Terkait pengaturan tarif listrik panas bumi, lanjutnya, jika berkaca pada kesuksesan negara lain, ada beberapa model yang diterapkan termasuk adanya Feed in Tarif (FIT).
Baca juga: Menhub Sebut Palembang Pionir Integrasi Antarmoda di Indonesia
Bahkan beberapa negara memberikan insentif agar pemanfaatan panas bumi dapat dipercepat termasuk insentif fiskal dan insentif non fiskal.
“Kita kesulitan mendapatkan sumber dana pembangunan PLTP jika tidak mendapatkan dukungan dari pihak swasta karena keterbatasan kemampuan pemerintah,” terangnya.
Untuk membangun PLTP dan fasilitas hulunya dengan kapasitas sampai 7 GW dibutuhkan dana sampai 35 miliar dollar AS. Lantas dengan adanya regulasi yang menarik investasi merupakan sebuah upaya yang sangat diperlukan.
Baca juga: Info Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tiket, dan Jadwal Kapal
Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Arthur Simatupang menilai, dalam pengembangan pembangkit hijau lembaga pendanaan membutuhkan project return dan bankability dari suatu proyek.
“Suatu proyek bisa lebih bankable jika skala ekonominya didapatkan, tapi kalau kecil, risk return profilenya belum cocok,” ujarnya.
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut dan bertahan, pelaku usaha berusaha mendapatkan kepastian komersial dari Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL). Kemudian mencari efisiensi dari biaya proyek supaya tingkat Return on Investment (RoI) tidak terlalu kecil. (Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari)
Baca juga: Elon Musk Sebut Pendapatan Iklan Twitter Turun 50 Persen, Arus Kas Negatif
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Pelaku Usaha Sebut Sejumlah Tantangan Kembangkan Pembangkit Hijau di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.