Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karmel Hebron Simatupang
Akademisi UPH

Mahasiswa S3 di Department of Political Science, Tunghai University, Taiwan; Dosen Prodi HI Universitas Pelita Harapan.

Keberlanjutan Diplomasi Ekonomi Pasca-Jokowi

Kompas.com - 24/04/2024, 08:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEDARI awal Prabowo Subianto mengampanyekan keberlanjutan kebijakan pemerintahan Jokowi. Itu hipotesis kenapa mayoritas pemilih menjatuhkan pilihan pada pasangan Prabowo-Gibran Rakabuming, karena ingin melanjutkan kebijakan ekonomi dan pembangunan ala Jokowi.

Namun seperti apa keberlanjutan kebijakan luar negeri Jokowi dalam bidang diplomasi ekonomi di bawah suksesi kepemimpinan Indonesia yang baru?

Harus diakui, capaian diplomasi ekonomi Jokowi periode pertama dan kedua yang masih berlangsung hingga kini belum mencapai hasil maksimal.

Tahun 2015-2019, misalnya, dari tiga fokus diplomasi ekonomi, yakni perdagangan, pariwisata dan investasi sesuai target dalam RPJMN 2015-2019 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), tak satupun dicapai maksimal. Hal itu juga diakui oleh Pemerintah.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 2015-2019 adalah 7 persen, kenyataanya tercapai hanya 5,03 persen.

Kunjungan wisatawan mancanegara ditargetkan 20 juta orang dari 9 juta di tahun 2014, nyatanya hanya mencapai 16,1 juta orang tahun 2019.

Sedangkan neraca perdagangan (ekspor-impor) ditargetkan surplus 10 persen di tahun 2019, malah defisit 3,59 juta dollar Amerika tahun 2019 (Bappenas, 2020).

Kita melihat semangat dan pernyataan Prabowo-Gibran sangat ingin mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, dan menyejahterahkan bangsa, misalnya melalui industrialisasi, investasi, dan hilirasi. Namun, istilah “diplomasi ekonomi” termasuk jarang dinyatakan di publik.

Padahal kebijakan dan program diplomasi ekonomi ini, menjadi prioritas kebijakan luar negeri Jokowi selama dua periode.

Kebijakan dan program diplomasi ekonomi sesungguhnya perlu terus diperkuat melalui kolaborasi, kerja sama yang terintegrasi segenap stakeholder karena dengan itulah pertumbuhan ekonomi nasional dapat dicapai tinggi demi mewujudkan Indonesia maju.

Terminologi diplomasi ekonomi juga perlu dibakukan dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia supaya tidak asing lagi bagi para stakeholder.

Meminjam defenisi Tirta Nugraha Mursitama (2022), diplomasi ekonomi adalah upaya terintegrasi menggerakkan seluruh sumber daya yang dimiliki, semua tools diplomasi yang dilakukan negara, bisnis, institusi, kelompok masyarakat dan individu, keluar dan ke dalam negeri untuk mencapai kesejahteraan bangsa.

Kekuatan ekonomi adalah dasar bagi suatu bangsa untuk berperan penting dalam isu-isu lintas negara.

Prabowo pernah menyebutkan Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa di forum internasional jika ekonomi Indonesia masih lemah. Dengan kata lain, menjadi besar secara ekonomi harus menjadi prioritas utama Indonesia sebagaimana ditunjukkan oleh Jepang, Taiwan, Korea Selatan, atau China.

Kunjungan pertama Prabowo ke China sebagai presiden terpilih (1/4/2024), bisa dimaknai sebagai lanjutan kebijakan Jokowi yang dekat dengan China.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com