Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan Ombudsman Saat "Sidak" ke Pulau Rempang, Warga Sulit Bahan Pangan hingga Penghasilan Turun

Kompas.com - 27/09/2023, 17:31 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (RI) membeberkan sejumlah temuan sementara terhadap penanganan masalah Rempang Eco City yang memicu konflik.

Berdasarkan hasil penelusuran Ombudsman langsung ke Pulau Rempang, Kota Batam, dan bertemu warga di sana, terungkap bahwa pasokan bahan pangan di sana mulai menipis.

"Lalu, pasca peristiwa demonstrasi yang terjadi pada tanggal 7 dan tanggal 11 (September) di Pulau Rempang, warga kampung Sembulang khususnya, itu mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan pangan dari distributor," ucap Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro yang ditayangkan secara virtual, Rabu (27/9/2023).

Baca juga: Pemerintah Batalkan Pemindahan Warga Rempang ke Pulau Galang, Bahlil: Kita Geser ke Tanjung Banun

Bahan pangan menipis

Johanes menjelaskan, minimnya stok bahan pangan tersebut lantaran status Pulau Rempang yang akan dikuasai oleh pemerintah disertai adanya penggusuran warga sehingga penyalur (distributor) jadi ragu menyuplainya.

"Ini menarik, karena rata-rata dari mereka ada yang berjualan, punya warung-warung gitu, tapi ada ketakutan distributor untuk menyuplai barang. Karena status tempat itu yang sudah di-declare oleh pemerintah itu akan dikosongkan sehingga ada kekhawatiran (bagi distributor) tidak terbayar lah. Karena dalam perdagangan pasti ada pembayaran kemudian," ungkapnya.

Dampak dari status itulah, warga di Pulau Rempang terpaksa mengonsumsi stok bahan pangan yang ada. "Jadi itu berpengaruh terhadap suplai dari distributor, tentu mengganggu mereka karena ketersediaan bahan-bahan pokok pangan mereka pun menipis. Mereka hanya mengonsumsi yang masih ada," ungkap Johanes lagi.

Penderitaan warga Pulau Rempang seakan tidak berhenti sampai di situ saja. Rata-rata warga di sana mengandalkan penghasilan sebagai nelayan terpaksa mengurungkan niat melautnya.

Tentu saja karena kekhawatiran jika terjadi penggusuran tanpa sepengetahuan mereka. "Saat ini mereka, para bapaknya itu cenderung khawatir melaut karena takut pulangnya sudah digusur dan sebagainya. Tentunya itu mempengaruhi pendapatan mereka," kata Johanes.

Baca juga: Warga Rempang yang Tergusur Bakal Dapat Tanah Bersertifikat

 


Temuan berikutnya, lanjut Johanes, warga di sana mengaku mendapat tekanan agar menyetujui untuk relokasi. "Di lapangan, terdapat upaya yang mengarah pada penekanan agar warga menyetujui relokasi," ujarnya.

Terbaru, saat Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berkunjung ke Pulau Rempang, warga yang menolak relokasi tidak mendapat kesempatan untuk menyuarakan pendapat.

"Pada saat Pak Menteri Bahlil datang, warga berharap bisa bertemu langsung. Tetapi ternyata hanya ada perwakilan warga, itu pun yang setuju. Dan itupun jumlahnya sangat sedikit. Ketika mereka mau menyatakan pendapatnya, Pak Menterinya (Investasi) sudah pergi," ungkap Johanes.

Baca juga: Konflik Pulau Rempang, Kepala BP Batam Minta Petugas Tidak Memaksa Warga Pindah

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com