Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BKF: Indonesia Siap Capai Target Penurunan Emisi Karbon 2030

Kompas.com - 02/11/2021, 11:12 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo baru saja mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Pengesahan disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo dalam pertemuan Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow, Inggris.

Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, hal ini menjadikan Indonesia penggerak pertama (first mover) penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

Baca juga: Tahun Depan Pajak Karbon DIterapkan, Tarif Listrik Bakal Naik?

“Penetapan Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon ini merupakan tonggak penting dalam menetapkan arah kebijakan Indonesia menuju target NDC 2030 dan NZE 2060 sebagai bagian dari ikhtiar menuju Indonesia Emas tahun 2045," kata Febrio dalam siaran pers, Selasa (2/11/2021).

Febrio menuturkan, perubahan iklim akan menjadi tantangan global yang perlu ditangani secara bersama baik di tingkat internasional maupun nasional. Pada 2016, pemerintah telah meratifikasi Paris Agreement yang di dalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC).

Komitmen tersebut kemudian dipertegas menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional 2020 – 2024 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional. Hal tersebut menunjukkan betapa kuatnya dukungan atas komitmen global tersebut.

Indonesia menetapkan ambisi yang cukup tinggi yakni penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.

“Instrumen NEK ini menjadi bukti kolaborasi dan kerja sama multipihak yang sangat baik dan dapat menjadi momentum bagi first mover advantage penanggulangan perubahan iklim berbasis market di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan," tutur Febrio.

Selain komando dan kendali (command and control), upaya penurunan emisi gas rumah kaca dilakukan melalui pendekatan berbasis pasar (market-based instruments/MBI). Kebijakan ini mendasarkan kebijakannya pada aspek penetapan nilai ekonomi karbon (carbon pricing).

Secara umum, carbon pricing terdiri atas dua mekanisme penting yaitu perdagangan karbon dan instrumen non-perdagangan. Jika instrumen perdagangan terdiri atas cap and trade serta offsetting mechanism, maka instrumen non-perdagangan mencakup pungutan atas karbon dan pembayaran berbasis kinerja atau result-based payment/RBP.

Baca juga: Siap-siap, PLTU Batu Bara Kena Pajak Karbon mulai April 2022

Adapun untuk mendukung pencapaian target NDC, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan fiskal termasuk pemberian insentif perpajakan, alokasi pendanaan perubahan iklim di tingkat kementerian/lembaga, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dan inovasi pembiayaan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Inovasi kebijakan terakhir yang ditempuh adalah implementasi pajak karbon. Hal ini telah menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang telah melaksanakan kebijakan pajak karbon, seperti Inggris, Jepang, dan Singapura.

“Ini merupakan kesempatan emas untuk mensejajarkan bangsa Indonesia dengan negara-negara lain dan di saat yang sama mampu menjaga warisan bumi Indonesia yang sehat dan berkelanjutan yang dipinjamkan oleh anak cucu kita," pungkas Febrio.

Baca juga: Indonesia Gandeng AS Kejar Target Nol Emisi Karbon di 2060

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com