Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Pinjol dan Generasi Muda

Kompas.com - 31/10/2023, 16:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Meike Kurniawati*

DATA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan nilai pinjaman online (pinjol) di Indonesia per Juli 2023 mencapai Rp 50,12 triliun. Jumlah tersebut naik 6,2 persen jika dibandingkan bulan sebelumnya.

Dari pemetaan konsumen pinjol yang dilakukan oleh OJK, ditemukan bahwa sebesar 54,06 persen atau mayoritas nasabah pinjaman online adalah generasi muda, terutama usia 19 - 34 tahun. Generasi milenial dan generasi Z.

Selain sebagai penyumbang terbesar penerima pinjol, kelompok ini juga penyumbang terbesar jumlah kredit macet pinjol, sebesar 40,24 persen dengan nilai kredit macet Rp 782 miliar.

Ada beberapa alasan mengapa kelompok ini menjadi nasabah pinjol.

Pertama, kurangnya kontrol diri. Kurangnya kontrol diri membuat anak muda menjadi lebih mudah terpancing iklan promosi penjualan akan barang-barang konsumtif.

Anak muda cenderung tidak berpikir panjang dalam membeli sesuatu. Apakah kebutuhan atau keinginan belaka.

Kedua, akses pinjaman yang mudah. Banyaknya aplikator pinjol dengan berbagai promosi yang menggiurkan menjadi salah satu penyebab maraknya anak muda terjerat pinjol.

Akses dan proses pinjaman yang mudah, cepat, dengan berbagai pilihan bunga dan tenor, menjadi daya tarik yang membuat banyak anak muda terjerat pinjol.

Aplikator pinjol dapat dengan mudah ditemui di platform media sosial, sangat aktif beriklan, bahkan terkadang beriklan aplikasi game online.

Ketiga, kurangnya pengecekan kemampuan membayar. Kemudahan lain dari pinjol adalah tidak adanya pengecekan “kemampuan membayar” seperti yang dilakukan ketika meminjam pada bank atau lembaga keuangan konvensional lainnya.

Keempat, sifat konsumtif generasi muda. Sekitar 65 persen dari total pinjaman pinjol digunakan untuk keperluan konsumtif seperti membeli pakaian, menonton konser, nongkrong, berlibur dan kegiatan konsumtif lainnya.

Keima, kurangnya pengetahuan akan keuangan. Kurangnya pengetahuan akan keuangan juga disinyalir sebagai penyebab mengapa banyak anak muda terjebak pinjol.

Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS Nailul Huda mengatakan bahwa minimnya integrasi antara sistem literasi keuangan dan digital dengan kurikulum pelajaran di tingkat SMA membuat banyak pelajar yang begitu lulus, gagap literasi keuangan digital.

Keenam, perubahan pola pikir. Secara historis, generasi yang lebih tua cenderung menghindari utang, bahkan untuk pembelian besar seperti mobil. Generasi tua cenderung berhutang untuk pembelian barang yang bernilai besar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com