Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Tantang 100 Ekonom Hitung Proyeksi Harga Minyak Mentah 2023

Kompas.com - 07/09/2022, 17:35 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menantang para ekonom untuk memproyeksikan harga minyak mentah di tahun 2023. Lantaran, pergerakan harga minyak mentah dunia sulit terprediksi akibat ketidakpastian global.

Ia menjelaskan, pemerintah mengalokasikan belanja untuk subsidi energi sekitar Rp 340 triliun di 2023. Nilai subsidi yang besar itu memperhitungkan asumsi harga minyak mentah di kisaran 90 dollar AS per barrel, termasuk ketidakpastikan global.

"(Hitungan subsidi) ini masih belum selesai dibicarakan dengan DPR, tentu ini melihat ketidakpastian outlook harga minyak. Saya tanya nih ke 100 ekonom, proyeksi minyak Anda tahun depan seperti apa? Caranya hitungnya gimana? Saya ingin tahu," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Rabu (7/9/2022).

Baca juga: Mengapa Harga BBM Naik Saat Tren Harga Minyak Dunia Turun? Ini Penjelasan Sri Mulyani

Menurutnya, pemerintah sendiri melakukan penghitungan proyeksi harga minyak mentah dengan melibatkan lembaga yang kredibel di bidang minyak, seperti International Energy Agency (IEA) hingga konsensus Bloomberg.

Selain menggunakan data lembaga internasional, penghitungan juga dilakukan dengan melihat perkembangan ekonomi di negara-negara maju, serta konflik geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

"Kalau seandainya negara-negara maju masuk resesi, pasti permintaan minyak turun, maka tekanan terhadap kenaikan harga diperkirakan atau diharapkan akan menurun. Harga mungkin akan turun, tidak lagi mencapai di atas 100 dollar AS per barrel," ungkap dia.

Baca juga: Subsidi BBM Berpotensi Jadi Rp 649 Triliun, Pemerintah Bakal Bahas dengan DPR RI

 

Komoditas energi jadi instrumen perang

Namun, di sisi lain, jika perang Rusia-Ukraina terus berlangsung maka akan tetap mempengaruhi pasokan minyak mentah di pasar global. Seperti diketahui, negara-negara barat telah mengembargo minyak mentah Rusia sebagai sanksi atas invasi yang dilakukan negara itu ke Ukraina.

Bendahara Negara itu melihat komoditas energi saat ini sudah menjadi instrumen perang, sehingga pergerakan harganya pun sulit terprediksi. Terlebih menurut hasil pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan kedua pimpinan negara itu, tidak ada kepastian kapan perang akan berakhir.

"Kita melihat minyak menjadi instrumen perang. Masing-masing menggunakannya. Putin menggunakan suplai gas ke Eropa, diberhentikan. Lalu Pihak G7 dan NATO mengembargo minyak dari Rusia," tutupnya.

Baca juga: Faisal Basri: Subsidi BBM Seperti Candu, Membuat Konsumen Terlena dan Menimbulkan Ketergantungan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com