Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Sebut Arah Kebijakan Cukai Makin Menyulitkan Petani Tembakau

Kompas.com - 29/05/2024, 05:53 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan pengantar Kerangka Ekonomi Makro Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025 pada rapat paripurna DPR RI, 20 Mei 2024 lalu.

Dalam dokumen tersebut, pemerintah merumuskan arah kebijakan cukai antara lain tarif bersifat multiyears, kenaikan tarif moderat penyederhanaan tarif cukai, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer.

Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji berpendapat, pemerintah dalam merumuskan arah kebijakan cukai tidak memperhatikan aspek kelangsungan hidup petani tembakau.

Baca juga: Ada RPP Kesehatan, Petani Tembakau Minta Capres Terpilih Nanti Peduli akan Nasib Mereka

Ilustrasi tembakau. PIXABAY/BEEKI Ilustrasi tembakau.

"Poin-poin dalam arah kebijakan cukai itu semakin mendekatkan kiamat bagi petani tembakau. Sehingga niat pemerintah yang ingin membunuh nafas petani tembakau sebagai soko guru di negeri ini semakin nyata," kata Agus dalam keterangannya, Selasa (28/5/2024).

Agus mengungkapkan, kenaikan cukai sebesar 10 persen yang berlaku tahun 2023 dan 2024 merupakan pukulan telak bagi petani tembakau.

Pasalnya, sudah 5 tahun berturut-turut keadaan petani tembakau tidak baik-baik saja, bahkan terpuruk mengingat hasil panen tembakau rontok baik harga dan terlambatnya penyerapan.

Menurut Agus, dalam 5 tahun terakhir, kenaikan cukai cukup eksesif. Tahun 2020 cukai naik 23 persen, tahun 2021 naik 12,5 persen, tahun 2022 naik 12 persen, tahun 2023 dan 2024 naik 10 persen.

Baca juga: Mendag Zulhas Janji Respons Cepat Keluhan Industri dan Petani Tembakau

"Kenaikan cukai yang eksesif dalam 5 tahun terakhir itu semakin mendekatkan petani tembakau dalam jurang kematian," terangnya.

 

Ilustrasi petani tembakau. PIXABAY/TRANTHANGNHAT Ilustrasi petani tembakau.

Bagi petani tembakau, salah satu kerontokan ekonomi petani tembakau selama 5 tahun ini merupakan dampak dari kenaikan cukai yang sangat tinggi. Tingginya tarif cukai hasil tembakau (CHT) akan membuat perusahaan mengurangi produksi yang secara tidak langsung, mengurangi pembelian bahan baku.

Padahal, 95 persen tembakau yang dihasilkan petani, untuk bahan baku rokok.

“Pembelian tembakau industri di petani dari tahun 2020 turun terus. Karena cukai naik terus dan pasar rokok legal digerus rokok ilegal. Penurunan pembeliannya tiap tahun kisaran 20 sampai 30 persen," kata Agus.

Baca juga: Tolak Keras Revisi PP 109/2012, Petani Tembakau: Sudah Pasti Mematikan Petani

Agus menambahkan, dengan kenaikan harga, simplifikasi cukai, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer, maka harga rokok makin mahal sehingga perokok berpotensi beralih ke rokok yang lebih murah, dan harga termurah hanya bisa ditawarkan oleh rokok ilegal.

"Penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai dan mendekatkan disparitas tarif antar layer juga menjadi ancaman harga rokok legal semakin tidak terbeli, dan perokok beralih ke rokok ilegal," terangnya.

Agus menegaskan, dengan simplifikasi, tentu yang diuntungkan adalah perusahaan rokok dengan brand internasional, dimana produk-produknya sangat sedikit menggunakan tembakau lokal hasil panen petani. ‎

Bila itu diterapkan, bisa menjadi kiamat ekonomi bagi petani tembakau.

Baca juga: Tak Setuju Kenaikan Cukai Rokok 10 Persen, Petani Tembakau Usul 5 Persen

"Kami menolak arah kebijakan simplifikasi cukai dan mendekatkan disparitas tarif antar layer akan merugikan perusahaan-perusahaan rokok yang menjual produk-produk kretek. Struktur tarif cukai yang berlaku saat ini harus tetap dipertahankan," katanya.

Petani tembakau pun, kata Agus, sangat berdampak atas kondisi ini. Dibanding dengan industri rokok legal, penghasil rokok ilegal jika membeli tembakau tidak memiliki skema yang jelas.

Mulai dari standar harga, waktu, hingga kuantitas yang akhirnya hanya merugikan petani bahkan tidak jelas model penyerapan bahan bakunya.

 

Ilustrasi rokok, cukai rokok. SHUTTERSTOCK/RISTOFORESCAN Ilustrasi rokok, cukai rokok.

Ketika rokok ilegal marak di pasaran, mereka akan menggerus produk rokok yang resmi, sehingga produksi rokok yang resmi omzetnya akan turun, otomatis produsen juga akan mengurangi pembelian bahan baku dalam hal ini tembakau.

Baca juga: Cukai Rokok Naik, 4 Tahun Petani Tembakau Kondisinya Terpuruk

"Sederhananya, ketika produk rokok resmi semakin mahal pasti penjualannya tergerus rokok ilegal, dampak negatifnya pembelian bahan baku juga akan menurun, di sinilah rugi-nya petani,” katanya.

Penurunan pembelian tembakau ini, lanjut Agus, juga berdampak pada kurang semangatnya petani menanam tembakau. Karena kebijakan paling ampuh yang bisa mematikan atau menghidupkan ekonomi petani tembakau adalah kebijakan tentang struktur cukai.

"Kebijakan cukai semakin naik, maka kiamat petani tembakau semakin dekat," tegasnya.

Agus juga melihat secara makro kondisi saat ini sedang dalam situasi rentan, bahkan penuh ketidakpastian akibat resesi global. Kondisi ini, tentu berakibat pada tidak stabilnya daya beli termasuk terhadap produk tembakau.

Baca juga: Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Bisa Jadi Pukulan Telak Bagi Petani Tembakau

APTI berharap, menjelang periode akhir kepemimpinan Presiden RI Jokowi bisa memberikan 'kado emas' berupa kebijakan yang melindungi ekosistem petani tembakau di seluruh Indonesia sehingga bisa menjadi pedoman kepemimpinan berikutnya.

"Harapan terakhir petani tembakau kepada pak Jokowi sebagai presiden rakyat. Semoga beliau memiliki itikad baik dengan membuat kebijakan yang melindungi kelangsungan ekonomi petani tembakau," pungkas Agus. (Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi)

 

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: APTI Sebut Arah Kebijakan Cukai Makin Menyulitkan Petani Tembakau

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com