Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Usaha Ungkap Tantangan Besar Pengembangan EBT di Indonesia

Kompas.com - 16/07/2023, 21:28 WIB
Nur Jamal Shaid

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pelaku usaha dari lintas sektor pembangkit hijau mengakui masih ada sejumlah tantangan besar yang dihadapi dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.

Beberapa di antaranya berupa kebijakan, pendanaan, hingga tarif listrik yang dinilai belum kompetitif.

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menjelaskan, tantangan terbesar pengembangan PLTS di Indonesia berkaitan dengan kebijakan, khususnya perizinan dari PT PLN.

Baca juga: Pemprov NTB Minta ITDC Permudah Persyaratan Investasi di KEK Mandalika

“Tantangan untuk PLTS juga datang dari kebijakan tarif listrik yang diatur cenderung rendah. Ini membuat pelaku usaha mencari jalan agar membuat harga listrik yang dihasilkan PLTS lebih kompetitif dengan memotong margin mereka,” ujar Fabby kepada Kontan.co.id, Minggu (16/7).

Adapun usaha memotong marjin hanya bisa dilakukan oleh pengembang PLTS besar saja karena tidak semua pengembang dan engineering, procurement, and construction (EPC) mampu melakukan itu. Adanya tantangan tersebut, pelaku usaha menyiapkan sejumlah strategi untuk terus bertahan.

Fabby menjelaskan, beberapa EPC besar memilih untuk terus berinovasi, memangkas biaya, mengelola inventori dengan hati-hati. Selain itu bermitra dengan investor dengan pendanaan murah dan memangkas marjin.

Baca juga: Lowongan Kerja Kawasan Ekonomi Khusus untuk Lulusan D3-S2, Simak Syaratnya

Ketua AESI menyatakan, untuk terus menumbuhkan pengembangan PLTS di dalam negeri, pihaknya mengusulkan supaya pemerintah memberikan pendanaan untuk EPC kecil dengan bunga yang kompetitif.

“Selain itu, ada fasilitas kredit lunak kepada konsumen rumah tangga dan bisnis kecil untuk memasang PLTS, perizinan yang mudah, cepat, dan proses yang transparan,” tandasnya.

Tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) atau geothermal cukup berbeda.

Baca juga: Berapa Gaji Barista Starbucks?

Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Prijandaru Effendi menjelaskan tantangan utama yang dihadapi pelaku usaha geothermal adalah keekonomian proyek atau harga jual listrik sesuai keekonomian proyek.

“Maka itu, kami banyak meminta insentif-insentif dari pemerintah, melakukan efisiensi, dan mencari terobosan teknologi untuk memperkecil risiko dan mengurangi biaya,” ujarnya saat dihubungi terpisah.

Sejatinya, panas bumi sudah mendapatkan banyak insentif dari pemerintah dan pelaku usaha geothermal sangat berterima kasih.

Namun, Prijandaru mengungkapkan, masih ada beberapa insentif yang sedang mereka usulkan seperti pembebasan pungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) saat melakukan eksploitasi.

Baca juga: Mengenal Istilah Demografi dan Bonus Demografi

Board of Director International Geothermal Association (IGA), Surya Darma berharap pemerintah membuka ruang negosiasi harga listrik dari panas bumi dengan mempertimbangkan nilai keekonomian proyek. Hal ini dilakukan agar daya tarik investasi sektor panas bumi mulai muncul kembali.

“Hal ini diperlukan mengingat peran panas bumi dalam transisi energi menuju net zero emission (NZE) sangatlah besar,” ujarnya saat dihubungi terpisah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com