Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Hitler Membangun Ekonomi Jerman yang Porak Poranda usai Perang

Kompas.com - 16/06/2024, 14:50 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Siapa tak kenal dengan Adolf Hitler. Dia adalah seorang politisi Jerman dan Ketua Partai Nazi kelahiran Austria yang menyeret Jerman dalam Perang Dunia II (PD II).

Meski dikenal sebagai diktator Jerman bergelar Führer und Reichskanzler, Hitler bisa dikatakan cukup sukses mengambil hati rakyat Jerman, terutama gerenasi muda, dengan berbagai program-program perbaikan ekonomi.

Kondisi perekonomian Jerman porak poranda karena hancurnya industri mereka. Banyak industri Jerman kolaps setelah kota-kota yang menjadi pusat industri luluh lantak akibat PD I.

Pemerintah Jerman juga semakin menderita harus membayar ganti rugi perang atau pampasan perang yang jumlahnya mencapai 132 miliar Mark kepada pihak pemenang dari hasil Perjanjian Versailles di Prancis.

Baca juga: Mengapa PKI dan Komunis di Seluruh Dunia Identik dengan Palu Arit?

Pada tahun 1933, angka pengangguran di Jerman bahkan mencapai 24 persen atau lebih dari 6 juta orang menggangur. Rating kredit Jerman juga anjlok dengan sistem perbankan negara itu yang morat-marit.

Program ekonomi Hitler

Dikutip dari BBC, Adolf Hitler sebenarnya banyak menguraikan ide-ide pembangunan ekonomi negara dalam buku karangannya, Mein Kampf. Berikut ini sejumlah program ekonomi yang diluncurkan Hitler selama memerintah Jerman pada periode 1933-1945.

1. Kemandirian

Hitler meluncurkan program bernama Autarky atau konsep mandiri ala Jerman sekaligus untuk menghilangkan pengangguran di Jerman. Hitler bahkan memiliki target ambisius, yakni tak ada satu pun pengangguran resmi di Jerman pada tahun 1939.

Cara yang dilakukan Hitler yakni dengan menggencarkan program-program infrastruktur yang menyerap banyak tenaga kerja Jerman seperti pembangunan jalan, kereta api, dan perumahan. Hampir seluruhnya didanai negara, sebagian lagi berasal dari utang luar negeri.

Selain itu di era Nazi, banyak proyek mercusuar yang didanai pemerintah seperti pembangunan rumah sakit, bendungan, gedung teater, hingga stadion.

Untuk mendukung semua pembangunan infrastruktur tersebut, Dinas Tenaga Kerja Jerman atau Reichsarbeitsdients (RAD) didirikan pada tahun 1935. Tugasnya adalah mewajibkan dan mendoktrin kaum muda yang dipekerjakan dalam skema pekerjaan umum selama enam bulan.

Para pekerja ini diberi ban lengan, sepeda, dan sekop, dan mereka diperintahkan untuk pergi ke lokasi konstruksi terdekat. Mereka juga diperintahkan untuk bekerja di sektor lain seperti pertanian.

Baca juga: Kesuksesan Uni Soviet Sediakan Rumah Murah untuk Jutaan Warganya

Sifatnya sukarela pada awal penerapan, tetapi wajib dari tahun 1935, di mana setiap pria berusia antara 18-25 harus ikut bekerja dengan upah yang cukup.

2. Industri militer digencarkan

Selain infrastruktur sipil, selama berkuasanya Partai Nazi, banyak pekerja terserap untuk membangun proyek-proyek militer dalam skala masif. Pesatnya pembangunan militer Jerman memicu pertumbuhan industri persenjataan yang sebelumnya sempat mati suri.

Secara tidak langsung, industri militer membuat industri terkait seperti industri baja, industri pesawat terbang, dan pembuatan kapal berkembang maju di era Nazi yang pada akhirnya bisa menyerap banyak pekerja.

Industri senjata berkontribusi atas sebagian besar pertumbuhan ekonomi antara tahun 1933 dan 1938. Program persenjataan kembali dimulai segera setelah Hitler berkuasa, namun baru secara resmi diumumkan Hitler pada tahun 1935.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementan Targetkan Cetak 2 Juta Hektar Lahan Padi Per Tahun

Kementan Targetkan Cetak 2 Juta Hektar Lahan Padi Per Tahun

Whats New
Ini 5 Aturan Dasar Berinvestasi, Investor Baru Wajib Mengerti

Ini 5 Aturan Dasar Berinvestasi, Investor Baru Wajib Mengerti

Work Smart
OJK Belum Terima Permohonan Resmi Merger BTN Syariah dan Bank Muamalat

OJK Belum Terima Permohonan Resmi Merger BTN Syariah dan Bank Muamalat

Whats New
Bank Dunia: Indonesia Punya Banyak Perusahaan Kecil tetapi Kurang Produktif...

Bank Dunia: Indonesia Punya Banyak Perusahaan Kecil tetapi Kurang Produktif...

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Sujanto Su jadi Chief Financial Officer

Citi Indonesia Tunjuk Sujanto Su jadi Chief Financial Officer

Whats New
BEI Bakal Berlakukan 'Short Selling' pada Oktober 2024

BEI Bakal Berlakukan "Short Selling" pada Oktober 2024

Whats New
Rekrut CPNS, Kemenko Perekonomian Minta Tambahan Anggaran Rp 155,7 Miliar

Rekrut CPNS, Kemenko Perekonomian Minta Tambahan Anggaran Rp 155,7 Miliar

Whats New
Usai Direktur IT, Kini Direktur Bisnis UKM Mundur, KB Bank Buka Suara

Usai Direktur IT, Kini Direktur Bisnis UKM Mundur, KB Bank Buka Suara

Whats New
Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah, OJK Gelar Sharia Financial Olympiad

Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah, OJK Gelar Sharia Financial Olympiad

Whats New
Tiga Pesan Bank Dunia untuk RI, dari Makroekonomi hingga Reformasi Swasta

Tiga Pesan Bank Dunia untuk RI, dari Makroekonomi hingga Reformasi Swasta

Whats New
Kisah Anita Dona, 'Nekat' Dirikan Dolas Songket Bermodal Rp 10 Juta, Kini Jadi Destinasi Wisata Sawahlunto

Kisah Anita Dona, "Nekat" Dirikan Dolas Songket Bermodal Rp 10 Juta, Kini Jadi Destinasi Wisata Sawahlunto

Smartpreneur
Perekonomian Indonesia Disebut Terjaga dengan Baik dan Bisa Hadapi Risiko Ketidakpastian Global

Perekonomian Indonesia Disebut Terjaga dengan Baik dan Bisa Hadapi Risiko Ketidakpastian Global

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Ngegas ke Level Rp 16.394

IHSG Naik Tipis, Rupiah Ngegas ke Level Rp 16.394

Whats New
BSI dan MES Tawarkan Deposito Wakaf untuk Jaminan Sosial Pekerja Informal

BSI dan MES Tawarkan Deposito Wakaf untuk Jaminan Sosial Pekerja Informal

Rilis
Industri Pengguna Gas Bumi Usul Program HGBT Dihapuskan

Industri Pengguna Gas Bumi Usul Program HGBT Dihapuskan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com