Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Relaksasi Restrukturisasi Kredit Diperpanjang, Ini Komentar Perbankan Nasional

Hal Ini dilakukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan juga stabilitas perbankan.

Keputusan yang akan dimuat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perubahan Kedua atas POJK Stimulus Covid 19 itu disambut baik oleh perbankan.

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) menilai, perpanjangan masa relaksasi itu dapat membantu perseroan untuk menjaga kinerja debitur restrukturisasi, yang saat ini trennya terus mengalami perbaikan.

"BNI sangat menyambut baik kebijakan terkait perpanjangan restrukturisasi dari OJK menjadi 31 Maret 2022," kata Sekretaris Perusahaan BNI, Mucharom, kepada Kompas.com, Jumat (3/9/2021).

Mucharom mengatakan, sampai dengan Juli 2021, posisi kredit yang direstrukturisasi oleh BNI mencapai Rp 81,5 triliun, turun sekitar Rp 20,8 triliun dari posisi Desember 2020 sebesar Rp 102,3 triliun.

Penyusutan itu juga diikuti oleh menurunnya loan at risk (LaR) BNI, dari Rp 158,5 triliun atau setara 28,74 persen total kredit pada Desember 2020, menjadi Rp 147,9 triliun atau setara 26,28 persen pada Juli 2021.

Dengan adanya masa perpanjangan itu, BNI akan terus menjaga kualitas kredit yang direstrukturisasi, dengan meningkatkan kualitas kredit melalui perbaikan manajemen risiko dan sejumlah inisiatif.

Pertama, bank dengan kode emiten BBNI itu akan melakukan perbaikan end to end credit process business banking dan consumer, meliputi estimasi arus kas atau pipeline management, underwriting process, dan juga monitoring.

Kemudian, Mucharom mengatakan, pihaknya akan melakukan evaluasi dan penyempurnaan proses pengelolaan LaR secara berkala, dengan memisahkan pengelolaan debitur LaR dan debitur non LaR.

"Melakukan monitoring kredit secara disiplin melalui review debitur watchlist/LAR yang dilakukan secara periodik (bulanan) telah dilakukan secara berkala pada forum LaR, KPR, Pemantauan portofolio management," kata Mucharom.

Sementara itu, Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Hera F Haryn menilai, perpanjangan restrukturisasi kredit dilakukan untuk mengantisipasi dampak dari ketidakpastian Covid-19.

Saat ini, bank swasta terbesar itu, secara proaktif masih melakukan restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19, yang sesuai dengan kebijakan pemerintah.

"Skema restrukturisasi disesuaikan dengan analisis kondisi dan kebutuhan debitur, serta melakukan pemantauan secara ketat. Diharapkan sampai dengan waktu yang diberikan oleh regulator beberapa debitur yang terdampak dapat pulih kembali," tutur Hera.

Hingga Juni 2021, BCA mencatat terdapat 13,9 persen atau Rp 80,5 triliun dari total kredit yang merupakan kredit restruktur tingkat ketertagihan atau collectable 1.

BCA memproyeksikan, sekitar 35 persen nasabah tersebut akan kembali ke pembayaran normal. Pada saat bersamaan, diproyeksi masih ada sekitar 45 persen sampai 50 persen nasabah yang membutuhkan restrukturisasi lanjutan.

Untuk mengantisipasi ketidakpastikan, sepanjang semester I-2021 BCA mencatatkan pembentukan biaya provisi sebesar Rp 6,5 triliun, relatif sama dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Selain itu, kami juga masih melakukan monitoring secara intens terkait kondisi saat ini, khususnya di tengah situasi PPKM dalam rangka menekan laju penularan pandemi Covid-19 menuju pemulihan ekonomi nasional," tutur Hera.

Pelaksanaan perpanjangan restrukturisasi kredit juga dinilai penting bagi pelaku usaha, khususnya segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), mengingat pemerintah masih menerapkan kebijakan pembatasan pergerakan kegiatan masyarakat (PPKM).

"BRI menilai hal tersebut sangat positif, karena program restrukturisasi sendiri sangat bermanfaat bagi pelaku UMKM serta bagi bank dalam menjaga kualitas kredit yang disalurkan," kata Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, (BRI) Aestika Oryza Gunarto.

Aestika mengatakan, program restrukturisasi kredit yang dilakukan BRI berjalan dengan baik. Ini terefleksikan dari menurutnya outstanding kredit restrukturisasi sebesar Rp 55,4 triliun menjadi Rp 175,1 triliun pada Juni 2021.

Meski mengalami penysutan, BRI disebut telah mengusulkan perpanjangan pelaksanaan restrukturisasi kredit kepada pemerintah sejak beberapa waktu lalu.

"BRI telah mengusulkan agar perpanjangan program restruk dapat diperpanjang hingga tahun 2024 dengan asumsi masih belum adanya kepastian kapan pandemi berakhir," ucap Aestika.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, keputusan perpanjangan restruturisasi diambil untuk menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas perbankan.

"Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM," kata dia, dalam keterangannya, Kamis (2/9/2021).

"Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran Covid 19 maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023," tambahnya.

Wimboh menyebutkan, saat ini perbankan terus menunjukan perbaikan. Hal itu terefleksikan dari pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka LaR yang menunjukkan tren menurun namun masih relatif tinggi.

Namun demikian, angka rasio kredit macet (non performing loan/NPL) mengalami peningkatan dari 3,06 persen pada Desember 2020, menjadi 3,35 persen pada Juli 2021.

https://money.kompas.com/read/2021/09/03/181000826/relaksasi-restrukturisasi-kredit-diperpanjang-ini-komentar-perbankan-nasional

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke