Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Minyak Jelantah Masih Digunakan untuk Pangan, Harganya di Bawah Rp 5.000 Per Liter

JAKARTA, KOMPAS.com – Di Indonesia, konsumsi minyak goreng per tahun cenderung stagnan.

Hal ini karena masih banyak masyarakat yang menggunakan minyak jelantah sebagai bahan baku untuk pangan.

Padahal, minyak jelantah mengandung senyawa karsinogenik atau zat yang bisa menjadi penyebab penyakit kanker.

Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Bernard Riedo mengungkapkan, konsumsi minyak goreng di Indonesia per tahun sekitar 7 juta ton hingga 8 juta ton per tahun.

Sementara minyak goreng jelantah yang dihasilkan dari konsumsi tersebut 3 juta ton per tahun.

“Saat ini minyak jelantah menjadi barang yang dapat diperjual belikan, ada pembeilnya, ada pengumpul, dan eksportir. Sayangnya ini sepenuhnya belum disadari mengingat konsumsi minyak jelantah pada makanan seperti gorengan masih cukup besar, dan minyak jelantah masih banyak digunakan masyarakat," jelas Bernard secara virtual, Rabu (23/6/2021).

Bernard mengatakan, saat ini dibutuhkan regulasi khusus terkait dengan pemanfaatan minyak jelantah, agar tidak kembali dikonsumsi masyarakat, utamanya untuk bahan baku pangan.

“Pemanfaatkan minyak jelantah perlu diawasi, diatur, kami berharap bisa ada kerja sama dengan pemerintah dalam melakukan terobosan terkait kebijakan dan pengaturan sehingga minyak jelantah bisa didaur ulang untuk konsumsi lainnya, selain pangan,” ujar dia.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Eddy Abdurrachman mengungkapkan, terjadinya stagnasi pada konsumsi minyak goreng juga sebagai akibat dari penggunaan minyak jelantah yang tidak seharusnya.

Menurut dia, saat ini masih banyak ditemukan minyak goreng hasil reproses minyak jelantah, jumlahnya sekitar 16-22 persen.

Padahal, minat negara lain untuk membeli minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel cukup tinggi, bahkan dengan harga mahal.

“Beberapa tahun terakhir konsumsi minyak goreng stagnan, salah satu penyebabnya adalah sebagaian masyarakat belum menggunakan minyak goreng dengan cara yang dianjurkan dan digunakan berkali-kali. Dari sisi kesehatan, minyak jelantah membahayakan kesehatan dan nutrisinya sudah hilang,” ujar Eddy.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdalifah Machmud mengungkapkan, minyak jelantah yang berasal dari minyak goreng kemasan atau curah mengandung senyawan karsinogenik yang terbentuk dari proses penggorengan, tempratur tinggi, yang membuat kerusakan pada struktur kimia minyak goreng.

“Jika penggunaan minyak goreng jelantah terus dilakukan akan meningkatkan risiko kanker. Untuk minyak goreng curah, hanya satu kali penyaringan, sementara kemasan dua kali penyaringan. Minyak goreng curah terpapar oksigen dan cahaya lebih besar daripada kemasan, maka itu jelantah dair curah akan lebih berbahaya daripada jelantah dari minyak goreng kemasan,” ungkap Musdalifah.

Ia menambahkan, acuan teknis penggunaan minyak goreng aman di Indonesia menggunakan SNI 7709 tahun 2019.

Penggunaan jelantah yang tepat hanyalah untuk biodiesel.

Saat ini, ada beberapa perusahaan besar yang menggunakan minyak jelantah untuk biodiesel seperti Aqua, Adaro, Unilever, dan Cargill.

“Minyak goreng jelantah itu, mayoritas produsennya di Bogor, Jakarta, dan Denpasar dengan rentang harga Rp 2.500 sampai Rp 4.700 per liter. Saat ini PT BGR (persero) bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta menggunakan biodiesel pada shuttle bus bandara Soekarno Hatta,” ujar Musdalifah.

https://money.kompas.com/read/2021/06/23/160853526/minyak-jelantah-masih-digunakan-untuk-pangan-harganya-di-bawah-rp-5000-per

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke