Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Belajar Seumur Hidup

SEORANG wirausaha berhasil membangun kerajaan bisnisnya dari nol. Ia mempelajari sendiri semua keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkannya dalam berbisnis, mulai dari yang berhubungan dengan supplier, pelanggan, sampai pemerintahan.

Ia selalu menemukan produk yang tidak terpikirkan oleh orang lain dan berhasil menjualnya ke pasar. Perusahaan yang ia pimpin pun maju pesat sampai mencengangkan banyak pihak. Namun, sekarang, ia sudah memasuki usia lanjut dan harus mendelegasikan kepemimpinannya. Ia sangat berharap para bawahan dapat mewarisi semangat belajar dan berinovasinya.

Ia bahkan menggambarkan keinginannya tersebut dengan cara menggariskan learning organization sebagai budaya perusahaan. Namun, kenyataan berkata lain. Seiring dengan semakin berkurangnya keterlibatan dia di organisasi, derap inovasi dan agresivitas perusahaan juga mengendur. Ternyata, tidak gampang menularkan semangat belajar. Selain membutuhkan usaha, proses juga panjang.

Dampak dari kegagalan mewariskan semangat belajar tersebut adalah kurangnya inovasi, tumpulnya strategi dan kultur yang tidak menggambarkan sikap eksplorasi yang dimiliki para founding fathers. Padahal, semua sepakat, kesuksesan perusahaan terjadi karena inovasi yang tiada henti. Alangkah saktinya semangat belajar ini untuk menentukan kelangsungan hidup perusahaan.

Bagi wirausaha, personal growth sama dengan company growth. Masalahnya adalah bagaimana perusahaan dapat menanamkan semangat lifelong learning dalam diri seluruh insan organisasi sehingga perkembangan perusahaan pun berjalan secara berkesinambungan.

Pada perusahaan-perusahaan yang tergolong muda, seperti Google, lifelong learning merupakan nilai yang sangat penting. Para eksekutif mati-matian menanamkan kebiasaan belajar, bertanya, mempertanyakan, dan membuang kebiasaan berpikir lama-lama. Semangat ini pun diturunkan secara top down. CEO Google Sundar Pichai mengontrol sendiri keseluruhan proses ini. Ia sangat menyadari, begitu pembelajaran tidak berjalan baik, pengembangan perusahaan akan mati.

Tampaknya, hampir semua perusahaan sudah menyadari, pembelajaran sangat dibutuhkan dan harus berlangsung sepanjang hidup perusahaan, bukan sesaat. Apalagi, di tengah perubahan yang berjalan demikian cepat seperti saat ini. Namun, kita sendiri juga menyaksikan, proses pembelajaran ini tidak selamanya berjalan mulus.

Pembelajaran yang dimaksud adalah penciptaan pemahaman baru, bukan sekadar transfer pengetahuan yang sudah ada atau program upskilling. Salah kaprah terkait sering terjadi dalam hal ini. Dengan diadakannya program-program learning di perusahaan, diasumsikan pembelajaran sudah terjadi. Padahal, sebelum pengetahuan meluas dan tercipta knowledge baru, pembelajaran sebenarnya belum terjadi.

Misalnya saja, seorang yang bergerak di bidang marketing. Ia harus melihat bagaimana orang melakukan pemasaran melalui berbagai media sosial sampai bisa menemukan insight bagaimana metode marketing yang tepat bagi organisasinya.

Contoh lainnya, teknisi teknologi informasi. Ia perlu mendalami kemajuan artificial intelligence. Pembelajaran dan eksplorasi tidak cukup hanya dilakukan sekali, tetapi harus berjalan sepanjang hidup. Peter Drucker mengatakan, hal ini termasuk dalam human imperative masa kini.

Passion of the explorer

Mengapa orang bisa belajar terus tanpa lelah? Apa yang membedakan pembelajar seumur hidup (explorer) dengan individu yang melihat pembelajaran sebagai proses yang terpotong-potong? Ternyata, ada beberapa hal yang membedakan mereka dari seorang yang belajar karena diwajibkan atau ingin mempelajari keterampilan tertentu.

Pertama, para explorer memang memiliki komitmen jangka panjang terhadap area khusus yang diminatinya, meskipun bisa saja berbeda dengan keterampilan yang sedang ditekuni. Misalnya, seorang ahli keuangan yang senang berbelanja dan membandingkan produk kompetitor perusahaannya memiliki rasa ingin tahu yang tidak pernah putus seputar merchandising produk.

Para explorer tidak menganggap kegagalan sebagai sebuah kemunduran. Mereka justru bersemangat dan belajar dari penyimpangan, keanehan, dan kejutan-kejutan lainnya. Semua itu dianggap sebagai tantangan dalam usahanya mencari solusi baru.

Lalu, apakah jumlah individu dengan karakteristik seperti ini banyak ditemukan dalam sebuah perusahaan? Penelitian di Amerika terhadap sejumlah perusahaan menunjukkan bahwa hanya sekitar 14 persen karyawan yang memiliki semangat belajar seperti ini.

Mengapa jumlahnya demikian rendah? Bukankah kita semua pernah muda dan menjadi anak kecil yang selalu punya semangat belajar, rasa ingin tahu, imajinasi, kreativitas, serta keberanian mengambil risiko dan berhubungan dengan orang lain? Mengapa sekarang kita seolah melupakannya dan tidak bersemangat lagi untuk belajar?

Seseorang yang bekerja di departemen procurement untuk sebuah perusahaan produsen mobil berusaha mencari cara baru agar pihak perusahaan dapat menyeleksi vendor dengan lebih teliti. Ia begitu bersemangat dengan menerapkan metode barunya ini. Namun, direksi tidak menyukainya karena dianggap terlalu berani sehingga kariernya pun bermasalah.

Fixed mindset seperti itu dapat menyebabkan semangat dan motivasi individu untuk bereksperimen dan menemukan hal baru menjadi padam. Hal inilah yang perlu diperangi bila kita ingin membangun semangat belajar tanpa henti di perusahaan.

Fokus pada penghambat yang nyata

Setiap departemen dalam organisasi pasti memiliki ukuran prestasinya sendiri. Hal inilah yang sering menyebabkan sulitnya mengontrol perkembangan spirit belajar. Kita bisa memulainya dengan mencari tahu apa aspek terpenting dalam key performance index (KPI) perusahaan yang menjadi target bersama seluruh departemen. Aspek ini sebaiknya diumumkan ke seluruh perusahaan, lengkap dengan segala langkah yang perlu dilakukan untuk mencapainya.

Kemudian, hargai setiap ide secara positif karena proses belajar tentunya akan lebih mengalir dan membangkitkan semangat bila semua individu saling menghargai ide dan pemikiran satu sama lain. Dengan demikian, upaya membentuk kembali budaya belajar yang penuh semangat pun mulai terbangun.

Continuous learning is the minimum requirement for success in any field. – Brian Tracy

https://money.kompas.com/read/2021/10/30/095822826/belajar-seumur-hidup

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke