Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dua Sosok Tangan Kanan Chairul Tanjung di Petinggi Garuda

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk resmi memiliki direksi dan komisaris baru. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar Rabu (22/1/2020), Irfan Setiaputra didapuk jadi direktur utama yang baru.

Yang menarik, dua wajah lama di Garuda Indonesia yang merupakan dua perwakilan dari pengusaha Chairul Tanjung masing-masing mengisi posisi di dewan direksi dan komisaris. 

Lewat anak perusahaan CT Corp, PT Trans Airways, pengusaha yang akrab disapa CT ini jadi pemegang saham terbesar kedua dengan porsi 25,6 persen setelah Pemerintah Republik Indonesia yang mengendalikan 60,5 persen. 

Dua wakil CT tersebut yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.

Chairal Tanjung sendiri tak lain merupakan adik kandung dari CT. Mantan PNS di BPKP ini lama berkarir di perusahaan kakaknya tersebut.

Chairal Tanjung tercatat pernah menjabat sebagai komisaris di perusahaan-perusahaan di bawah CT Corp antara lain Bank PT Para Bandung Propertindo, PT Trans Studio, PT Asuransi Umum Mega, dan PT Asuransi Jiwa Mega Life.

Sebelum RUPSLB yang menempatkannya di posisi Wakil Komisaris Utama, Chairal Tanjung menjabat sebagai komisaris Garuda. Dia bersama wakil dari PT Trans Airways lainnya yakni Dony Oskaria yang juga menjabat sebagai komisaris sebelum RUPSLB.

Jika Chairal Tanjung menduduki posisi di dewan komisaris, Dony Oskaria saat ini didapuk masuk ke dewan direksi dengan menjadi Wakil Direktur Utama.

Seperti halnya Chairal Tanjung, Dony Oskaria juga banyak menghabiskan karirnya di perusahaan-perusahaan CT Corp.

Sejumlah posisi yang diembannya antara lain CEO Grup Antavaya, CEO Trans Luxury Hotel Bandung, CEO Trans Studio Bandung, dan CEO Trans Studio Makassar.

Polemik laporan keuangan

Yang menarik, dua komisaris dari perwakilan CT Corp ini pula yang pernah menolak menandatangani Laporan Keuangan GIAA di tahun 2018 silam.

Saat itu, keduanya yang menjabat sebagai komisaris GIAA, kompak menolak tanda tangan karena ada yang tidak sesuai dengan standar akuntansi dalam pencatatan pendapatan dari kerja sama Garuda Indonesia Group dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata).

Menurut mereka, seharusnya perusahaan mencatatkan rugi tahun berjalan. Pendapatan dari Mahata sebesar 239,94 juta dollar AS tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018 karena belum direalisasikan.

Pencatatan pengakuan pendapatan di laporan keuangan ini membuat Garuda Indonesia mengklaim untung sebesar 5,01 juta dollar AS.

Belakangan, Garuda akhirnya mengoreksi laporan keuangan 2018 atau restatement.

Sebagai inforasi, laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018 memunculkan polemik lantaran tiba-tiba maskapai plat merah itu mebukukan laba setelah sempat menelan kerugian.

Setelah diusut, ternyata keuntungan Garuda itu didapat dari kontrak kerja sama penyediaan layanan konektivitas wifi dalam penerbangan dan hiburan pesawat dari PT Mahata Aero Teknologi.

Namun, keuntungan itu masih berbentuk piutang. Kontrak inilah yang menjadi titik awal kisruh laporan keuangan 2018 yang akhirnya membuat Kementerian Keuangan, BPK, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bursa Efek Indonesia (BEI) turun tangan.

Ketiga otoritas tersebut mewajibkan Garuda untuk menyajikan ulang laporan keuangannya.

Adapun berdasarkan hasil penyajian ulang tersebut, Garuda Indonesia mencatatkan rugi bersih sebesar 175,02 juta dollar AS atau setara Rp 2,45 triliun dari sebelumnya laba sebesar 5,01 juta dollar AS.

"Dalam kaitan penyajian ulang Laporan Keuangan 2018, Garuda Indonesia mencatatkan laporan pendapatan usaha sebesar 4,37 miliar dollar AS, tidak mengalami perubahan dari laporan pendapatan sebelumnya," ujar Fuad Rizal, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda saat itu.

https://money.kompas.com/read/2020/01/22/142241326/dua-sosok-tangan-kanan-chairul-tanjung-di-petinggi-garuda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke