Jika disangkutpautkan pada riuhnya media sosial, ada banyak akun platform X yang punya centang biru merasa terdzolimi.
Parahnya, jika ditelusuri beberapa media sosial penerima KJMU, secara kasat mata sama sekali tidak mencerminkan keluarga tidak mampu.
Padahal, program KJMU ditujukan kepada mahasiswa yang memenuhi kriteria dan berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi dan terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), DTKS Daerah dan/atau warga binaan sosial pada panti sosial Dinas Sosial.
Dana bantuan KJMU yang diberikan Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 9 juta per semester atau Rp 1,5 juta per bulan memang layak diperebutkan, namun bukan berarti buat mereka yang sudah sejahtera dan tidak layak mendapat bantuan.
Bagi KPM dengan anggota keluarga yang banyak, beban pendidikan dapat dikurangi dengan KJMU. Sehingga beban membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sekaligus untuk biaya hidup, buku, transportasi, dan biaya pendukung personal lainnya berkurang.
Jika ada keluarga sejahtera dan masih mendapat bantuan, maka perlu strategi dalam proses graduasi atau pemutusan bantuannya, supaya gejolak tidak terjadi.
Graduasi program perlindungan sosial, diharapkan tidak dilakukan mendadak. Jika dilaksanakan mendadak, ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi.
Pertama, bagi keluarga miskin yang terdampak hanya bisa diam tak banyak upaya, tanpa bantuan pihak lain karena keterbatasan akses informasi.
Biasanya, keluarga miskin perlu dijangkau oleh RT/RW atau perangkat desa/kelurahan dengan memberikan akses langsung pengusulan pemulihan bantuan.
Kedua, bagi kelas menengah di perdesaan yang belum melek teknologi, gejolak muncul akibat putusnya penerimaan bantuan.
Biasanya, resistensi sosial muncul dari keluarga penerima ke pendamping, ketua satuan lingkungan setempat, hingga aparat desa. Prosesnya, kohesifitas sosial dan kepercayaan pada aparat terdekat semakin kurang.
Ketiga, kelas menengah yang melek teknologi, terlebih di perkotaan, memunculkan hiruk pikuk media sosial, seakan-akan menjadi korban pencabutan hak yang seharusnya diterima.
Padahal, jika pun benar pencabutan itu terjadi, satu hal yang perlu disyukuri adalah status mereka sudah tidak miskin lagi.
Sementara, proses graduasi yang ideal terjadi dari dua sisi, yaitu secara alami dan pada saat target pemerintah sudah terpenuhi melalui pemutakhiran data sosial ekonomi.
Rujukan ideal ini dapat diadopsi dari Peraturan Menteri Sosial No. 1/2018 tentang Program Keluarga Harapan.