Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Bitcoin Anjlok ke Rp 500 Jutaan, Apa Penyebabnya?

Kompas.com - 19/05/2021, 14:46 WIB
Mutia Fauzia

Penulis

Sumber CNBC


JAKARTA, KOMPAS.com - Harga bitcoin kian merosot setelah sempat jeblok pekan lalu. Dikutip dari Coingecko, harga bitcoin untuk pertama kalinya sejak Februari lalu jeblok di bawah harga 40.000 dollar AS per keping.

Saat ini, harga bitcoin berada di kisaran 39.323 dollar AS per BTC atau sekitar Rp 558,33 juta (kurs Rp 14.200).

Bila dibandingkan dengan harga tertinggi pada 14 April lalu yang berada di kisaran 64.804 dollar AS per keping, harga bitcoin anjlok hingga 40 persen.

Harga bitcoin tersebut pun merosot 12 persen bila dibandingkan dengan waktu perdagangan yang sama hari sebelumnya. Berdasarkan catatan Coingecko, harga bitcoin tersebut telah merosot 30,9 persen dalam sepekean terakhir,d an sebesar 30,1 persen dalam sebulan terakhir.

Baca juga: Bitcoin hingga Dogecoin Kompak Menguat

Namun demikian, bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, harga bitcoin masih tumbuh 305,4 persen.

Dilansir dari CNBC, Rabu (19/5/2021) penyebab harga bitcoin anjlok adalah pemberitaan negatif terkait dengan bitcoin beberapa waktu belakangan.

Mulanya, CEO tesla Elon Musk pada 12 Mei 2021 lalu mengumumkan perusahaan produsen mobil listriknya tak lagi menerima transaksi dengan bitcoin.

Ia beralasan, proses penambangan bitcoin memberikan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan. Pasalnya, proses menambang bitcoin membutuhkan komputer dengan tenaga tinggi untuk menyelesaikan algoritma rumit.

Komentar Musk kala itu menyebabkan lebih dari 300 miliar dollar AS hangus dari pasar mata uang kripto.

Di sisi lain pekan ini, grup industri keuangan China resmi melarang segala perdagangan mata uang kripto. Grup industri keuangan China tersebut melarang lembaga keuangan hingga perusahaan pembayaran untuk menyediakan layanan yang terkait dengan transaksi cryptocurrency.

Baca juga: China Resmi Larang Perdagangan Mata Uang Kripto

Para investor pun diperingatkan untuk tidak melakukan perdagangan spekulatif terhadap mata uang kripto.

"Baru-baru ini, harga mata uang kripto telah meroket dan anjlok, dan perdagangan spekulatif mata uang kripto telah pulih. Ini secara serius melanggar keamanan properti, mengganggu tatanan ekonomi, dan keuangan secara normal," kata 3 grup industri keuangan dalam pernyataan bersama mengutip CNBC, Rabu (19/5/2021)

Tiga grup industri keuangan yang dimaksud, antara lain Asosiasi Keuangan Internet Nasional China, Asosiasi Perbankan China, dan Asosiasi Pembayaran dan Kliring China.

Dengan demikian, lembaga keuangan termasuk bank, saluran pembayaran online, tidak boleh menawarkan layanan apapun yang melibatkan mata uang kripto seperti bitcoin dan sebagainya, mulai dari pendaftaran, perdagangan, kliring, dan settlement.

Institusi juga tidak diizinkan menyediakan layanan tabungan, penjaminan mata uang kripto, atau mengeluarkan produk keuangan yang terkait dengan kripto. Kendati demikian, mereka tidak melarang individu alias konsumen untuk memegang mata uang virtual tersebut.

"Mata uang virtual (seperti bitcoin) tidak didukung oleh nilai nyata, harganya mudah dimanipulasi, dan kontrak perdagangan tidak dilindungi oleh hukum China," tutur mereka.

Baca juga: Bukan Bitcoin, Ini Aset Kripto Pertama yang Tembus Rp 1 Miliar

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com