Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Pengusaha Batik Ecoprint Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

Memulai usaha ecoprint sejak akhir tahun 2018, Pintya mengaku sempat mengalami kendala di awal pandemi Covid-19.

Namun demikian, dengan usaha yang giat, inovasi produk, serta strategi usaha yang disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19, membuat bisnis miliknya tetap bertahan.

Dengan 4 orang karyawan yang bekerja saat ini, Pintya mengaku untuk tetap bertahan, dirinya fokus kepada operasional inti, seperti pembelian bahan baku dari produk yang banyak terjual.

“Pastinya untuk dunia craft & fashion ada penurunan di masa awal pandemi namun setelahnya tetap harus bangkit dan melakukan inovasi produk maupun jasa. Berangsur-angsur usaha dan pendapatannya kembali naik walau belum sebaik sebelum pandemi,” jelas Pintya kepada Kompas.com, Jumat (6/11/2020).

Wanita berhijab ini mengaku, pada tiga bulan pertama saat Covid-19 melanda, usahanya sempat mengalami penurunan pendapatan sebanyak 70 persen.

Namun setelah 6 bulan perlahan usahanya mulai kembali pulih meskipun pendapatannya masih turun sekitar 30 persen sampai dengan 35 persen.

Ecoprint merupakan pengolahan kain dengan penggunaan berbagai sumber kekayaan alam, seperti daun, bunga, maupun batang pohon, sehingga lebih lebih alami dan eco-friendly.

“Ecofriendly product, mendukung slow fashion dan juga menjadi tren saat ini. Masyarakat cenderung lebih menyukai hal yang alami, dan exclusive product. Apalagi, jumlahnya terbatas dan tidak pasaran,” jelas dia.

Di sisi lain, perkembangan ecoprint kian dikenal saat ini. Menurut Pintya, konsumen produk tekstil saat ini sudah aware, sehingga kerajinan ecorprint pun mempunyai daya tarik. Apalagi, saat ini ecoprint tidak hanya sekedar busana saja.

Sementara itu, untuk perawatan kain ecoprint tidak ubahnya dengan batik yang bertahan sekitar dua tahun dengan penggunaan rutin. Pintya mengatakan, kain ecoprint bisa dicuci dengan tangan dan sabun khusus batik atau soft detergent. Kemudian, kain dapat dijemur di tempat teduh.

“Tekstil dengan pewarna sintetis saja jika tidak dirawat engan baik bisa meluruh, jadi jika punya pakaian atau kain warna alam seharusnya dirawat dengan baik,” ungkap dia.

Dia mengaku produk ecoprint sudah pernah ikut pameran di berbagai negara, seperti Jepang, Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Sementara untuk harga, Pintya pun mematok harga produknya variatif. Untuk produk masker ecoprint mimslanya dijual mulai Rp 19.000 hingga Rp 22.500. Sedangkan untuk baju dan kain, berkisar Rp 250.000 sampai Rp 1,5 juta.

https://money.kompas.com/read/2020/11/09/073500426/cerita-pengusaha-batik-ecoprint-bertahan-di-tengah-pandemi-covid-19

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke