Masuknya Grup Texmaco ke dalam daftar prioritas karena memiliki utang dengan nilai besar, yakni Rp 29 triliun. Selain itu, perseroan memiliki utang 80,57 juta dollar AS atas tunggakan Letter of Credit (L/C) yang diterbitkan pemerintah melalui Bank Negara Indonesia (BNI) untuk mendukung usaha tekstilnya.
Pemilik Texmaco bantah punya utang, atau dana BLBI
Beredar luasnya daftar obligor prioritas Satgas BLBI mengundang pemilik Texmaco, Marimutu Sinivasan, membantah tuduhan tersebut. Dia menyatakan tidak pernah menerima dana BLBI yang digulirkan pemerintah tahun 1997-1998.
Pernyataan Marimutu disampaikan melalui keterangan pers, didasari oleh penjelasan Direktorat Hukum Bank Indonesia melalui Surat No. 9/67/DHk, tanggal 19 Februari 2007.
Dalam administrasi Bank Indonesia, PT Bank Putera Multikarsa (BBKU) tidak tercatat memiliki kewajiban Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Indonesia.
Alih-alih dana BLBI, bank masih memiliki kewajiban utang yang perlu diselesaikan, yakni berupa pinjaman Subordinasi (SOL) dan KLBI kredit program sebesar Rp 160.210.231.825,45 posisi per 31 Desember 2003.
"Saya ingin menjelaskan bahwa Grup Texmaco tidak pernah mendapatkan dan tidak pernah memiliki BLBI," kata Marimutu Sinivasan dalam keterangan pers awal Desember 2021 ini.
Bukan dana BLBI, Grup Texmaco mengakui memiliki utang kepada negara Rp 8,095 triliun atau setara dengan 558,3 juta dollar AS. Marimutu ingin menyelesaikan utang tersebut dengan meminta waktu selama 7 tahun ke depan.
Besaran utang komersial tersebut didasarkan pada Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Pada Kasus Grup Texmaco oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Deputi Bidang Pengawasan Khusus No: SR-02.00.01-276/D.VII.2/2000 tanggal 8 Mei 2000.
Hasil perhitungan merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepakatan antara PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional mengenai Penyelesaian Kredit Atas Nama Texmaco yang ditandatangani pada 25 Februari 2000.
Nota Kesepakatan ini ditandatangani oleh Saifuddien Hasan yang kala itu menjabat sebagai Dirut PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Cacuk Sudarijanto sebagai Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, dengan diketahui oleh Menteri Keuangan Bambang Sudibyo.
Pemilik Texmaco mengaku berupaya audiensi ke Menkeu selama 20 tahun terakhir
Selain tak mengakui utang dari dana BLBI, Marimutu menyatakan sudah berkali-kali menulis surat selama lebih dari 20 tahun terakhir untuk beraudiensi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).
Sayang, permintaannya tak kunjung mendapat tanggapan. Maka itu, kehadiran Marimutu memenuhi undangan Satgas BLBI berniat untuk menyelesaikan utang kepada negara.
"Dengan dibentuknya Satgas BLBI, saya, Marimutu Sinivasan, Pemilik Grup Texmaco, akhirnya bisa membicarakan penyelesaian kewajiban Grup Texmaco kepada negara," sebut Marimutu.
Bantahan Sri Mulyani, sebut Texmaco berulang kali diampuni
Pernyataan Marimutu kemudian dibantah oleh Sang Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Dia menuturkan, pemerintah sudah berulang kali memberikan kesempatan selama 22 tahun belakangan sejak tahun 1998 untuk membayar utang.
Grup ini kata Ani, memang sudah berulang kali mengaku akan membayar utang-utangnya. Sampai saat ini, pembayaran utang tidak pernah terealisasi.
Kesempatan pertama diberikan pemerintah dengan menerbitkan Letter of Credit (L/C) melalui Bank Negara Indonesia (BNI). Penerbitan L/C dilalukan untuk mendukung bisnis tekstilnya berjalan sehingga mampu melunasi utang.
Grup Texmaco lalu membuat perjanjian dengan BPPN melalui Master of Restructuring Agreement (MRA) yang ditandatangani oleh Marimutu Sinivasan. Perjanjian menyebutkan Grup Texmaco setuju utang-utang usahanya dialihkan kepada dua perusahaan yang dibentuk, PT Jaya Perkasa Engineering dan PT Bina Prima Perdana.
Kemudian, Grup Texmaco mengeluarkan exchangeable bonds (obligasi tukar) sebagai pengganti dari utang-utang. Exchangeable bonds ini memiliki tenor 10 tahun dengan bunga 14 persen untuk rupiah dan 7 persen untuk mata uang global.
Grup Texmaco gagal bayar kupon exchangeable bonds 2004, tapi masih diberi kesempatan
Sayangnya, Grup Texmaco gagal membayar kupon exchangeable bonds pada tahun 2004.
"Dengan demikian pada dasarnya Grup Texmaco tidak pernah membayar kupon dari utang yang sudah dikonversi menjadi exchangeable bonds tersebut," jelas Sri Mulyani
Kesempatan kedua diberikan kembali pada tahun 2005. Kala itu, perusahaan mengakui besaran utang kepada pemerintah melalui Akta Kesanggupan Nomor 51.
Pemilik Grup Texmaco menyatakan, pihaknya bakal kembali membayar utang dan jaminan kepada pemerintah melalui operating company dan holding company sebesar Rp 29 triliun.
Pun akan membayar tunggakan LC yang waktu itu sudah diterbitkan untuk mendukung perusahaan tekstilnya sebesar 80,57 juta dollar AS. Di sisi lain pemilik juga mengatakan tidak akan mengajukan gugatan kepada pemerintah di akta yang sama.
Sekali lagi, Grup Texmaco tidak memenuhi akta kesanggupan tersebut. Sebaliknya, Marimutu malah menjual aset-aset dari holding company dan mengajukan gugatan.
"Menjual aset-aset yang dimiliki operating companies itu yang tadi memiliki kewajiban untuk membayar Rp 29 triliun. Harusnya membayar Rp 29 triliun, justru operating company-nya menjual aset-aset yang seharusnya dipakai untuk membayar utang," rinci Ani.
Utang Grup Texmaco bukan Rp 8 triliun, tapi Rp 29 triliun
Melalui runutan kronologi tersebut, wanita yang karib disapa Ani ini menegaskan, utang Grup Texmaco bukan sekitar Rp 8 triliun seperti pernyataan Marimutu.
Secara total, utang tersebut tembus Rp 29 triliun dan 80,57 juta dollar AS atas tunggakan Letter of Credit (L/C) yang kala itu diterbitkan. Besaran utang didasari oleh Akta Kesanggupan Nomor 51 pada tahun 2005 silam.
"Bahkan pemiliknya mengatakan utang dengan pemerintah hanya Rp 8 triliun, padahal Akta Kesanggupan sudah diterbitkan punya utang Rp 29 triliun plus 80,5 juta dollar AS. Dan juga tentu karena LC-nya yang diterbitkan oleh BNI, sudah default, dan tidak dibayarkan juga," jelas Ani.
Satgas BLBI sita aset Texmaco
Geram karena tidak ada itikad baik membayar kembali, pemerintah akhirnya menyita aset Grup Texmaco usai mengundang pemiliknya menghadiri undangan Satgas.
Tanah yang disita sebanyak 587 bidang tanah seluas 4.794.202 meter persegi. Tanah tersebut terletak di 5 daerah, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Sukabumi, Kota Pekalongan, Kota Batu, dan Kota Padang. Berikut ini rinciannya:
https://money.kompas.com/read/2021/12/24/092500926/duduk-perkara-adu-argumen-sri-mulyani-vs-grup-texmaco-pemilik-bantah-utang-rp