Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Stan Lee, Jagad Marvel, dan Kepahlawanan yang Didamba

STAN Lee is dead at 95! Saya mengetahuinya pertama kali dari berita CNN. Separuh dunia berduka. Mungkin kurang dari separuh. Mungkin hanya sedikit saja.
 
Tak banyak yang mengenal sosok Stan Lee. Ia adalah goresan pena di kepala sebelum wujud si Manusia Laba-Laba, Manusia Besi, Thor, Hulk dan manusia-manusia super lainnya tercetak di buku-buku komik puluhan tahun silam.

Stan Lee hanyalah sosok tak kasat mata yang peduli pada epik kepahlawanan, pada luka-luka yang tak kelihatan di balik kostum para pahlawan super yang diciptakannya.

Tak ada darah, hanya raut-raut muka letih dan lunglai para superheroes yang nyaris tumbang di tangan musuh-musuhnya.

Stan Lee tak berharap ia menjadi bagian di setiap kisah yang dia ciptakan itu. Menjadi bayangannya pun ia tak mau. Ia hanya ingin mengisahkan perlawanan tanpa henti. Saat komik bertransformasi di layar perak, Stan Lee tetaplah siluman yang duduk bersama para pemirsa.

Bukan soal perang atau perkelahian, tapi soal rasa kemanusiaan saat setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri-sendiri.
 
Bagaimana mungkin ia bisa menciptakan sosok Hulk yang liar di balik kulit lembut ilmuwan cerdas Bruce Banner, atau sosok pemuda lugu yang di saat lain kekar bergelantungan dengan jaring laba-labanya?

Tidakkah aneh Stan Lee selalu menyembunyikan sosok wajah di balik setiap topeng dan kostum para superhero-nya seolah pahlawan tak boleh dikenali jati diri mereka sebenarnya?

Hulk, Spiderman, Batman, Iron Man.... mengapa alter-ego mereka harus anonim?

Idealisme yang mulai luntur

Kematian Stan Lee seakan ingin menutup satu bab naskah selama lima dasa warsa yang belum selesai. Bab yang menumpahkan segala ketidak-solideran orang-orang terhadap sekitarnya, tak hanya kepada orang-orang lain, tapi juga kepada keadaan lingkungan serta dinamika kehidupan itu sendiri.

Bila bukan penutup bab, kematiannya seperti menjadi pause – jeda - perjuangan para superhero ciptaannya yang masih bergumul mengejar idealisme yang mulai luntur hari ini: kesetiakawanan, hasrat akan interaksi yang indah antar individu dan komunitas, suatu keadaan di mana setiap orang membutuhkan orang-orang lain sebagai pahlawan kehidupan mereka.
 
Kisah superhero versi Stan Lee memang selalu seperti itu: dihadapkan pada klimaks perlawanan antihero di tengah perseteruan internal di antara kelompok mereka sendiri.

Omong-omong, sudahkah anda menonton Captain America: Civil War, serta Avengers: Infinity War?
 
Menonton seri Avengers, juga X-Men dan Fantastic Four serasa mengulang kembali kisah masa kecil yang diceritakan paman saya tentang perang di Kurusetra (Kurukshetra) antara Pandawa dan Korawa demi memperebutkan tahta di istana Hasthinapura.

Keikhlasan Dretarastra menyerahkan kursi kepada Pandu tak diikuti dengan keikhlasan seratus anak Dretarastra. Setelah Pandu wafat, anak sulungnya, Yudhistira, menggantikannya naik tahta. Seratus anak Drestarastra tak terima. Perang tak terhindarkan antara bala Korawa melawan bala Pandawa.

Keikhlasan Dretarastra seharusnya menjadikannya superhero yang bisa menyelamatkan keberlangsungan pemerintahan damai di Hastinapura, tetapi seratus antihero Korawa telah merubah jalan cerita yang didambakan banyak orang. Perang meletus. Pandawa menang.

Pahlawan

Stan Lee, ...bukankah dia Sang Pandu yang keburu wafat saat perselisihan kekuatan di Hasthinapura sedang memuncak?

Siapa yang akan menyelamatkan Pandawa – superhero kita – dari ketidakpastian kehidupan pasca menang perang?

Siapa yang bisa memastikan idealisme para Avengers di jagad Marvel tetap berkobar di saat tak ada satu pun yang mampu memastikan bagaimana akhir ceritanya bila Thanos berhasil mempunahkan kehidupan?
 
Hampir setiap kisah epic melahirkan pahlawan baru saat pahlawan lama mati. Barangkali jagad Marvel adalah cara paling sederhana, untuk membuka mata si tua dan si muda, kita semua, bahwa pahlawan tidak boleh tidak ada. Ia harus selalu ada untuk memberi inspirasi agar kehidupan tetap berlangsung meski penuh kepahitan.
 
Dan itulah yang saya lihat sekarang. Anak-anak kita sudah memilih ‘pahlawannya’ sendiri-sendiri menurut versi mereka.

Saat saya mengetahui pahlawan seperti apa yang mereka puja, saya sedih. Pahlawan itu, ia telah membiarkan anak-anak muda kita hidup dalam dunia yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk kepedulian dan solidaritas pada sesama mereka. Tak ada lagi idealisme.

Mereka hanya ingin sendiri tak diganggu. Seolah tampak seperti Hasthinapura yang damai, padahal nurani mereka mungkin sudah kosong.
 
Saat meratapi kepergian Stan Lee, dan bagaimana solidaritas mati bersama skenario-skenario yang ditulisnya, saya jadi teringat sepenggal bait lagu ‘Hero’ yang dilantunkan dengan penuh rasa oleh Marriah Carrey....

”So when you feel like hope is gone, look inside you and be strong. And you'll finally see the truth, that a hero lies in you”.
 
Hmm, Stan Lee benar sekali, serdadu berpedang boleh mati, tapi pahlawan harus tetap ada, setidaknya di dalam diri kita, dan di dalam diri orang-orang lain yang bergumul bersama kita. Semoga.

https://money.kompas.com/read/2018/11/14/085609910/stan-lee-jagad-marvel-dan-kepahlawanan-yang-didamba

Terkini Lainnya

Great Eastern Life Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 208 Miliar Sepanjang 2023

Great Eastern Life Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 208 Miliar Sepanjang 2023

Whats New
Laba Emiten BRPT Milik Prajogo Pangestu Merosot, Ini Penyebabnya

Laba Emiten BRPT Milik Prajogo Pangestu Merosot, Ini Penyebabnya

Whats New
Tak Perlu ke Dukcapil, Ini Cara Cetak Kartu Keluarga secara Online

Tak Perlu ke Dukcapil, Ini Cara Cetak Kartu Keluarga secara Online

Earn Smart
Laba Bank Tumbuh Terbatas, Pengamat: Pengaruh Kondisi Ekonomi Secara Umum

Laba Bank Tumbuh Terbatas, Pengamat: Pengaruh Kondisi Ekonomi Secara Umum

Whats New
Jumlah Kunjungan Warga RI ke Singapura Meningkat Gara-gara Konser Taylor Swift

Jumlah Kunjungan Warga RI ke Singapura Meningkat Gara-gara Konser Taylor Swift

Whats New
Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Earn Smart
KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke