Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Airlangga Sebut Negara Antre Jadi Pasien IMF Bertambah Jadi 30

Kompas.com - 30/12/2022, 13:00 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Negara yang mengantre bantuan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) terus bertambah jumlahnya. Pada Oktober lalu jumlahnya masih 28 negara, kini menjadi 30 negara.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, bertambahnya negara yang menjadi pasien IMF ini menandakan krisis ekonomi global ke negara berkembang menjadi sangat riil.

"Beberapa negara sedang berkembang yang sudah masuk kepada IMF itu lebih dari 30 dan sudah antre juga 30," ujarnya saat konferensi pers, Jumat (30/12/2022).

Baca juga: Pemerintah Terbitkan Perppu Cipta Kerja, Airlangga: Kebutuhannya Mendesak

Menurutnya, saat ini negara-negara global termasuk Indonesia tengah menghadapi resesi, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi.

Ditambah dengan adanya ketegangan geopolitik antara Ukraina dan Rusia yang belum selesai menyebabkan seluruh negara menghadapi krisis pangan, energi, dan keuangan serta perubahan iklim.

"Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi dan juga terkait dengan geopolitik," tegasnya.

Baca juga: Ekonomi Dibayangi Awan Gelap, Menko Airlangga: Tahun Depan Pertaruhan Indonesia

Pada Oktober lalu, Presiden Joko Widodo menyebutkan, sebanyak 28 negara sedang mengantre untuk meminta bantuan keuangan ke IMF untuk memperbaiki perekonomiannya.

Pasalnya, kini satu per satu negara tumbang karena krisis dan inflasi yang tinggi. Hal ini akibat dari ketidakpastian dan volatilitas yang tinggi akibat geopolitik hingga perubahan iklim.

"Tadi saya mendapatkan informasi dari pertemuan di Washington DC, 28 negara sudah antre di markasnya IMF, menjadi pasien," ujar Jokowi saat membuka acara Investor Daily Summit 2022 di Jakarta Convention Center, Selasa (11/10/2022).


Jokowi menyebutkan, prediksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023 juga sudah direvisi dari sebelumnya 3 persen kini hanya 2,2 persen secara year on year.

Berbagai bank sentral negara lain juga sudah menaikkan suku bunga acuan untuk menarik investor. Meski demikian, tidak semuanya berhasil menggunakan suku bunga sebagai alat untuk keluar dari krisis dan inflasi yang tinggi.

"Dengan situasi yang ada sekarang ini, negara mana pun dapat terlempar dengan cepat keluar jalur dengan sangat mudahnya apabila tidak hati-hati dan tidak waspada," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com