Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wasiaturrahma
Guru Besar di FEB Universitas Airlangga

Pengamat Moneter dan Perbankan, Aktif menulis beberapa buku, Nara sumber di Radio dan Telivisi ,seminar nasional dan internasional juga sebagai peneliti

Waspada Melemahnya Rupiah

Kompas.com - 19/06/2024, 09:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebaliknya, krisis moneter 1997-1998 dikaitkan dengan masalah keuangan perusahaan. Krisis ini disertai dengan kegagalan perusahaan-perusahaan yang meluas, sebagian besar disebabkan ketidaksesuaian mata uang dan jatuh tempo neraca perusahaan-perusahaan di negara-negara yang terkena dampak.

Oleh karena itu, kondisi neraca perusahaan sebelum krisis moneter 1997-1998 berfungsi sebagai barometer alami untuk mengevaluasi kerentanan sektor korporasi di pasar negara berkembang saat ini.

Lebih penting lagi, strategi ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi saluran tertentu melalui tekanan yang dialami perusahaan dapat menyebar ke perekonomian secara makro.

Melawan para spekulan

Untuk melawan serangan spekulatif, Bank Sentral sebaiknya memilih menaikkan suku bunga domestik untuk menaikkan biaya pinjaman mata uang domestik bagi spekulan.

Pada saat yang sama terus menjual mata uang asing kepada spekulator (dan dengan demikian membeli mata uang domestik) pada harga yang sama, untuk nilai tukar yang diumumkan.

Dalam dunia dengan mobilitas modal yang terbatas, kombinasi suku bunga dalam negeri yang tinggi dan kemampuan Bank Sentral untuk terus menjual mata uang asing pada nilai tukar yang diumumkan mungkin menghalangi atau bahkan menekan spekulan untuk keluar dari posisi spekulatif mereka terhadap mata uang domestik.

Spekulan harus membayar suku bunga yang tinggi atas pinjaman dalam mata uang domestik, sementara kemungkinan Bank Sentral akan kehabisan cadangannya, dan membuat cadangan semakin rendah.

Dalam dunia dengan mobilitas modal yang terbatas, para spekulan tidak dapat dengan mudah masuk dan meminjam dalam jumlah besar mata uang domestik.

Namun, dalam dunia dengan mobilitas modal yang bebas, spekulan dapat lebih mudah meminjam uang dan mendapatkan sebanyak mungkin mata uang domestik.

Akibatnya, seperti yang ditunjukkan oleh serangan Quantum Fund yang dilakukan oleh George Soros terhadap mata uang Inggris pada tahun 1992 dan serangan selanjutnya terhadap mata uang negara-negara berkembang.

Kawanan spekulan besar dapat dengan mudah mengumpulkan dana yang setara atau bahkan mengecilkan seluruh cadangan devisa Bank Sentral dan dengan demikian tidak dapat mengatasi kemampuan Bank Sentral untuk mempertahankan nilai tukar.

Pada akhirnya, jika Bank Sentral menganggap masih ingin mempertahankan nilai tukar, perlu dicatat bahwa Bank Sentral juga mempunyai pilihan untuk menerapkan kontrol modal untuk mencegah mudahnya konversi mata uang oleh mobilitas bukan penduduk, yaitu dengan membatasi modal.

Namun penerapan pengendalian modal juga mempunyai dampak tersendiri, karena hal ini dapat menghambat akses terhadap modal asing yang mungkin diperlukan untuk mendanai investasi dalam negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com