Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Angga Hermanda
Wiraswasta

Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (IKA Faperta Untirta)

Menolak Legalisasi Lahan Sawit Korporasi di Kawasan Hutan

Kompas.com - 18/07/2023, 10:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEBIJAKAN Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, yang hendak memutihkan atau melegalisasi kebun sawit korporasi di kawasan hutan seluas 3,3 juta hektare mendulang protes. Luhut mengatakan, pemerintah terpaksa memutihkan kebun sawit korporasi itu dengan dalih keterlanjuran. Ia mengemukakan hal itu dalam konferensi pers di Jakarta, 23 Juni lalu.

Luhut berharap korporasi perkebunan sawit di kawasan hutan melaporkan kepada pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara. Jika mereka tidak melapor, pemerintah akan melakukan pengecekan.

Baca juga: 3,3 Juta Hektar Lahan Sawit Tak Berizin, Luhut Duga Ada Pejabat Terlibat

Pemerintah menggunakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja sebagai landasan pemutihan tersebut. Pasal 110A dan 110B UU itu mengatur perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tetapi memiliki perizinan usaha, dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun.

Perusahaan terkait tetap dapat melanjutkan kegiatan usaha dengan membayar denda administratif. Artinya, kebun sawit korporasi di kawasan hutan secara otomatis menjadi legal.

Enam Alasan Penolakan

Banyak pihak telah menolak keras rencana pemutihan kebun sawit korporasi di kawasan hutan. Ada enam alasan yang melatari beragam protes itu.

Pertama, UU Cipta Kerja yang dijadikan landasan pemutihan kebuh sawit korporasi dalam kawasan hutan telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2021. Walau saat ini UU Cipta Kerja tetap berjalan lewat jubah Perppu Cipta Kerja yang kemudian disahkan DPR-RI menjadi UU, pengujian formil kembali terhadap UU itu masih berlangsung di MK.

Karena itu, menurut saya, payung hukum yang melegalkan keterlanjuran sawit dalam kawasan hutan bersifat cacat prosedur.

Kedua, pemerintah mestinya menegakkan hukum, bukan berkompromi dengan korporasi melalui pengampunan atau pemutihan. Pemutihan bukan solusi, sebab jenis penguasaan kebun sawit dalam kawasan hutan tidak bisa disamaratakan.

Perlu pendekatan komprehensif dengan penyelesaian yang bisa saja beragam. Tidak semua kasus yang terjadi dapat diselesaikan dengan pemutihan.

Ketiga, kelapa sawit bukan jenis tanaman hutan. Tahun 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjawab polemik upaya mengategorikan ulang sawit menjadi tanaman hutan. KLHK dengan tegas menyatakan, sawit tetap tidak tergolong dalam tanaman hutan.

Beleid sawit bukan tanaman hutan juga telah diatur dalam Peraturan Menteri LHK 23/2021 tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Karena itu, sangat aneh bahwa Permen LHK tersebut juga mendasarkan pada UU Cipta Kerja.

Pemutihan lahan sawit korporasi di kawasan hutan mengandung ambiguitas antar peraturan perundang-undangan.

Keempat, konsesi korporasi yang bermasalah telah dicabut oleh pemerintah dan adanya perizinannya sedang dievaluasi. KLHK tengah fokus menyelesaikan berbagai persoalan penguasaan tanah dalam kawasan hutan, terutama penanaman sawit di kawasan hutan yang non-prosedural dan tidak sah.

Izin-izin yang telah dicabut dan sedang dievaluasi antara lain untuk pertambangan, kehutanan, dan penggunaan tanah negara oleh korporasi.

Dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor tahun 2022, Presiden Joko Widodo memaparkan bahwa pemerintah terus berkomitmen untuk melakukan berbagai perbaikan tata kelola penggunaan kekayaan alam. Sebanyak 192 izin dengan luas 3.126.439 hektare di sektor kehutanan dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan diterlantarkan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com