Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Makin Santer, Apa Sebetulnya Resesi Itu?

Pertumbuhan ekonomi yang negatif ini membuat RI masuk masa-masa jelang resesi, utamanya bila pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 kembali terkontraksi.

Bahkan beberapa pihak beranggapan, Indonesia sudah masuk fase resesi karena pertumbuhan secara kuartal ke kuartal telah negatif 2 kuartal berturut-turut.

Kalimat resesi ini akhirnya mengisi pendengaran kita sehari-hari. Lantas, apa itu resesi?

Mengutip publikasi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Kamis (6/8/2020), tidak ada definisi resmi tentang resesi. Tapi ada pengakuan umum istilah resesi mengacu pada periode penurunan aktifitas ekonomi.

Periode penurunan yang sangat singkat tidak dianggap sebagai resesi. Sebagian besar analis mendefinisikan resesi sebagai pertumbuhan ekonomi negatif berturut-turut selama dua kuartal atau lebih.

Di AS, Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) menggunakan definisi yang lebih luas dan mempertimbangkan sejumlah ukuran aktifitas untuk menentukan suatu negara terjadi resesi atau tidak.

Komite Penanggalan Siklus Bisnis NBER mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh komponen, berlangsung lebih dari beberapa bulan. Biasanya penurunan terlihat dalam produksi, pekerjaan, pendapatan riil, dan indikator lainnya.

Meskipun ekonomi dapat menunjukkan tanda-tanda pelemahan berbulan-bulan sebelum resesi dimulai, proses untuk menentukan apakah suatu negara benar-benar berada dalam resesi seringkali membutuhkan waktu.

Misalnya, perlu waktu satu tahun bagi komite NBER untuk mengumumkan awal dan akhir dari resesi AS. Proses pengambilan keputusan melibatkan penurunan yang luas dalam kegiatan ekonomi selama periode waktu yang lama, setelah mengumpulkan dan memilah-milah banyak variabel.

Mengapa resesi terjadi?

Ada berbagai alasan mengapa resesi bisa terjadi. Salah satunya berkaitan dengan perubahan harga komoditas yang terlalu tajam, yang biasanya digunakan dalam memproduksi barang dan jasa.

Misalnya saja, kenaikan harga minyak yang membuat energi mahal. Saat energi mahal, harga-harga lain akan meningkat secara keseluruhan dan menyebabkan penurunan permintaan.

Resesi juga dapat dipicu oleh keputusan suatu negara untuk mengurangi inflasi dengan menerapkan kebijakan moneter atau fiskal yang kontraktif. Jika digunakan secara berlebihan, kebijakan tersebut dapat menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa, yang pada akhirnya mengakibatkan resesi.

Pemicu lainnya, seperti yang dimulai pada tahun 2007, bersumber dari permasalahan pasar keuangan. Kenaikan tajam dalam harga aset dan ekspansi kredit yang cepat sering kali bertepatan dengan akumulasi utang yang cepat.

Karena perusahaan dan rumah tangga bekerja terlalu keras dan menghadapi kesulitan dalam memenuhi kewajiban hutangnya, mereka mengurangi investasi dan konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi.

Resesi juga dapat disebabkan oleh penurunan permintaan eksternal, terutama di negara-negara dengan sektor ekspor yang kuat. Efek merugikan dari resesi di negara-negara besar — seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat — dengan cepat dirasakan oleh mitra dagang regionalnya.

Pada 2020 ini, resesi terjadi karena wabah Covid-19 yang akhirnya berdampak pertumbuhan ekonomi karena pergerakan manusia dibatasi untuk mencegah penularan virus.

Karena resesi memiliki banyak penyebab potensial, maka sulit untuk memprediksinya.

Mengutip Business Insider, ada beberapa penyebab resesi terjadi. Sebab penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan biasanya dipicu oleh kombinasi faktor-faktor yang kompleks dan saling berhubungan, termasuk:

1. Guncangan ekonomi

 Peristiwatak terduga yang menyebabkan gangguan ekonomi yang meluas, seperti bencana alam atau serangan teroris maupun wabah penyakit.

2. Kehilangan kepercayaan konsumen.

Ketika konsumen mengkhawatirkan keadaan ekonomi, mereka akan memperlambat pengeluaran dan menyimpan/menabung sebisa mungkin. Informasi saja, pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung dari belanja konsumen dengan porsi lebih dari 50 persen.

Karena perlambatan konsumsi inilah perekonomian dapat melambat secara drastis.

3. Suku bunga tinggi.

Suku bunga tinggi membuat konsumen yang ingin membeli rumah, mobil, dan pembelian besar lainnya menjadi sangat mahal. Perusahaan akhirnya mengurangi pengeluaran dan rencana pertumbuhan usaha karena pembiayaan terlalu tinggi itu.

4. Deflasi

Deflasi berarti harga produk dan aset turun karena penurunan permintaan yang besar. Ketika permintaan turun, harga pun ikut turun. Orang-orang yang menunda pembelian karena menunggu harga yang lebih rendah menyebabkan spiral aktivitas ekonomi yang lambat.

 5.Gelembung aset 

Dalamgelembung aset, harga barang-barang seperti saham teknologi di era dot-com atau aset lainnya naik dengan cepat karena pembeli percaya bahwa harga akan terus meningkat.

Tapi kemudian gelembung pecah, orang-orang kehilangan apa yang mereka miliki yang menyebabkan ketakutan muncul. Akibatnya, orang dan perusahaan menarik kembali pengeluaran yang akhirnya memberi jalan pada resesi ekonomi.

https://money.kompas.com/read/2020/08/06/110800026/makin-santer-apa-sebetulnya-resesi-itu

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke