Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pengusaha Keluhkan Praktik “Illegal Cross-Border” di Platform E-Commerce

Para pengusaha pemegang hak impor produk kecantikan internasional seperti Sociolla, Nature Republic, dan PeriPera, mengadu ke Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) terkait dugaan praktik illegal cross border yang terjadi dalam platform e-commerce di Indonesia.

Mereka melakukan audensi dengan Deputi Bidang Usaha Kecil & Menengah Hanung Harimba Rachman.

Dalam audiensi tersebut, para pelaku usaha menyampaikan keluhan dan paparan data perihal potensi terjadinya praktik illegal cross border  pada platform e-commerce yang berdampak buruk, tidak hanya untuk pengusaha pemegang hak impor resmi, namun juga pelaku UMKM lokal.

Salah satu peserta audiensi, Franseda yang merupakan pemilik hak impor eksklusif Nature Republik mengatakan, selama ini proses legal terus mereka lakukan baik dari laporan, aduan, dan lainnya, tapi praktik ilegal terus terjadi.

Dia berharap ada perlindungan menyeluruh bagi pelaku usaha. Dia juga meminta investigasi kemungkinan terjadinya pelanggaran dan penyempurnaan regulasi.

"Kami merasa perlu menyampaikan temuan, kerugian, dan ketidakadilan, serta kemungkinan efek negatif yang dapat timbul di kemudian hari bagi perekonomian di Indonesia khususnya bagi pelaku UMKM,” ujarnya dalam pertemuan tersebut mengutip siaran resminya, Selasa (16/3/2021).

Sementara John Rasjid dari Sociolla meminta pemerintah dapat melakukan pengkajian peraturan yang memberi celah praktik tidak sehat dari cross border e-commerce.

Dia mengatakan, praktik illegal cross border yang terjadi di e-commerce merugikan perusahaan pemegang lisensi resmi.

Dia menilai jika praktik itu tidak diregulasi dengan baik, maka akan merugikan banyak pihak. Pengusaha akan mengalami kerugian karena produk mereka akan kalah bersaing dengan produk ilegal yang harganya jauh lebih murah.

Oleh sebab itu dia menyarankan pemerintah membentuk task force untuk memantau kegiatan marketplace e-commerce dengan seksama demi menghindari terjadinya praktik yang merugikan konsumen.

Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Usaha Kecil & Menengah Hanung Harimba Rachman mengatakan, pelindungan pemerintah terhadap UMKM terkait produk yang masuk dari negara lain, telah dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK/010/2019 yang menurunkan ambang batas bea masuk barang kiriman dari 75 dollar AS menjadi 3 dollar AS dan barang impor di atas 3 dollar AS dikenai tarif pajak sebesar 17,5 persen yang terdiri dari bea masuk 7,5 persen PPN 10 persen, dan PPh 0 persen.

Di sisi lain PP 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga telah mengatur berkenaan aktivitas perdagangan melalui platform digital seperti e-commerce.


Hanung bilang keberpihakan yang kuat dan pelindungan terhadap UMKM tercermin dari berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Lewat UU tersebut, UMKM diberikan kemudahan dari perizinan, akses pasar, rantai pasok, hingga akses pembiayaan.

Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM juga telah resmi diundangkan.

“PP ini menjadi krusial sebagai upaya pemerintah melindungi UMKM dari praktik predatory pricing. KemenkopUKM akan memastikan pelindungan terhadap produk Koperasi & UMKM menjadi prioritas utama,” ujar Hanung.

Hanung menambahkan, pihaknya juga akan berkoordinasi dan bekerja sama lintas kementerian/lembaga karena pengelolaannya berada di luar KemenkopUKM.

https://money.kompas.com/read/2021/03/16/143400026/pengusaha-keluhkan-praktik-illegal-cross-border-di-platform-e-commerce

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke