Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wasiaturrahma
Guru Besar di FEB Universitas Airlangga

Pengamat Moneter dan Perbankan, Aktif menulis beberapa buku, Nara sumber di Radio dan Telivisi ,seminar nasional dan internasional juga sebagai peneliti

Memaknai Hilirisasi Digital

Kompas.com - 30/01/2024, 08:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebaliknya, dalam perekonomian terbuka, yang paling penting bukan hanya pertumbuhan produktivitas secara relatif terhadap manufaktur dalam negeri versus luar negeri.

Namun ketika pertumbuhan produktivitas manufaktur dalam negeri lebih cepat dibandingkan pertumbuhan jasa, namun lebih lambat dibandingkan manufaktur luar negeri, maka pangsa manufaktur di negara-negara maju, mungkin akan mengalami penurunan, baik dalam hal nilai tambah maupun lapangan kerja.

Di sini kami menyebut fenomena ini sebagai “deindustrialisasi kembar”, yaitu memanfaatkan perbandingan antara perkiraan lapangan kerja dan pangsa nilai tambah untuk mengidentifikasi relevansi saluran perdagangan dibandingkan dengan saluran produktivitas murni.

Baru di sinilah tentunya akan menemukan dampak perdagangan yang signifikan dan relevan secara kuantitatif terhadap perubahan struktural di negara maju.

Kekuatan dampak perdagangan bergantung pada sifat “Kemajuan Teknologi” yang terjadi di negara-negara berkembang.

Tantangan hilirisasi digital menjadi pendorong untuk menaikkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.

Digaungkannya hilirisasi digital, walaupun sebetulnya seperti pisau bermata dua, tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.

Semua menyadarinya, otomatisasi dan digitalisasi meningkatkan produktivitas dan standar hidup, namun cenderung menimbulkan efek samping sosial yang negatif.

Hilirisasi digital dapat menciptakan “pecundang” dari transformasi dan efek samping negatif terhadap lingkungan dengan meningkatnya emisi akibat meningkatnya kebutuhan listrik.

Untuk mengatasi masalah ini dan mendorong transformasi digital yang berkelanjutan, kita harus mempunyai respons kebijakan yang menghubungkan dua dampak samping negatifnya, yaitu peningkatan kesenjangan dan emisi yang lebih tinggi.

Eksternalitas lingkungan hidup akibat transisi ke otomatisasi dan digitalisasi dapat diinternalisasi melalui pajak emisi yang lebih tinggi.

Hasil pajak ini dapat didistribusikan kembali untuk memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan akibat transisi tersebut.

Penerapan skema tersebut juga akan membantu mengurangi resistensi terhadap teknologi baru, meningkatkan keterampilan masyarakat, dan mendorong transisi menuju produksi listrik yang lebih ramah lingkungan.

Semua dampak ini sejalan dengan tujuan memastikan transformasi digital yang berkelanjutan. Di samping itu dengan hilirisasi digital, akan menciptakan anak-anak muda semakin inovatif dan kreatif.

Misalnya, ada yang ahli artificial intelligence, ahli block chain, dan ahli robotik, serta ahli perbankan baik konvensional maupun syariah. Tentu semua dengan berbagai tantangan yang ada sesuai dengan kemajuan teknologi yang berkembang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com