Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A.M. Farul Baqi
Trade Advisor Business France, France Embassy Indonesia

Alumni Magister Hubungan Internasional Universitas Indonesia

Peta Hilirisasi Nikel

Kompas.com - 03/02/2024, 08:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HUBUNGAN ekonomi dan politik, pasar dan pemerintah kadang berbenturan, dan kadang saling melengkapi. Kadang ekonomi memengaruhi politik dan kadang pemerintah mengintervensi pasar.

Ada kalanya intervensi pemerintah memperburuk pasar, adakala intervensi membuahkan keberhasilan. Salah satu case study kisah sukses pemerintah mengintervensi pasar adalah saat menerapkan kebijakan hilirisasi pertambangan.

Secara historis, UU No. 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) merupakan ujung tombak hilirisasi nikel di Indonesia. UU ini turut mengubah struktur produksi, produk, sekaligus kepemilikan tambang mineral.

UU yang lahir di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) ini mengatur proses pertambahan nilai melalui larangan ekspor, kewajiban smelter, kepatuhan pada domestic market obligation, dan divestasi saham bagi PMA.

Tidak hanya berperan sebagai regulator, pemerintahan SBY turut menjadi fasilitator menghubungkan PT Bintang Delapan Investment dan PT Sulawesi Mining Investment, lewat kerja sama dengan Presiden Xi Jinping sehingga terbentuk Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Sejak 12 Januari 2014 atau lima tahun setelah UU No. 4 Tahun 2009 terbit yang berarti menjelang akhir pemerintahan SBY.

Kebijakan nasionalisme sumber daya tersebut berlanjut pada masa Presiden Joko Widodo (2014-2024). Masa pemerintahan Jokowi, intensitas dan ekstensifikasi kebijakan hilirisasi nikel meningkat drastis.

Meski, masih terdapat beberapa relaksasi ekspor nikel mentah antara kurun 2015 sampai 2022, untuk menyesuaikan kebutuhan pasar.

Berdasarkan data Kementerian ESDM intensitas itu membuahkan 116 unit smelter nikel baik yang sudah dibangun, masa konstruksi dan rencana.

Dari sisi ekonomi, ekspor produk nikel setengah jadi, feronikel meningkat. Dari 3,3 miliar dollar AS pada 2017, menjadi 29 miliar dollar AS pada 2022.

Peta aktor dan kepentingan

Kebijakan hilirisasi nikel turut menggeser pangsa pasar perusahaan nikel, tujuan ekspor, dan menimbulkan resistensi internasional.

Pangsa pasar Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) mendominasi dengan porsi 50 persen, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) turun 22 persen dari 77 persen pada 2014, Virtue Dragon menguasai 11 persen, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebesar 5 persen, Harita Group sebesar 6 persen, dan perusahaan lainnya 6 persen.

Sementara itu, negara tujuan ekspor nikel terbesar turut bergeser dari Jepang ke China. Data BPS menyebut, pada Januari - September 2021, Jepang menjadi tujuan ekspor produk nikel dengan porsi mencapai 84,58 persen pada 2022, China menjadi tujuan ekspor produk nikel dengan pangsa pasar 85 persen.

Kondisi pangsa pasar perusahaan dan tujuan ekspor produk turunan nikel menunjukkan penerima manfaat terbesar dari kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia adalah China.

Manfaat yang diperoleh China dari hilirisasi nikel kontras dengan gugatan Uni Eropa ke WTO. Gugatan Uni Eropa yang berlandaskan pada pembatasan ekspor bakal menutup akses bahan baku industri baja.

Tidak bisa dipungkiri bahwa karena China yang mendominasi lahan dan produksi nikel di Indonesia membuat Uni Eropa menggugat Indonesia. Belum lagi, industri baja Uni Eropa terdampak kebijakan restriktif Indonesia.

Selain itu, China dan Uni Eropa sama-sama berkompetisi pada kendaraan listrik. China dan Uni Eropa sama-sama memasang target tinggi pada kendaraan listrik.

Xi Jinping, misalnya, ingin menurunkan emisi karbon sebelum tahun 2030 dan mengakhiri total penggunaan karbon sebelum 2060.

Sementara Uni Eropa melalui Fit for 55 berusaha mengurangi sebesar 55 persen dan pengurangan emisi mobil van sebesar 50 persen pada 2030, menghilangkan emisi CO2 pada mobil dan van baru pada 2035.

Sibuk hilir, lupa hulu

Hilirisasi komoditas nikel mestinya diimbangi dengan perbaikan hulu. Sehingga nilai komoditas nikel tidak hanya menjadi produk antara seperti feronikel yang banyak diserap oleh pangsa pasar China yang sudah matang industri baja, baterai, elektronik, industri antariksa, dan sebagainya.

Pemerintah Indonesia tidak cukup hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator hilirisasi. Pemerintah melalui BUMN atau sebagai fasilitator perlu menyiapkan industri turunan hasil olahan nikel.

Perlu diakui bahwa pemerintah saat ini sudah menyiapkan industri kendaraan listrik. Meskipun demikian, komposisi penyerapan nikel ke kendaraan listrik masih minim. Butuh nikel kelas 1 untuk baterai, sementara porsi nikel Indonesia masih dominan kelas 2 untuk stainless steel.

Demi memperbaiki industri hulu, pemerintah perlu fokus pada industri antara nikel dan industri akhir nikel.

Dilansir dari Nickel institute, industri hulu nikel antara lain: industri alat makan dan alat medis, transportasi, peralatan listrik, industri komponen, industri bangunan, arsitektur, dan konstruksi.

Tentu, ke depan hilirisasi nikel di Indonesia memerlukan peningkatan dan kelanjutan. Peningkatan dari sisi proses dan produk.

Proses yang mengarah pada proses pemurnian perlu peningkatan hingga menjadi produk akhir yang membawa multiplier effect secara sosial dan ekonomi.

Proses hilirisasi membutuhkan kelanjutan secara kebijakan. Dari visi misi ketiga kandidat bakal calon presiden, penulis menangkap adanya sinyal keberlanjutan.

Ada yang melanjutkan tanpa perubahan dan ada yang melanjutkan dengan beberapa perbaikan.

Sinyal ini menunjukkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel akan terus berjalan, dan kebijakan resources nationalism akan mewarnai corak pemerintahan ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com