Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Tertekan, Gubernur BI Sebut karena Faktor Berita

Kompas.com - 30/01/2024, 15:09 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo buka suara terkait tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang terjadi selama beberapa pekan terakhir. Berdasarkan data BI Jisdor, kurs rupiah kini telah menembus level Rp 15.800 per dollar AS.

Perry menyebutkan, dalam jangka pendek nilai tukar rupiah memang berada dalam kecenderungan melemah. Kata dia, hal ini dipicu oleh berita yang menjadi sentimen negatif bagi banyak mata uang dunia, tidak terkecuali rupiah.

"Dalam jangka pendek ada faktor-faktor berita satu dua minggu yang berpengaruh ke tekanan nilai tukar. Tidak hanya rupiah tetapi mata uang seluruh dunia," tutur dia dalam konferensi pers KSSK, di Jakarta, Selasa (30/1/2024).

Baca juga: Walau Melemah, BI Sebut Rupiah Masih Lebih Baik dari Ringgit Malaysia hingga Won Korea

Berita pertama yang dimaksud Perry ialah terkait arah kebijakan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). Era kebijakan pengetatan moneter The Fed diproyeksi telah berakhir, dan pasar berekspektasi suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) mulai turun pada kuartal I atau kuartal II.

"Tetapi ternyata data-data terakhir kayaknya FOMC (pertemuan pejabat The Fed) sabar untuk tidak buru-buru menurunkan FFR karena ekonomi masih tumbuh bagus dan inflasi inti juga belum turun di bawah sasaran," ujarnya.

Sinyal The Fed yang tidak terburu-buru untuk menurunkan suku bunga acuannya membuat indeks dollar AS menguat. Tercatat indeks dollar AS bergerak di kisaran 103, sehingga menekan mata uang lain, termasuk rupiah.

Baca juga: Ditanya soal Potensi Penurunan Suku Bunga, Bos BI: Kami Masih Sabar...

Selain itu, berita lain yang menjadi sentimen negatif bagi rupiah ialah terkait eskalasi tensi geopolitik di Timur Tengah dan Laut China. Konflik-konflik tersebut memicu gangguan pasokan global.

"Demikian juga kebijakan regulator China, supaya pasar saham tidak merosot maka menghentikan peminjaman saham tertentu, tidak boleh lagi soft selling," kata Perry.

"Berita-berita itu yang membuat tekanan seluruh mata uang dunia termasuk rupiah itu meningkat," sambungnya.

Dengan melihat berbagai sentimen tersebut dan dampaknya terhadap rupiah, Perry bilang, pihaknya juga telah mengambil langkah intervensi pasar. Langkah itu dilakukan untuk menstabilkan rupiah, yang dinilai tertekan oleh sentimen jangka pendek.

Baca juga: Utang Luar Negeri RI Naik Jadi Rp 6.237 Triliun, BI Ungkap Pemicunya

"Karena ini faktor-faktor jangka pendek ya kami intervensi," ujarnya.

Dalam jangka panjang, Perry meyakini, nilai tukar rupiah akan bergerak cenderung menguat. Keyakinan ini didasari oleh fundamental ekonomi RI yang terjaga, tercermin dari berlanjutnya surplus neraca dagang hingga pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5 persen.

"Jadi ini faktor-faktor fundamental mestinya rupiah menguat," ucapnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data BI Jisdor, kurs rupiah setara dengan Rp 15.825 per dollar AS pada 29 Januari 2024. Dengan demikian, rupiah telah melemah sekitar Rp 352 dari posisi awal tahun sebesar Rp 15.473 per dollar AS.

Baca juga: Ada BI-Fast, Nasabah Sudah Hemat hingga Rp 8 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Whats New
Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin 'Student Loan' Khusus Mahasiswa S-1

OJK Minta Lembaga Keuangan Bikin "Student Loan" Khusus Mahasiswa S-1

Whats New
Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Soal Tarif PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan kepada Pemerintahan Baru

Whats New
Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Citilink Buka Lowongan Kerja Pramugari untuk Lulusan SMA, D3, dan S1, Ini Syaratnya

Whats New
Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Kerangka Ekonomi Makro 2025: Pertumbuhan Ekonomi 5,1 - 5,5 Persen, Inflasi 1,5 - 3,5 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com