Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin Perketat Pengawasan Barang Lartas Impor

Kompas.com - 17/10/2023, 13:23 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperketat pengawasan terhadap produk yang impornya dibatasi (lartas) berupa pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib pada produk hasil industri.

Pemberlakuan SNI ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas produk industri dalam negeri melalui standar-standar yang telah ditetapkan dan juga untuk melindungi pasar dalam negeri dari produk impor berkualitas rendah (trade barrier).

“Maraknya peredaran barang impor di pasar dan platform digital (e-commerce) saat ini, membuat Bapak Presiden memberikan arahan agar fokus pada pengetatan impor komoditas tertentu seperti pakaian jadi, mainan anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, obat tradisional, dan suplemen kesehatan, serta produk tas,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam siaran persnya, dikutip Selasa (17/10/2023).

Baca juga: Impor Lewat E-commerce ke Indonesia Didominasi dari China

Menperin mengemukakan, saat ini pengawasan yang sifatnya post border akan diubah menjadi pengawasan di border, dengan pemenuhan Persetujuan Impor (PI) dan juga Laporan Surveyor (LS).

Dari total sebanyak 11.415 HS, terdapat ketentuan tata niaga impor (larangan/pembatasan atau lartas) terhadap 6.910 HS atau sekitar 60,5 persen dan sisanya sekitar 39,5 persen merupakan barang non-lartas.

“Dari 60,5 persen komoditas yang terkena lartas tersebut, sebanyak 3.662 HS (32,1 persen) dilakukan pengawasan di border dan sebanyak 3.248 HS (28,4 persen) dilakukan pengawasan post border,” ungkapnya.

Baca juga: Sebut Penjualan Mobil Listrik Meningkat, Kemenperin: Rata-rata Pembeli Bukan First Buyer

Terkait hal itu, Kemenperin melakukan revisi atau perbaikan peraturan untuk mengakomodasi perubahan pengawasan dari post border menjadi border tersebut dalam waktu dua minggu.

Selain itu, menurut Menperin terdapat usulan beberapa industri di kawasan berikat yang ingin menjual produknya di pasar domestik dengan melepas fasilitas-fasilitas yang didapatkan, di mana hal ini perlu juga diawasi secara ketat.

Hal ini juga dikarenakan Kemenperin sampai saat ini belum memiliki akses data yang cukup valid terkait kuantitas produk dari kawasan berikat.

Baca juga: Bea Cukai Lelang Ribuan Pakaian Impor Ilegal, Kemenperin: Kami Usulkan untuk Dimusnahkan

“Jika industri yang berada di kawasan berikat yang ingin menjual produknya ke dalam negeri, maka harus diciptakan playing field yang sama antara kawasan berikat dengan nonberikat agar tercipta fairness. Supaya industri di kawasan berikat tidak menjadi predator bagi industri di luar kawasan berikat yang tidak menerima insentif yang sama,” katanya.

Ia menyebutkan, dalam upaya menetapkan kebijakan, diperlukan data dan informasi yang tepat. Sehingga, Kemenperin akhirnya harus membuat studi sendiri untuk menetapkan jumlah kawasan berikat di Indonesia.

“Ini menjadi problem, kalau tidak terbuka satu sama lain terkait data, Kemenperin sebagai pembina industri tidak bisa melakukan tugas secara maksimal,” kata Agus.

Baca juga: Ironi Indonesia, Negara Agraris yang Terus-terusan Impor Beras

Menperin juga menekankan pentingnya keterbukaan dan transparansi terkait data, termasuk dalam upaya pengendalian impor.

“Kami telah mengusulkan agar langkah ini dilakukan melalui Neraca Komoditas yang sesuai dengan supply and demand nasional,” papar Agus.

Langkah selanjutnya, diperlukan pembentukan Satgas Nasional yang terdiri dari Kemenperin, Polri, Bea Cukai, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kominfo dan Badan Karantina.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com