Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upah Minimum 2022 Hanya Naik 1,09 Persen, Pengusaha: Sudah Paling Adil

Kompas.com - 17/11/2021, 05:34 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Para pengusaha yang tergabung di Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung keputusan pemerintah menaikan upah minimum 2022 sebesar 1,09 persen. Pengusaha menilai kenaikan upah minimum tersebut sudah adil.

Penetapan upah minimum tersebut mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kemudian diturunkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Mendukung sepenuhnya penerapan PP Nomor 36 (tentang pengupahan), di mana PP tersebut menurut pandangan kami adalah formula (kenaikan upah minimun 2022) sudah paling adil karena di situ ada faktor rata-rata konsumsi rumah tangga," ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (16/11/2021).

Baca juga: Perusahaan Menggaji Pekerja di Bawah Upah Minimum Terancam Sanksi Penjara hingga Denda Rp 400 Juta

Selain itu, Haryadi menilai kenaikan upah minimum 2022 sebesar 1,09 persen juga mempertimbangkan tingkat pengangguran terbuka, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu kata dia, formula yang digunakan pemerintah dalam penetapan upah minimum 2022 sudah tepat.

"Menurut pandangan kita cukup fair ya, karena parameternya sudah lengkap. Seperti rata-rata konsumsi rumah tangga dari BPS itu angka yang riil. Angka yang benar-benar dikumpulkan dari seluruh survei," ucapnya.

Baca juga: KSPI Persoalkan Adanya Batas Bawah dan Atas dalam Perhitungan Upah Minimum

Ia menyebut penetapan upah minimum sebelumnya belum memiliki formula yang tepat, termasuk parameternya. Namun kini kata dia, setelah adanya UU Cipta Kerja, penetapan upah minimum memiliki acuan.

"Perkara kenapa ini menjadi kecil? Selama ini kan parameter kita kurang akurat. Kayak tahun 2012, Kabupaten Bogor naik 70 persen," sebut Hariyadi.

Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penetapan kenaikan upah minimum tahun 2022. KSPI mengklaim upah minimum yang ditetapkan pemerintah tersebut lebih rendah jika dibandingkan pada era Orde Baru.

Baca juga: Serikat Buruh Ancam Mogok Kerja untuk Tolak Kenaikan Upah Minimum Versi Pemerintah

"Pemerintah lebih memberikan proteksi kepada kalangan pengusaha atau pemilik modal dibandingkan memberikan pelindungan kepada kaum pekerja/buruh, atau pegawai," ujar Ketua KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/11/2021).

KSPI beralasan penerapan batas atas dan batas bawah upah tidak diatur di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020, tentang Cipta Kerja atau disebut Omnibus Law.

"Formula kenaikan upah minimum batas bawah dan batas atas tidak dikenal di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang ditandatangani Presiden dan DPR RI. Kedua, upah minimum adalah safety net atau jaring pengaman. Dalam Konvensi ILO, upah minimum merupakan jaring pengaman. Saya tidak pernah menemukan satu negara di seluruh dunia istilah batas bawah dan batas atas dalam penetapan upah minimum," katanya.

Baca juga: KSPI: Upah Minimum 2022 Jauh Lebih Buruk dari Zaman Soeharto

Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenaker telah menetapkan upah minimum 2022 naik sebesar 1,09 persen. Pertimbangan kenaikan ini berdasarkan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Setelah mengetahui upah minimum telah ditetapkan maka kepala daerah seperti gubernur, wali kota dan bupati akan mengumumkan penyesuaian upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota.

Untuk upah minimum provinsi dijadwalkan akan diumumkan paling lambat 20 November, sedangkan upah minimum kabupaten/kota pada 30 November.

Baca juga: Kepala Daerah Diminta Terapkan Upah Minimum sesuai Keputusan Pemerintah Pusat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com