JAKARTA, KOMPAS.com - Pertanian pangan dalam negeri masih mengalami berbagai isu dan tantangan. Hal ini berdasarkan temuan awal dari tim peneliti Nagari Institute.
Tantangan pertanian pangan Indonesia antara lain kurang produktifnya tenaga kerja sektor pertanian, cepatnya alih fungsi lahan dan penurunan kualitas lahan, penyediaan benih unggul, ketergantungan pada pestisida, serta kurangnya alat dan mesin pertanian yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) I Gede Made Sudirga menuturkan, salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas lahan adalah menggunakan pupuk hayati agar kandungan hara dalam tanah tidak terus terkuras.
Baca juga: Sensus Pertanian 2023: Petani Menua, Upah Kecil, dan Produktivitas Turun
"Di BRIN kita ada kelompok riset, teknologi yang kita yakini akan berikan dampak cukup baik terhadap peningkatan produktivitas, itu penggunaan pupuk hayati," tutur Gede dalam diskusi bertajuk “Peran Industri Agro-input dalam Rantai Produksi Pangan Nasional” yang diselenggarakan oleh Nagara Institute, ditulis pada Kamis (7/12/2023).
Dalam hal pupuk, diidentifikasi berbagai tantangan meliputi menurunnya alokasi subsidi pupuk, belum efisiennya distribusi pupuk bersubidi, ketergantungan impor beberapa bahan baku untuk produksi pupuk, serta ketidaksesuaian pupuk yang tersedia dengan kondisi tanah.
Salah satu persoalan distribusi pupuk disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), Achmad Tossin Sutawikara.
Menurutnya, saat ini ada ketidaksesuaian antara kuota pupuk yang dibutuhkan petani dengan anggaran subsidi yang diberikan pemerintah melalui PT Pupuk Indonesia (Persero).
Baca juga: Sensus Pertanian 2023, Jumlah Petani Gurem Naik Jadi 16,89 Juta
Achmad mengusulkan solusi atas persoalan tersebut, yaitu dengan pembatasan distribusi yang dilakukan oleh Pupuk Indonesia, berhenti sampai di tingkat provinsi.