Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Suara Kepala Bappenas Vs Sri Mulyani soal Defisit APBN Tahun Pertama Prabowo

Kompas.com - 06/06/2024, 06:00 WIB
Rully R. Ramli,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berbeda pandangan dalam pembahasan defisit Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, yakni antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa meminta agar target defisit Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025 diturunkan dari target awal yang ditawarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Suharso meminta agar target defisit RAPBN tahun depan diturunkan menjadi 1,5 hingga 1,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, yakni sebesar 2,45 hingga 2,82 persen terhadap PDB.

"Kami berharap Bu Menkeu dan dari Komisi XI, kalau memang itu disepakati, defisit itu bisa lebih turun lagi antara 1,5-1,8 (persen)," kata Suharso dalam Rapat Bersama Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/6/2024).

Baca juga: Pemerintah Buka Ruang Prabowo Utak-atik APBN 2025

Permintaan itu disampaikan oleh Suharso dengan tujuan memberikan ruang fiskal yang lebih besar kepada pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto. Pasalnya, dalam persiapan RAPBN 2025, pemerintah saat ini belum mengakomodasi program-program yang bakal masuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) era Prabowo.

Oleh karenanya, dengan target defisit yang lebih rendah, pemerintah baru bisa memasukkan program-programnya ke APBN. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan penyesuaian anggaran belanja yang disiapkan pemerintah lewat APBN Perubahan (APBN-P).

Suharso menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 diatur, pemerintah diwajibkan untuk membentuk dan menyusun RKP dan RAPBN untuk periode pertama pemerintahan presiden berikutnya. Namun, dalam aturan yang sama, presiden berikutnya memiliki hak untuk melakukan perubahan lewat APBN-P.

"Presiden terpilih berikutnya tetap mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan RPJMN tahun pertama melalui APBN-P," ujar Suharso.

Baca juga: Gambaran APBN Pertama Prabowo: Beban Utang Naik, Defisit Anggaran Melebar

Dipertanyakan DPR

Permintaan yang disampaikan Suharso itu pun dipertanyakan oleh Wakil Ketua Komisi XI Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit. Ia mempertanyakan adanya perbedaan pandangan penyusunan di level pemerintah.

"Tadi ada usul dari menteri Bappenas defisitnya 1,5 - 1,8 persen, jadi Pak Harso tidak ikut nyusun ini pak? Kok tiba-tiba muncul usulan 1,5 - 1,8, gimana ini muncul," tutur dia.

Menanggapi pertanyaan itu, Suharso mengklaim, pihaknya telah melakukan pembahasan bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Adapun usulan diturukannya defisit bertujuan untuk memberikan ruang kepada pemerintah baru.

Baca juga: Siapkan RAPBN 2025, Sri Mulyani: Kita Terus Berkomunikasi dengan Orang Prabowo

"Karena kita belum memasukkan semua program-program dan belum sinkron dengan program presiden terpilih," katanya.

Lebih lanjut, Suharso bilang, sebenarnya pemerintah sudah memetakan kebutuhan anggaran terkait program pemerintah mendatang. Akan tetapi, keperluan secara detail baru akan ditentukan dalam pelakasanaan pemerintah baru.

"Supaya kita tidak salah, mungkin ada penekanan-penekanan tertentu di program A tapi tidak di program B itu konfigurasi itu yang kita harus pahami benar," tuturnya.

Baca juga: Makan Siang Gratis Masuk RAPBN 2025, Defisit Anggaran Berpotensi Melebar

Tanggapan Sri Mulyani

Ditemui setelah Rapat Bersama Komisi XI, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati enggan banyak bicara terkait permintaan diturunkannya target defisit. Ia mengatakan, usulan yang disampaikan oleh Suharso akan dibahas bersama DPR sesuai perumusan RAPBN 2025.

"Nanti dibahas saja," katanya.

Pernyataan senada disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara. Ia mengatakan, defisit yang diminta sebesar 1,5 hingga 1,8 persen akan dibahas di pertemuan berikutnya. Namun, pemerintah masih akan tetap menggunakan target defisit yang telah didesain rentang 2,45 - 2,82 persen terhadap PDB.

"Kita tetap di 2,45 persen hingga 2,82 persen, seperti yang di itu (KEM-PPKF)," ucap Suahasil.

Baca juga: Gambaran APBN Pertama Prabowo: Beban Utang Naik, Defisit Anggaran Melebar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Rupiah Diramal Jatuh ke Rp 16.800 Per Dollar AS, Akankah BI Naikkah Suku Bunga?

Rupiah Diramal Jatuh ke Rp 16.800 Per Dollar AS, Akankah BI Naikkah Suku Bunga?

Whats New
Peluang Perawat Indonesia Bekerja di Belanda Terbuka Lebar

Peluang Perawat Indonesia Bekerja di Belanda Terbuka Lebar

Work Smart
Pertamina dan PLN Masuk 10 Besar Perusahaan Energi Terbesar Asia Tenggara 2024 Versi Fortune

Pertamina dan PLN Masuk 10 Besar Perusahaan Energi Terbesar Asia Tenggara 2024 Versi Fortune

Whats New
Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja hingga 30 Juni 2024, Simak Persyaratannya

Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja hingga 30 Juni 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Cerita Tiarsih Bangun Kampung Rosella, Tingkatkan Ekonomi dari Komoditas Daerah

Cerita Tiarsih Bangun Kampung Rosella, Tingkatkan Ekonomi dari Komoditas Daerah

Smartpreneur
HUMI Bakal Bagikan Dividen Rp 18,04 Miliar

HUMI Bakal Bagikan Dividen Rp 18,04 Miliar

Whats New
Boeing Angkat Mantan Diplomat Australia Jadi Presiden Asia Tenggara

Boeing Angkat Mantan Diplomat Australia Jadi Presiden Asia Tenggara

Whats New
Holding BUMN Danareksa Bagi-bagi 212 Hewan Kurban ke 16.000 KK

Holding BUMN Danareksa Bagi-bagi 212 Hewan Kurban ke 16.000 KK

Whats New
Prudential Gandeng Mandiri Investasi, Luncurkan Subdana untuk Nasabah Standard Chartered

Prudential Gandeng Mandiri Investasi, Luncurkan Subdana untuk Nasabah Standard Chartered

Earn Smart
Pertamina Peringkat Ketiga Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara Versi Fortune 500

Pertamina Peringkat Ketiga Perusahaan Terbesar di Asia Tenggara Versi Fortune 500

Whats New
Marak PHK di Industri Tekstil, Asosiasi: Ribuan Pekerja Belum Terima Pesangon

Marak PHK di Industri Tekstil, Asosiasi: Ribuan Pekerja Belum Terima Pesangon

Whats New
Daya Saing Indonesia Terbaik ke-27 Dunia, Ungguli Jepang dan Malaysia

Daya Saing Indonesia Terbaik ke-27 Dunia, Ungguli Jepang dan Malaysia

Whats New
10 Raja Terkaya di Dunia, Raja Inggris Tak Masuk Daftar

10 Raja Terkaya di Dunia, Raja Inggris Tak Masuk Daftar

Earn Smart
BPR Perlu Percepatan Digitalisasi untuk Hadapi Tantangan Global

BPR Perlu Percepatan Digitalisasi untuk Hadapi Tantangan Global

Whats New
Apakah Indonesia Mampu Ciptakan “Kemandirian Beras”?

Apakah Indonesia Mampu Ciptakan “Kemandirian Beras”?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com