Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Nekat Melanggar Larangan Mudik Bisa Ditilang Polisi?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memberlakukan kebijakan larangan mudik 2021 selama 6-17 Mei. Selain itu, pemerintah juga memperketat syarat bepergian atau pengetatan sebelum dan sesudah larangan mudik Lebaran 2021.

Regulasi larangan mudik Lebaran 2021 diatur dalam Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 dari Satgas Penanganan Covid-19 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.

Sementara pengetatan bepergian itu tertuang dalam Addendum Surat Edaran Satuan Tugas (SE Satgas) Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021.

Pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) 2 pekan sebelum dan sepekan setelah masa peniadaan mudik, yakni 22 April-5 Mei 2021 dan 18-24 Mei 2021.

Larangan mudik Lebaran 2021 tersebut berlaku untuk seluruh moda transportasi baik darat, udara, laut, maupun kereta api. Lalu berlalu untuk semua lintas perjalanan antar kabupaten/kota, antar provinsi, maupun antara negara.

Kemudian, aturan larangan mudik 2021 tidak berlaku untuk distribusi kendaraan logistik. Selain itu, aturan larangan mudik Lebaran 2021 juga tak berlaku untuk mereka yang bekerja atau dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka, ibu hamil dan persalinan.

Kasubag Dalops Korlantas Polri, AKBP Dhafi mengungkapkan kepolisian telah menyiapkan 381 titik penyekatan untuk mencegah masyarakat melakukan mudik Lebaran 2021/Idul Fitri 1442 H.

Ia juga meminta masyarakat untuk tidak memaksakan diri mudik dengan berbagai cara.

Ia juga menegaskan, tidak ada sanksi yang akan diberikan polisi kepada pemudik yang melanggar kebijakan larangan mudik. Namun, jika pemudik melanggar undang-undang lalu lintas seperti melanggar batas kecepatan, muatan atau lainnya, kemungkinan akan dikenakan pelanggaran.

"Tidak ada penindakan hukum lain selama tidak melanggar aturan perundangan di jalan raya. Hanya dibalikkan atau diputarbalikkan. Tidak ada kurungan," kata Dhafi dilansir dari Antara, Jumat (7/5/2021).

Polisi, lanjut AKBP Dhafi, juga akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pasalnya, orang yang pergi untuk keperluan pekerjaan dan keperluan darurat masih diperbolehkan untuk melintas.

"Diawali pemeriksaan kalau memang dia bukan mudik, harus ada beberapa tahapan administrasi, surat izin, bebas Covid-19, rapid test juga dicek. Kalau itu dipenuhi dan untuk keperluan pekerjaan atau urgent, diperbolehkan selama tidak mudik," terang AKBP Dhafi.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Marta Hardi Sarwono, mengungkapkan banyak pemudik yang berharap bisa beruntung dan lolos dari titik-titik penyekatan yang dijaga polisi.

"Untuk masyarakat, jangan dibiasakan untung-untungan. Kalau lolos di penyekatan pertama, bisa kena di penyekatan kedua," kata Hardi.

"Di penyekatan kedua lolos, masuk ke penyekatan ketiga. Kalau misal lolos semua, sampai destinasi bisa didatangi dan dilaporkan tetangga. Kalau terdeteksi (positif), ya masuk tempat isolasi yang disiapkan pemda," kata dia lagi.

Survei Litbang Kompas

Banyak masyarakat menilai penyekatan tidak efektif menghalau pemudik. Hal tersebut berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Kompas.

Survei ini dilakukan terhadap 520 responden yang berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi di Indonesia. Pengumpulan pendapat dilakukan sepanjang 13-15 Maret 2021.

Salah satu survei menunjukkan penilaian responden terhadap penyekatan jalur antar kota/provinsi untuk melarang pergerakan kendaraan umum atau pribadi sebagai moda transportasi untuk mudik.

Hasilnya 3,5 persen responden menyatakan sangat efektif dan 44 persen merasa efektif. Sementara 40,2 persen responden merasa tidak efektif, 1,9 persen menilai sangat tidak efektif, dan sisanya 10,4 persen tidak tahu.

Peneliti Litbang Kompas Eren Masyukrilla mengatakan, salah satu yang menjadi sorotan dari hasil survei ini adalah ternyata cukup besar pula persentase penilaian masyarakat terkait penyekatan jalan yang merasa tak efektif.

"Hal yang juga menjadi sorotan dan dinilai tidak efektif adalah penyekatan, yang saat ini juga sedang masif dilakukan oleh pihak Kepolisian dan Kemenhub di banyak ruas jalur dan perbatasan antar wilayah," ujar Eren dalam diskusi virtual.

Penilaian masyarakat tersebut berdasarkan realisasi penerapan larangan mudik di tahun lalu. Di mana penyekatan atau pemeriksaan pada titik dan waktu tertentu tidak berjalan dengan optimal.

Misalnya pengawasan di malam hari yang lebih longgar dibandingkan pagi dan siang hari. Selain itu, dalam kondisi hujan pengawasan juga menjadi tidak ketat oleh para petugas.

Hal itu menjadi celah bagi banyak masyarakat yang nekat mudik tetap lolos meski pada periode penerapan kebijakan pelarangan.

"Itu menjadi celah kebocoran dari pemudik tahun lalu, yang bisa melewati posko-posko pemeriksanaan, karena memang tidak ada yang jaga. Nah ini mengapa dinilai (penyekatan) tidak efektif," jelasnya.

Oleh sebab itu, lanjut Eren, perlu komitmen para petugas untuk konsisten menjaga titik penyekatan dan melakukan pemeriksaan agar penerapan kebijkan bisa optimal.

Selain itu, perlu juga upaya untuk mengantisipasi jalur-jalur alternatif atau jalur tikus yang kerap kali digunakan masyarakat yang nekat mudik untuk menghindari pengawasan.

"Kalau memang mau lakukan penyekatan, mau penindakan tegas terhadap arus lalu lintas di perbatasan antar kota, memang perlu dilakukan secara terus-menerus, dalam artian tidak boleh berikan celah kepada pelaku mudik, nah itu baru akan optimal," pungkas Eren.

https://money.kompas.com/read/2021/05/07/081328226/apakah-nekat-melanggar-larangan-mudik-bisa-ditilang-polisi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke