Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ridha Aditya Nugraha
Air and Space Law Studies, Universitas Prasetiya Mulya

Manajer Riset dan Kebijakan Air Power Centre of Indonesia, Jakarta. Anggota German Aviation Research Society, Berlin. Saat ini berkarya dengan mengembangkan hukum udara dan angkasa di Air and Space Law Studies - International Business Law Program, Universitas Prasetiya Mulya. Tenaga ahli sekaligus pemateri di Institute of Air and Space Law Aerohelp, Saint Petersburg. Sebelumnya sempat berkarya pada suatu maskapai penerbangan Uni Eropa yang berbasis di Schiphol, Amsterdam.

Jalan Panjang Menjadi Negara Dirgantara

Kompas.com - 30/04/2019, 05:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH istilah poros maritim dan tol laut diperkenalkan beberapa tahun silam, kini muncul sesuatu yang baru: tol langit.

Istilah termutakhir ini digunakan Presiden Jokowi pasca-keberhasilan peluncuran Satelit Nusantara Satu yang menghubungkan seluruh kepulauan Indonesia melalui medium internet.

Ada sesuatu yang terlupakan di antara samudera dan antariksa. Ruang udara seakan tersingkirkan ditengah euforia tol laut dan tol langit, di mana tol udara belum mendapatkan tempat layak. Padahal dunia penerbangan, terutama perintis, memainkan peranan vital dalam menyatukan Nusantara sejak era-perjuangan kemerdekaan.

Hingga saat ini Indonesia belum memiliki cetak biru dunia penerbangan sipil nasional (national civil aviation policy). Berkaca dari luar atmosfir, rencana induk penyelengaraan keantariksaan (space policy) hadir melalui Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2017.

Alhasil Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kini berkarya dengan arah yang jelas hingga 2040.

Sayangnya cerita manis LAPAN tidak menular ke ruang udara. Dibubarkannya Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional Republik Indonesia (DEPANRI) lima tahun silam merupakan salah satu faktor utama di balik absennya national civil aviation policy.

Hilang sudah wadah strategis bagi para pemikir dan praktisi bidang penerbangan untuk merumuskan arah.

Harga pembubaran DEPANRI

Realita karut-marut dunia penerbangan nasional sebagaimana dihadapi bangsa ini merupakan imbas jangka pendek. Beberapa kasus aktual berikut dapat menggambarkan.

Berbicara polemik bagasi berbayar oleh maskapai berbiaya hemat (low-fare airlines), tidak dipungkiri fenomena ini menandakan babak baru bisnis penerbangan di tanah air.

Sayangnya tidak ada medium pengarah agar best practice tetap menjunjung tinggi etika korporasi dalam berbisnis tanpa mengorbankan faktor keselamatan dan keamanan (safety and security) penerbangan.

Sejatinya negara dirgantara mampu menjamin perlindungan hak penumpang. Kasus Lion Air JT-610 merupakan ujian nyata dimana keluarga korban kesulitan memperoleh kompensasi serta jawaban akan siapa yang paling bertanggung jawab: maskapai atau Boeing.

Baca juga: Menyoal Kompensasi Keluarga Penumpang Korban Lion Air JT 610

Pemerintah harus menjamin agar ahli waris tidak dipingpong demi suatu kepentingan. Diperlukan pengetahuan yang mumpuni agar dapat mengambil suatu keputusan.

Selalu hangat untuk meninjau pengelolaan ruang udara diatas sebagian Kepulauan Riau dan Natuna yang dikendailikan Singapura - populernya dikenal sebagai Flight Information Region (FIR) Natuna.

Undang-Undang Penerbangan No. 1 Tahun 2009 secara eksplisit menyatakan ruang udara tersebut sudah harus dikelola Indonesia paling lambat tahun 2024.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Memburu Penerimaan Negara Tanpa Menaikkan PPN

Memburu Penerimaan Negara Tanpa Menaikkan PPN

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 Maret 2024

Spend Smart
Info Pangan 19 Maret 2024: Beras Masih Mahal, Harga Telur Naik Tembus Rp 34.000

Info Pangan 19 Maret 2024: Beras Masih Mahal, Harga Telur Naik Tembus Rp 34.000

Whats New
Investor Menanti Kebijakan Suku Bunga The Fed, Harga Emas Dunia Naik

Investor Menanti Kebijakan Suku Bunga The Fed, Harga Emas Dunia Naik

Whats New
IHSG Bakal Bangkit? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Bangkit? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Mendagri Minta Pemda Salurkan THR dan Gaji Ke-13 Tepat Waktu

Mendagri Minta Pemda Salurkan THR dan Gaji Ke-13 Tepat Waktu

Whats New
Menanti Kebijakan The Fed, Wall Street Hijau

Menanti Kebijakan The Fed, Wall Street Hijau

Whats New
Percepat Revisi PP 96/2021, Indonesia Incar Kempit 61 Persen Saham Freeport

Percepat Revisi PP 96/2021, Indonesia Incar Kempit 61 Persen Saham Freeport

Whats New
Manajemen: BCA Mobile dan myBCA Akan Berjalan Bersamaan dalam Jangka Waktu Panjang

Manajemen: BCA Mobile dan myBCA Akan Berjalan Bersamaan dalam Jangka Waktu Panjang

Whats New
Perbedaan Inflasi dan Deflasi serta Untung Ruginya bagi Ekonomi

Perbedaan Inflasi dan Deflasi serta Untung Ruginya bagi Ekonomi

Whats New
Ini 4 Perusahaan Terindikasi 'Fraud' Rp 2,5 Triliun yang Diungkap oleh Sri Mulyani

Ini 4 Perusahaan Terindikasi "Fraud" Rp 2,5 Triliun yang Diungkap oleh Sri Mulyani

Whats New
[POPULER MONEY] Polemik Kenaikan PPN 12 Persen | Sri Mulyani Laporkan Dugaan 'Fraud' 4 Debitor LPEI

[POPULER MONEY] Polemik Kenaikan PPN 12 Persen | Sri Mulyani Laporkan Dugaan "Fraud" 4 Debitor LPEI

Whats New
Bos Bulog: Harga Beras Akan Sulit Kembali ke Titik Semula Seperti Setahun Lalu...

Bos Bulog: Harga Beras Akan Sulit Kembali ke Titik Semula Seperti Setahun Lalu...

Whats New
Anggota DPR Minta Gedung Parlemen di IKN Dibangun Paling Akhir, Ini Kata OIKN

Anggota DPR Minta Gedung Parlemen di IKN Dibangun Paling Akhir, Ini Kata OIKN

Whats New
Jokowi Mau Impor Beras Lagi, Kali Ini dari Kamboja

Jokowi Mau Impor Beras Lagi, Kali Ini dari Kamboja

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com