Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wasiaturrahma
Guru Besar di FEB Universitas Airlangga

Pengamat Moneter dan Perbankan, Aktif menulis beberapa buku, Nara sumber di Radio dan Telivisi ,seminar nasional dan internasional juga sebagai peneliti

Dinamika Politik dalam Siklus Ekonomi

Kompas.com - 11/02/2024, 06:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KONDISI politik nasional dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Menjelang pemilihan umum Presiden dan legislatif pada 14 Februari 2024 ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia bergerak ke arah lebih positif, yaitu 5,05 persen (2023), yang dukung penguatan PDB per kapita sebesar 4.919,7 dollar AS.

Optimisme hasil pemilu presiden dan legislatif akan berjalan dengan aman dan damai terbukti tidak adanya gejolak kenaikan harga secara signifikan. Hal ini menandakan daya beli masyarakat masih terjaga dengan baik.

Stabilitas politik Indonesia terjaga dan nyaris tidak ada kekerasan politik. Penyelenggaraan pemilu, walupun sedikit saling memberikan aksi keunggulan masing-masing calon, namun tetap dalam suasana kondusif dan riang gembira.

Selain itu, para elite di dalam negeri percaya bahwa politik Indonesia sangat cair, sehingga demokrasi dianggap sebagai satu-satunya jalan yang paling diyakini selaras dan seimbang.

Kedepan diyakini sebagai penentu akselerasi pertumbuhan. Inilah yang membuat elite politik dari negara tetangga cemburu terhadap kondisi politik dalam negeri yang stabil.

Siklus Ekonomi dalam Politik

Dalam menghadapi tantangan ekonomi ini, kapitalisme demokrasi liberal sedang mengalami kemunduran.

Setelah runtuhnya Tembok Berlin, model politik dan ekonomi yang bercirikan hak pilih universal, hak-hak sipil dan kebebasan pribadi, serta kontrol individu atas modal dan tenaga kerja tampaknya semakin berpengaruh.

Namun, kini model-model alternatif seperti otoritarianisme, kapitalisme negara, dan demokrasi yang tidak liberal telah menjamur, sehingga memberikan tantangan besar terhadap model kapitalisme demokrasi liberal dalam mencapai pertumbuhan.

Sementara itu, kapitalisme demokrasi liberal telah menjadi lemah, korup, dan tidak menyadari penyakitnya sendiri.

Ketika mereka menghadapi tantangan-tantangan ini, para pemimpin negara-negara kapitalis demokratis liberal tertatih-tatih oleh keunikan sistem politik mereka sendiri.

Karena perlu memuaskan para pemilih agar tetap memegang jabatan politik, pembuat kebijakan cenderung memilih respons kebijakan jangka pendek.

Hanya berfokus pada keuntungan yang bisa diperoleh hari ini, mereka mengabaikan biaya dan konsekuensi yang akan ditanggung di masa depan.

Sikap jangka pendek yang mengaburkan pengambilan kebijakan menyebabkan para politisi mengambil kebijakan yang lebih rendah kualitasnya.

Penilaian manusia, yang kita ketahui dengan baik, bisa saja salah. Masyarakat cenderung terlalu bersemangat terhadap terobosan terbaru, meskipun terobosan tersebut mungkin nyata, seperti teknologi dan berkembang ke ekonomi digital.

Sekalipun terobosan ini menjadi bagian permanen dan mengubah keadaan perekonomian, masyarakat tetap saja melakukan tindakan yang tidak terukur, membangun secara berlebihan, meminjam secara berlebihan, dan melakukan kesalahan sehingga terjadi inefisiensi.

Tidak ada cara untuk memperbaiki masalah ini, karena masa depan tidak dapat diketahui. Tidak ada cara bagi pemerintah atau otoritas lainnya untuk memutuskan terlebih dahulu inovasi mana di bidang ekonomi dan politik yang akan berhasil dan mana yang tidak, serta sejauh mana.

Satu-satunya ujian adalah pasar di bidang ekonomi dan demokrasi di bidang politik, yang akan menghasilkan jawaban yang benar seiring berjalannya waktu melalui proses eksperimen.

Karena keterbatasan sifat manusia yang tidak dapat dihindari dan kemampuan pikiran manusia untuk memprediksi dan mengetahui.

Kita sering kali bereaksi berlebihan secara spektakuler dalam jangka pendek, sehingga terjadi siklus ekonomi dan politik yang berulang.

Sebenarnya kita tidak tahu apa yang akan terjadi tahun depan, bahkan kita tidak tahu sama sekali apa yang akan terjadi besok.

Kita hidup di era di mana terdapat banyak konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan pemerintah dan Bank Sentral.

Satu hal yang dapat kita yakini adalah bahwa siklus keuangan pasti menyertai kehidupan perekonomian. Namun begitu pula dengan kemajuan yang terus meningkat dalam standar hidup dan kekayaan nasional dalam ekonomi pasar.

Meskipun dalam siklus ekonomi sering terjadi ketidakpastian, kita hidup lebih lama, lebih sehat, makan lebih baik, berpendidikan lebih baik, bekerja di pekerjaan yang tidak terlalu berbahaya dan sulit, lebih mudah memenuhi kebutuhan dasar, dan memiliki lebih banyak pilihan serta wawasan lebih luas.

Dengan kata lain, rata-rata dari waktu ke waktu, trennya adalah kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan semakin meningkat. Ketika gelembung dan krisis terus berlanjut, kita berputar mengikuti tren yang meningkat.

Hal ini karena pasar bebas melepaskan energi usaha, kewirausahaan, penerapan pengetahuan baru, dan investasi pada produk dan cara memproduksi yang baru dan lebih baik, namun energi inovasi juga bersifat disruptif.

Seiring berjalannya waktu, kesejahteraan ekonomi rata-rata masyarakat terus meningkat dengan cara yang luar biasa, namun kita juga mengalami siklus dan krisis. Tren jangka panjang adalah kabar baik bagi kita semua.

Dalam ungkapan yang terkenal dalam bukunya Adam Smith yang terbit tahun 1776, The Wealth of Nations, menyebut tren peningkatan kesejahteraan ekonomi ini sebagai "kemajuan alami dari kemewahan".

Bisakah kita mendapatkan tren yang menakjubkan tanpa siklus? Kesimpulannya “Kita tidak bisa keluar dari siklus” baik itu politik maupun ekonomi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com