompetisi dan potensi konflik antar-nelayan.
Salah satu contoh kebijakan yang memicu keluhan adalah Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang diterapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Meskipun tujuannya adalah untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan tangkap, banyak pelaku usaha, terutama nelayan tradisional, merasa kebijakan ini memberikan lebih banyak beban daripada manfaat yang diinginkan.
Pelaku usaha perikanan terus menyuarakan keluhan terhadap dampak negatif kebijakan PIT. Mereka menegaskan bahwa kebijakan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam dan ketidakpuasan yang merajalela di kalangan mereka.
Kesenjangan yang signifikan muncul antara tujuan kebijakan, terutama peningkatan PNBP, dan realitas dampaknya pada pelaku usaha perikanan, khususnya nelayan tradisional.
Kompleksitas dalam evaluasi perizinan, yang melibatkan berbagai tahap perizinan seperti SIUP, SIPI, hingga SIKPI, juga menciptakan beban administratif yang dapat menghambat daya saing dan kesejahteraan pelaku usaha perikanan.
Meskipun demikian, tanpa memberikan jaminan bahwa tujuan kebijakan akan tercapai secara efektif.
Maka, diperlukan pelibatan nelayan tradisional dalam proses perencanaan dan pembuatan kebijakan. Hal ini dapat memastikan bahwa regulasi lebih memahami kebutuhan lokal dan mendukung praktik perikanan berkelanjutan.
Dengan demikian, penerapan kebijakan PIT berbasis kuota harus efektif diimplementasikan. Bersamaan pula adanya kepastian kuota yang bijak dapat membantu mengendalikan jumlah ikan yang ditangkap, menjaga keberlanjutan stok ikan, dan mengurangi risiko overfishing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.