JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana membangun LRT Bali senilai 876 juta dollar AS atau Rp 14,19 triliun untuk mengatasi kemacetan di Bali, terutama di Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Berdasarkan catatan Kompas.com, pemerintah memperkirakan pada 2026 akan terjadi kemacetan parah di Bandara I Gusti Ngurah Rai karena akan ada 24 juta penumpang pesawat di bandara tersebut.
Lantas, benarkah LRT Bali yang akan dibangun dari Bandara hingga ke Sunset Road lalu diteruskan ke Canggu dan Mengwi bakal jadi solusi entaskan kemacetan di wilayah tersebut?
Baca juga: Kapan LRT Bali Mulai Dibangun?
Ketua Forum Perkeretaapian dan Angkutan Antar Kota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana mengatakan, Bali memang membutuhkan transportasi publik karena jumlah penduduk yang semakin padat dan wisatawan yang meningkat.
Namun, kata Aditya, transportasi publik yag dibutuhkan di Bali bukan berupa kereta api seperti LRT maupun MRT.
Pasalnya, pembangunan trasportasi publik berbasis rel ini membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang tinggi, terlebih jika dibangun di bawah tanah (underground).
Kemudian sebelum pembangunannya pun perlu dilakukan kajian yang mendalam mengenai kebutuhan awal tujuan perjalanan masyarakat agar moda transportasi berbasis rel yang dibangun dapat memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat secara optimal.
Baca juga: LRT Bali Tahap 1A Dibangun di Bawah Tanah meski Biaya Lebih Mahal, Ini Kata Kemenhub
Oleh karenanya, alih-alih membangun proyek LRT Bali yang membutuhkan biaya besar, dia justru menyarankan pemerintah untuk mengembangkan transportasi umum berbasis jalan di Bali.
"Angkutan umum berbasis jalan seperti Bus Rapid Transit, mikrobus dan bus ulang alik (shuttle) sebenarnya lebih baik untuk dikembangkan lebih optimal di Bali," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Kamis (13/6/2024).
Namun, transportasi umum darat yang bisa dikembangkan di Bali bukan bus besar tetapi mikro bus dan shuttle karena luasan jalan di Bali yang sempit.
Baca juga: Rute LRT Bali Tahap 1A Sepanjang 6 Km
Kemudian, pengembangan transportasi umum berbasis darat ini juga harus dibarengi dengan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi di area wisata atau kawasan tertentu.
Hal ini untuk membentuk budaya menggunakan angkutan umum oleh masyarakat Bali yang selama ini bergantung pada penggunaan kendaraan pribadi.
"Karena di Bali angkutan umumnya tidak dikembangkan dengan optimal sehingga penggunaan kendaraan pribadinya tinggi," ungkapnya.
Setelah transportasi umum berbasis jalan itu berhasil dikembangkan, barulah pemerintah bisa membangun transportasi publik berbasis rel seperti LRT Bali yang membutuhkan waktu dan biaya yang besar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.