Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah Jorjoran Gelontorkan Anggaran PEN, tetapi Laju Konsumsi Masih Tertahan, Kok Bisa?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi telah menyebabkan perekonomian Indonesia terperosok ke jurang resesi.

Pasalnya, laju perekonomian Indonesia selama dua kuartal berturut-turut telah mengalami kontraksi, yakni -5,32 persen di kuartal II-2020 dilanjutkan dengan -3,49 persen di kuartal III.

Realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III ini pun meleset cukup jauh dari proyeksi pemerintah, yakni di kisaran -1 persen hingga -2,9 persen.

Padahal, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 695,2 triliun untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Data terbaru, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) menyatakan hingga 2 November anggaran PEN baru tersalurkan sebesar Rp 366,86 triliun atau 52,8 persen.

Bila lebih dirinci, penyerapan program Perlindungan Sosial merupakan yang paling tinggi.

Hingga 2 November, realisasinya telah mencapai Rp 176,38 triliun atau 86,51 persen dari pagu Rp 203,9 triliun. 

Selain itu, untuk program kesehatan sudah terealisasi 31,14 triliun dari pagu Rp 87,55 triliun atau 35,57 persen.

Sementara itu, insentif usaha realisasinya Rp 35,49 triliun atau 29,43 persen dari pagu Rp 120,61 triliun.

Sementara pada program lainnya yaitu UMKM, realisasinya Rp 93,59 triliun atau 75,81 persen dari pagu Rp 123,47 triliun, sektoral kementerian atau lembaga dan pemda realisasinya Rp 30,25 triliun atau 28,51 persen dari pagu Rp 106,11 triliun.

Adapun pembiayaan korporasi masih 0 persen dari pagu Rp 53,6 triliun.

Laju konsumsi masih tertekan

Meski realisasi penyaluran bansos sudah cukup tinggi, yakni 86,51 persen dari pagu, nyatanya konsumsi rumah tangga masih tertekan.

Laju konsumsi rumah tangga tercatat masih minus 4,04 persen, meski lebih baik dari kuartal sebelumnya yang minus 5,52 persen.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, konsumsi rumah tangga ini terkontraksi karena daya beli masyarakat yang juga masih rendah.

Meskipun dinilai mulai ada perbaikan dari kuartal sebelumnya.

"Konsumsi masih minus, tapi tidak sedalam kuartal II. Dan ini menunjukkan arah pemulihan ke arah yang positif," ujar Suhariyanto.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, perbaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga terjadi karena ada dorongan dari belanja pemerintah dalam bentuk bantuan sosial.

Sementara, masyarakat kelas menengah yang tidak menjadi sasaran bansos cenderung menahan konsumsi mereka.

"Konsumsi kelas menengah atas masih terbatas karena kondisi Covid-19 memang belum berakhir," ujar Sri Mulyani ketika memberikan penjelasan dalam konferensi pers terkait pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020, Kamis (5/11/2020).

Data BPS menunjukkan, konsumsi pemerintah menjadi satu-satu sumber ekonomi dari sisi pengeluaran yang mencatat pertumbuhan positif.

Pada kuartal III 2020, konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 9,76 persen. Meski demikian, kontribusi konsumsi pemerintah terhadap struktur PDB hanya sebesar 9,69 persen.

Konsumsi rumah tangga yang masih melambat pun menjadi penyebab utama pertumbuhan ekonomi minus hingga 3,49 persen (yoy) di kuartal III.

Sebab, kontribusi konsumsi ke PDB sebesar 57 persen.

"Karakteristik konsumsi kelas menengah ke atas didominasi barang dan jasa yang sensitif terhadap mobilitas. Dengan adanya Covid-19 mobilitas terbatas, maka konsumsi menengah atas menjadi tertahan," jelas Sri Mulyani.

Pelaksanaan PEN belum efektif

Ekonom BCA David Sumual menilai, salah satu penyebab dalamnya kontraksi ekonomi dari perkiraan adalah realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang belum optimal.

"(Pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020) sedikit lebih buruk atau lebih rendah dari perkiraan. Menurut saya ada beberapa faktor, pertama karena PEN yang belum efektif," ujar David kepada Kompas.com.

"Selain itu, belanja pemerintah daerah dan dana desa itu juga belum efektif. Ini memang biasanya di akhir tahun baru kelihatan, di kuartal IV-2020," imbuh David.

Penyebab lainnya adalah pengetatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah Jakarta sepanjang 14 September hingga 11 Oktober 2020.

Menurut David, kebijakan tersebut sangat mempengaruhi pergerakan ekonomi.

"September-Oktober kan PSBB diperketat lagi, itu berpengaruh ke mobilitas dan transaksi," kata dia.

Oleh sebab itu, ia menilai, satu-satunya upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengerek perekonomian adalah dengan optimalisasi anggaran PEN.

David menyatakan, akan lebih berdampak jika penyaluran bantuan sosial (bansos) bisa berbentuk uang tunai.

Selain itu, bisa pula dengan mendorong relaksasi pajak bagi para pelaku usaha, meningkatkan insentif bagi para pengangguran yang terdampak pandemi, serta mendorong implementasi skema cash for work atau pencairan tunai untuk program padat karya.

Senada, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, efektivitas belanja PEN yang rendah menjadi salah satu pendorong lebih dalamnya kontraksi ekonomi dari perkiraan.

Ia menilai, terdapat kesalahan konsep stimulus dalam PEN.

Misalnya, kartu prakerja yang tetap dilanjutkan meskipun target sasaran tidak fokus, dan training secara online belum dibutuhkan dalam situasi masyarakat membutuhkan bantuan langsung.

"Masalah lain dari PEN adalah program subsidi bunga yang serapannya relatif rendah, karena pemerintah terlalu andalkan jasa keuangan konvensional atau perbankan dalam penyelamatan UMKM, bukan andalkan koperasi atau pelaku keuangan mikro yang lebih memahami karakteristik debitur UMKM," jelas Bhima.

Oleh sebab itu, Bhima menilai akan lebih tepat untuk pemerintah merombak total seluruh program PEN yang pencairannya macet dan konsepnya bermasalah.

"Sebagai contoh kartu prakerja, subsidi bunga, dan penempatan dana pemerintah di perbankan," pungkasnya.

https://money.kompas.com/read/2020/11/06/111524026/pemerintah-jorjoran-gelontorkan-anggaran-pen-tetapi-laju-konsumsi-masih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke