Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Perang Rusia-Ukraina, OECD Proyeksi Ekonomi Global Tahun Ini Hanya 3 Persen

Kompas.com - 10/06/2022, 07:33 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 sebesar 3 persen secara tahunan.

Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan semula di akhir tahun lalu, yakni 4,5 persen. Artinya, ada penurunan sekitar 1,5 persen. Penurunan ini diproyeksi berlangsung hingga tahun 2023 dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,8 persen.

Berdasarkan laporannya, penurunan ekonomi merupakan sebab dari konflik antara Rusia dengan Ukraina. Konflik ini menghasilkan krisis kemanusiaan bagi jutaan orang.

"Guncangan ekonomi terkait, dan dampaknya terhadap komoditas global, perdagangan dan pasar keuangan, juga akan berdampak material pada hasil ekonomi dan mata pencaharian," sebut OECD dalam laporannya, Jumat (10/6/2022).

Baca juga: Simak Strategi Investasi Saat Pasar Volatil

OECD berpendapat, pertumbuhan ekonomi tidak akan merata di seluruh dunia. Ada sebagian besar negara, terutama di Eropa akan tumbuh jauh lebih lemah.

Pasalnya, negara itu mengimpor bahan bakar dari Rusia. Pemberlakuan embargo atas minyak dan batu bara Rusia turun berdampak pada proyeksi ekonomi di tahun depan.

"Harga komoditas telah meningkat secara substansial, yang mencerminkan pentingnya pasokan dari Rusia dan Ukraina di banyak pasar, menambah tekanan inflasi serta memukul pendapatan dan pengeluaran riil, terutama untuk rumah tangga yang paling rentan," ucap OECD.

Menurut OECD sebelum pecahnya perang, prospek ekonomi tampak menguntungkan secara luas selama 2022-2023, dengan tingkat pertumbuhan dan inflasi kembali normal pasca pandemi Covid-19 dan berkurangnya kendala pada sisi penawaran.

"Invasi ke Ukraina bersama dengan restriksi di kota-kota besar dan pelabuhan di China karena kebijakan zero Covid-19 telah menghasilkan serangkaian kejutan baru yang merugikan," tulis OECD.

Baca juga: Jelang Pengumuman CPI, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Inflasi meningkat tinggi

Ada risiko kekurangan bahan pangan tinggi di banyak negara-negara berkembang, mengingat punya ketergantungan pada ekspor pertanian dari Rusia dan Ukraina. Tekanan dari sisi penawaran juga meningkat sebagai akibat dari konflik serta restriksi di China.

Dalam laporan yang sama, OECD memproyeksi rata-rata inflasi mencapai 5,5 persen di negara maju utama pada tahun 2022, dan mencapai 8,5 persen secara global.

Namun inflasi akan surut pada tahun 2023 karena rantai pasokan dan tekanan harga komoditas akan berkurang. Pun dampak dari kebijakan moneter yang diperketat mulai terasa.

"Inflasi inti, meskipun melambat, diperkirakan akan tetap berada pada atau di atas tujuan jangka menengah di banyak negara ekonomi utama pada akhir tahun 2023," sebutnya.

Baca juga: 5 Cara Meningkatkan Omzet Jualan Online di Tokopedia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com