Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Halim Iskandar
Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi

Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi

BUM Desa, Macan Ekonomi Indonesia

Kompas.com - 26/05/2023, 08:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KESADARAN bangsa Indonesia dalam mengelola aset dan segenap potensi desa untuk tujuan ekonomi dan sosial telah berlangsung lama.

Kesadaran ini menjadi basis hidup dan penghidupan warga, setidaknya pada lebih kurang 250 entitas masyarakat budaya, yang diakui Undang-Undang Dasar 1945 telah eksis sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.

Entitas masyarakat budaya kini berkembang menjadi “desa” (Jawa dan Bali), “dusun” (Palembang), “nagari” (Minang) atau “gampong” (Aceh), dan memiliki kewenangan mengelola penduduk, pranata lokal, dan sumber daya ekonominya.

Kewenangan yang melekat pada desa dilegitimasi oleh seluruh pemimpin Indonesia dengan mengagregasi cita-cita kebangkitan ekonomi desa, hingga menyiapkan dan memastikan jalan kemandirian desa dalam kebijakan berupa undang-undang dan peraturan pemerintah. Salah satunya melalui usaha yang dimiliki desa.

Usaha milik desa yang kini dikenal Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) bukanlah hal baru bagi desa. Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 Tentang Desapraja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III Di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, pada penjelasan ke-28, secara lugas menyebutkan bahwa Desapraja dapat berusaha sendiri membangun perusahaan-perusahaan Desapraja, bahkan mengatur status kelembagaan perusahaan desa, domisili, hingga unit usaha yang harus sesuai potensi desa.

Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa mendukung pendirian usaha desa, berupa pasar desa, usaha pembakaran kapur, genteng dan batu bata, peternakan, perikanan, dan lain-lain.

Pasca-Reformasi 1998, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberi jalan bagi lahirnya badan usaha sebagai salah satu sumber pendapatan desa, yang dilanjutkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Karena itu pula sebelum Undang-Undang Desa lahir pada 2014, telah berdiri sebanyak 8.189 BUM Desa di seluruh Indonesia.

Undang-Undang Desa kian menggairahkan pendirian BUM Desa. Sebanyak 6.274 BUM Desa berdiri pada 2015; 14.132 BUM Desa pada 2016; 14.744 BUM Desa pada 2017; 5.874 BUM Desa pada 2018; dan 1.878 BUM Desa pada 2019.

Inisiatif pendirian BUM Desa terus bergelora di desa-desa, termasuk sepanjang pandemi COVID-19, dari 2020 hingga 2021.

Pada 2022 ini telah beroperasi total 60.417 BUM Desa. Selain itu, tercatat pendirian 6.583 BUM Desa Bersama sebagai wujud kerja sama usaha antardesa.

Hingga 2022, untuk modal awal seluruh BUM Desa tersebut, telah dialokasikan sebesar Rp 5,8 triliun dana desa. Hasilnya, dari keseluruhan BUM Desa, desa-desa dapat memetik hasilnya, berupa Pendapatan Asli Desa (PADesa) dari bagi hasil keuntungan BUM Desa sebesar Rp 1,8 triliun.

BUM Desa sebagai Badan Hukum

Sampai 2020, kelembagaan masih menjadi titik lemah BUM Desa. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 lahir memberi bentuk pasti kelembagaan BUM Desa sebagai badan hukum.

Salah satu regulasi turunannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021, yang diundangkan pada 2 Februari 2021.

PP itu secara khusus mengatur BUM Desa, meliputi pendirian, organisasi dan pegawai, rencana kerja, kepemilikan, modal, aset, pinjaman, unit usaha, pertanggungjawaban, pembagian hasil usaha, pendataan, pemeringkatan, pembinaan, dan pengembangannya.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com