Apakah fenomena tersebut bisa terjadi di Indonesia?
Pengamat ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak mengatakan, fenomena tersebut tidak akan terjadi di Indonesia. Alasannya, di Indonesia para pekerja yang menganggur tidak ditopang adanya jaminan sosial dari negara.
"Di Amerika Serikat, penganggur otomatis dapat jaminan sosial yang cukup untuk hidup, dan dia dengan mudah secara diam-diam mencari kerja harian yang bebas dari pajak," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (13/10/2021).
"Di Indonesia, pegawai mengundurkan tidak mendapat jaminan, dan dia tetap sulit mencari pekerjaan. Jadi saya kira, gejala di Amerika Setikat tidak terjadi di Indonesia," lanjut dia.
Sementara pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia (UI) Aloysius Uwiyono mengatakan, di AS peluang para pekerja untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan lain terbuka lebar.
"Situasi industrial relation di AS berbeda dengan di Indonesia. Ini akan berpengaruh terhadap sikap mengundurkan diri pekerja AS yang menuntut kenaikan gaji. Kesempatan kerja di AS masih besar sehingga tuntutan kenaikan gaji masih memungkinkan ganti atau pilih pekerjaan," ucapnya.
Kondisi itu berbeda dengan yang ada di RI. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan lebih rendah dibandingkan di AS. Selain itu dampak pandemi Covid-19 juga sangat memberatkan bagi perekonomian Indonesia.
"Di Indonesia, kesempatan kerja di Indonesia sangat sempit sehingga tidak memungkinkan bagi pekerja untuk memilih ganti pekerjaan jika tuntutan kenaikan gaji tidak dikabulkan. Apalagi jumlah PHK pada masa pandemi Covid-19 masih sangat tinggi," kata Aloysius.
Seperti diberitakan, banyak anggota masyarakat AS yang lebih memilih untuk berhenti kerja dibanding harus kembali bekerja di kantor (work from office/WFO) secara penuh.
Laporan Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) mengungkapkan, Negeri Paman Sam itu mencatat rekor terbaru dengan 4,3 juta orang memilih berhenti kerja pada Agustus 2021.
Mengutip CNN, jumlah pekerja yang berhenti naik sekitar 242.000 orang dibanding bulan Juli. Sebabnya, banyak pekerja yang menuntut gaji lebih tinggi, kondisi kerja yang lebih baik, dan pengaturan kerja yang lebih fleksibel. Jumlah orang yang berhenti kerja ini meningkat di bidang akomodasi dan layanan makanan, perdagangan grosir, serta pendidikan negara bagian dan lokal.
"Jika Anda tidak senang dengan pekerjaan Anda atau menginginkan kenaikan gaji, di lingkungan saat ini cukup mudah untuk mencari pekerjaan baru. Kami melihat orang-orang memilih itu," kata Kepala Ekonom PNC, Gus Faucher.
Karena banyak karyawan berhenti, perusahaan akhirnya pontang-panting mencari kandidat baru. Lowongan pekerjaan tetap berada pada angka 10,4 juta pada akhir Agustus 2021. Namun, laporan menyebutkan, jumlahnya sedikit berkurang dibanding akhir Juli 2021, atau turun sekitar 659.000 orang. Sementara di bulan Juli, jumlah lowongan pekerjaan mencapai 11,1 juta, rekor tertinggi sejak laporan dimulai pada tahun 2000.
https://money.kompas.com/read/2021/10/13/191300426/jutaan-pekerja-di-as-berhenti-kerja-bisakah-terjadi-di-indonesia-