Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alih-alih Bangun LRT Bali Senilai Rp 14,19 Triliun, Pengamat Sarankan Ini untuk Atasi Kemacetan di Bali

Kompas.com - 13/06/2024, 13:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana membangun LRT Bali senilai 876 juta dollar AS atau Rp 14,19 triliun untuk mengatasi kemacetan di Bali, terutama di Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Berdasarkan catatan Kompas.com, pemerintah memperkirakan pada 2026 akan terjadi kemacetan parah di Bandara I Gusti Ngurah Rai karena akan ada 24 juta penumpang pesawat di bandara tersebut.

Lantas, benarkah LRT Bali yang akan dibangun dari Bandara hingga ke Sunset Road lalu diteruskan ke Canggu dan Mengwi bakal jadi solusi entaskan kemacetan di wilayah tersebut?

Baca juga: Kapan LRT Bali Mulai Dibangun?

Ketua Forum Perkeretaapian dan Angkutan Antar Kota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana mengatakan, Bali memang membutuhkan transportasi publik karena jumlah penduduk yang semakin padat dan wisatawan yang meningkat.

Namun, kata Aditya, transportasi publik yag dibutuhkan di Bali bukan berupa kereta api seperti LRT maupun MRT.

Pasalnya, pembangunan trasportasi publik berbasis rel ini membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang tinggi, terlebih jika dibangun di bawah tanah (underground).

Kemudian sebelum pembangunannya pun perlu dilakukan kajian yang mendalam mengenai kebutuhan awal tujuan perjalanan masyarakat agar moda transportasi berbasis rel yang dibangun dapat memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat secara optimal.

Baca juga: LRT Bali Tahap 1A Dibangun di Bawah Tanah meski Biaya Lebih Mahal, Ini Kata Kemenhub

Oleh karenanya, alih-alih membangun proyek LRT Bali yang membutuhkan biaya besar, dia justru menyarankan pemerintah untuk mengembangkan transportasi umum berbasis jalan di Bali.

"Angkutan umum berbasis jalan seperti Bus Rapid Transit, mikrobus dan bus ulang alik (shuttle) sebenarnya lebih baik untuk dikembangkan lebih optimal di Bali," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Kamis (13/6/2024).

Namun, transportasi umum darat yang bisa dikembangkan di Bali bukan bus besar tetapi mikro bus dan shuttle karena luasan jalan di Bali yang sempit.

Baca juga: Rute LRT Bali Tahap 1A Sepanjang 6 Km


Kemudian, pengembangan transportasi umum berbasis darat ini juga harus dibarengi dengan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi di area wisata atau kawasan tertentu.

Hal ini untuk membentuk budaya menggunakan angkutan umum oleh masyarakat Bali yang selama ini bergantung pada penggunaan kendaraan pribadi.

"Karena di Bali angkutan umumnya tidak dikembangkan dengan optimal sehingga penggunaan kendaraan pribadinya tinggi," ungkapnya.

Setelah transportasi umum berbasis jalan itu berhasil dikembangkan, barulah pemerintah bisa membangun transportasi publik berbasis rel seperti LRT Bali yang membutuhkan waktu dan biaya yang besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Djagad Prakasa Dwialam Ditunjuk Jadi Dirut Kimia Farma

Djagad Prakasa Dwialam Ditunjuk Jadi Dirut Kimia Farma

Whats New
S&P 500 dan Nasdaq 'Rebound' Ditopang Kenaikan Harga Saham Nvidia

S&P 500 dan Nasdaq "Rebound" Ditopang Kenaikan Harga Saham Nvidia

Whats New
Home Credit Indonesia Hadir di Jakarta Fair 2024, Simak Penawarannya

Home Credit Indonesia Hadir di Jakarta Fair 2024, Simak Penawarannya

Spend Smart
Sri Mulyani-Tim Prabowo Suntik Kepercayaan Pasar, Rupiah Tak Lagi Terkapar

Sri Mulyani-Tim Prabowo Suntik Kepercayaan Pasar, Rupiah Tak Lagi Terkapar

Whats New
Kembangakan Energi Hijau, TAPG dan Aisin Takaoka Bentuk Joint Venture Company

Kembangakan Energi Hijau, TAPG dan Aisin Takaoka Bentuk Joint Venture Company

Whats New
Saham Airbus Sempat Menukik Hampir 12 Persen, Apa Sebabnya?

Saham Airbus Sempat Menukik Hampir 12 Persen, Apa Sebabnya?

Whats New
Minat Masyarakat Belanja di Toko dengan 'Paylater' Tumbuh Pesat

Minat Masyarakat Belanja di Toko dengan "Paylater" Tumbuh Pesat

Whats New
'Fintech Lending' Easycash Tunjuk Nucky Poedjiardjo Jadi Dirut

"Fintech Lending" Easycash Tunjuk Nucky Poedjiardjo Jadi Dirut

Whats New
Fenomena 'Makan Tabungan' Terjadi di Kelas Menengah Bawah, Ini Penyebabnya

Fenomena "Makan Tabungan" Terjadi di Kelas Menengah Bawah, Ini Penyebabnya

Whats New
Kemenperin: Hilirisasi Rumput Laut Punya Potensi Pasar Rp 193 Triliun

Kemenperin: Hilirisasi Rumput Laut Punya Potensi Pasar Rp 193 Triliun

Whats New
Hadapi Kredit Macet, OJK Minta Penyelenggara 'Paylater' Perkuat Mitigasi Risiko

Hadapi Kredit Macet, OJK Minta Penyelenggara "Paylater" Perkuat Mitigasi Risiko

Whats New
PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 Berpengalaman, Simak Persyaratannya

PT Pamapersada Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1 Berpengalaman, Simak Persyaratannya

Work Smart
Beban Besar Prabowo-Gibran Menanggung Utang Pemerintahan Sebelumnya

Beban Besar Prabowo-Gibran Menanggung Utang Pemerintahan Sebelumnya

Whats New
Jurus Sri Mulyani Tolak Tawaran Investasi Berkedok Penipuan

Jurus Sri Mulyani Tolak Tawaran Investasi Berkedok Penipuan

Whats New
Hasil Riset: Pengguna 'Pay Later' Didominasi Laki-laki

Hasil Riset: Pengguna "Pay Later" Didominasi Laki-laki

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com