Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/01/2024, 11:37 WIB
Rully R. Ramli,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah untuk mengerek batas tarif pajak hiburan jasa tertentu menjadi 40-75 persen menuai gelombang penolakan dari pelaku usaha.

Kenaikan tarif yang tertuang dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) itu dinilai tidak wajar dan bakal mengganggu bisnis usaha hiburan.

Gelombang penolakan mulai ramai terlihat setelah Pengacara kondang sekaligus pengusaha, Hotman Paris Hutapea, mempertanyakan besaran baru pungutan pajak hiburan "khusus". Dengan besaran pajak minimal 40 persen, industri hiburan diyakini bakal terpukul.

"Jika pariwisata menurun maka masyarakat yg sengsara! Aduh bali baru pulih dari corona sekarang ada ancaman pajak yg buat tuis pilih negara lain," tulis dia, dalam unggahan akun resmi Instagram-nya.

Baca juga: APPBI: Kenaikan Pajak Hiburan Bisa Bikin Tingkat Okupansi Mal Sepi

Setelah itu, penolakan terhadap pajak hiburan digaungkan oleh nama kondang lainnya, Inul Daratista. Penyanyi dangdut yang merupakan pemilik bisnis karaoke Inul Vizta itu itu menilai, kenaikan pajak hiburan terlampau tinggi dan bisa membunuh bisnis para pengusaha hiburan.

"Pajak hiburan naik dari 25 persen ke 40-75 persen, sing nggawe aturan mau ngajak modyar tah!," tulis Inul dalam akun X.

Inul mengaku heran dengan rencana pemeriintah menaikkan tarif pajak hiburan dari 25 persen menjadi 40-75 persen. Menurutnya, para pelaku usaha serta konsumen yang akan menjerit karena paling terkena dampak.

"Kepala buat kaki, bayar pajak enggak kira-kira, belum lagi dicari-cari diobok-obok harus kena tambahan bayar, kalau enggak bisa rumah diancam kena police line atau sita harta," tulis Inul.

Penjelasan Kemenkeu

Menanggapi keramaian tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun buka suara. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lydia Kurniawati menyampaikan sejumlah poin terkait aturan pajak hiburan yang tertuang dalam UU HKPD.

Pertama, Lydia bilang, kenaikan batas tarif pajak hiburan tidak dialami oleh seluruh jenis hiburan. Bahkan, secara umum tarif pajak jasa hiburan mengalami penurunan.

Berdasarkan ketentuan UU HKPD, yang dimaksud jasa kesenian dan hiburan mencakup (1) tontonan film, (2) pergelaran kesenian, (3) kontes kecantikan, (4) kontes binaraga, (5) pameran, (6) pertunjukan sirkus, (7) pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, (8) permainan ketangkasan, (9) olahraga permainan, (10) rekreasi wahana, (11) panti pijat dan refleksi, serta (12) diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Dari 12 jenis kegiatan tersebut, kegiatan yang tarif pajak hiburan atau pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) diatur menjadi 40-75 persen hanya kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Sementara itu, 11 kegiatan lainnya dikenakan pajak hiburan paling tinggi sebesar 10 persen.

"Secara umum, tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan ini secara umum ditetapkan paling tinggi 10 persen," kata Lydia, dalam media briefing, di Jakarta.

Jika dibandingkan dengan aturan sebelumnya, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tarif pajak hiburan secara umum mengalami penurunan. Dalam aturan lama itu, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35 persen.

"Semula (pajak hiburan) 35 persen tarif tertingginya, (sekarang) pemerintah patok enggak boleh tinggi-tinggi, maksimal 10 persen," tutur Lydia.

Poin kedua yang dijelaskan Lydia ialah, tarif pajak hiburan yang berbeda terhadap jasa hiburan tertentu bukan lah suatu hal yang baru. Pungutan pajak hiburan maksimal sebesar 75 persen untuk jasa diskotek hingga spa sebelumnya juga sudah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Yang membedakan, dalam aturan lama pemerintah tidak menetapkan batas bawah tarif pajak hiburan dan hanya mengenakan batas atas. Kini, pemerintah menetapkan batas bawah sebesar 40 persen, dengan pertimbangan agar pemerintah daerah tidak berlomba-lomba untuk menetapkan tarif pajak hiburan yang rendah terhadap jasa-jasa tergolong hiburan khusus.

"Guna mencegah terjadinya penetapan tarif yang race to bottom," katanya.

Pemerintah membedakan tarif pajak hiburan untuk jasa hiburan umum dan jasa hiburan tertentu dengan pertimbangan, tidak semua masyarakat menikmati jasa hiburan tertentu. Dengan kata lain, jasa hiburan tertentu dianggap sebagai kemewahan.

"Untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan, dipandang perlu untuk menetapkan tarif batas bawahnya," ujar Lydia.

Baca juga: Diteken Jokowi, Ini Aturan yang Bikin Pajak Hiburan Jadi 40-75 Persen

Tangkapan layar Pedangdut Inul Darasista Kritik Soal Besarnya Tarif Pajak HiburanKOMPAS.com/ ELSA CATRIANA Tangkapan layar Pedangdut Inul Darasista Kritik Soal Besarnya Tarif Pajak Hiburan
Dipertanyakan alasannya

Terkait dengan adanya pembedaan tarif tersebut, Pengamat pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar mempertanyakan alasan pemerintah menggolongkan karaoke hingga spa ke dalam jasa hiburan khusus. Apalagi, jika pertimbangan pemerintah ialah jasa hiburan khusus hanya dinikmati masyarakat tertentu.

"Objek PBJT (pajak barang dan jasa tertentu) yang tidak dikonsumsi oleh setiap orang tak cuma hiburan 'khusus' bahkan objek PBJT lain yang lebih ekslusif seperti pagelaran busana, kontes kecantikan, vila, hotal, dan yang lainnya," tutur dia.

"Kenapa kok pelaku hiburan 'khusus' ini yang dikenakan tarif tinggi?," sambungnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya perlu menjelaskan alasan pengenaan tarif pajak hiburan yang lebih tinggi terhadap jasa karaoke hingga spa dalam UU HKPD. Pada saat bersamaan, pemerintah juga harus berkoordinasi dengan pelaku usaha.

"Seharusnya dibicarakan terlebih dahulu dengan para pelaku usaha mengingat perbedaan tarifnya yang signifikan," katanya.

Pertanyaan tidak jauh berbeda juga dilontarkan oleh pelaku usaha spa yang tergabung dalam Indonesia Wellness Spa Professional Association (IWSPA). Ketua Umum IWSPA Yulia Himawati mengatakan, spa merupakan kegiatan usaha yang memiliki unsur kesehatan dengan mengembangkan budaya dan kearifan lokal.

"Kalau dibalikin lagi ke Kemenkeu sebagai jenis hiburan, ini sangat kami sesalkan dan asosiasi kami tentu tidak menghendaki hal itu, karena terapis kami profesional yang bersertifikat dan pelatihannya tidak mudah," kata Yulia dalam konferensi pers terkait Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 persen di Jakarta.

Yulia mengatakan, berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 11 Tahun 2023 tentang Standar Usaha SPA disebutkan bahwa usaha spa merupakan usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.

Karenanya, ia menilai kebijakan pemerintah yang memasukkan usaha spa dalam hiburan tidak tepat.

"Kalau yang usaha lain mungkin hiburan silakan saja, tetapi yang tergolong di sini spa wellness, spa untuk kesehatan," ujarnya.

Baca juga: Pelaku Usaha Protes Pajak Hiburan Jadi 40-75 Persen, Pemerintah Bakal Revisi?

Minta dibatalkan

Para pelaku usaha industri jasa hiburan tertentu pun akhirnya menolak dan meminta pemerintah membatalkan penyesuaian batas pajak hiburan tertentu. Mewakili pengusaha tempat hiburan di Bali, Hotman Paris mendesak presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU HKPD.

"Pak Jokowi, segera keluarkan Perppu untuk tidak memberlakukan pajak 40 sampai 75 persen untuk hiburan," ujarnya, dilansir dari pemberitaan Kompas.com.

Menurutnya, industri pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dan vital secara nasional, khususnya di Bali dalam pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19. Oleh karena itu, besaran pajak tersebut berpotensi mematikan industri pariwisata dan akan terjadi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja pada sektor industri hiburan di Bali.

"Seorang pelanggan pijit ke spa atau mau ke spa kalau disuruh bayar 40 persen dia akan kabur," kata Hotman.

Penolakan juga disuarakan oleh asosiasi spa Wellness and Healthcare Entrepreneur Association (WHEA). Ketua Umum WHEA Agnes Lourda Hutagalung meminta pajak untuk usaha spa menjadi 0 persen karena usaha spa sudah membantu pemerintah di bidang kesehatan dan promosi pariwisata.

"Kenapa pajak (usaha spa) 0 persen? Karena wellness tourism atau kegiatan promotion, prevention ini membantu pemerintah di bidang BPJS," kata Lourda.

Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Tetapkan Pajak Hiburan 40 hingga 75 Persen

Luhut turun tangan

Keramaian terkait pajak hiburan pada akhirnya menarik perhatian dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Ia mengatakan, pemerintah akan menunda penerapan pajak hiburan tertentu sebesar 40-75 persen.

Luhut menyebutkan, pihaknya sudah mengumpulkan beberapa instansi terkait untuk membahas isu kenaikan pajak tempat hiburan tersebut.

"Ya memang kemarin saya justru sudah dengar itu dan saya langsung kumpulkan instansi terkait masalah itu, termasuk Pak Gubernur bali dan sebagainya. Jadi kita mau tunda dulu saja pelaksanaannya," kata Luhut melalui akun resmi Instagramnya.

Luhut mengatakan, kebijakan tersebut tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga Komisi XI DPR RI. Karenanya, ia memutuskan aturan tersebut dievaluasi.

"Kemudian juga ada judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), saya pikir itu harus kita pertimbangkan," ujarnya.

Terakhir, Luhut mengatakan, tempat hiburan tidak bisa hanya dilihat diskotik saja, melainkan pedagang-pedagang kecil yang ikut berkontribusi berjualan makanan dan minuman.

Ia juga tak melihat adanya urgensi dalam menaikkan pajak tempat hiburan.

"Saya kira saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ," ucap dia.

Baca juga: Kenaikan Pajak Hiburan Tuai Protes, Luhut Minta Ditunda

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com