Mengutip CNBC, Jumat (22/4/2022), harga minyak mentah berjangka Brent naik 1,64 dollar AS atau hampir 1,5 persen ke level 108,44 dollar AS per barrel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,57 persen ke level 103,79 dollar AS per barrel.
Pergerakan harga minyak dunia juga dipengaruhi gangguan produksi yang terjadi di Libya. Unjuk rasa terhadap Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah berakhir blokade di ladang utama dan terminal ekspor, sehingga produksi minyak hilang 550.000 barel per hari.
Harga minyak dunia dalam tujuh hari terakhir cenderung mengalami tren penguatan, terlihat dari minyak Brent yang menguat hampir 8 persen. Namun reli minyak dunia terjadi dengan kecepatan lambat, tidak seperti akhir Februari lalu ketika Rusia baru melancarkan invasinya ke Ukraina.
Pada pekan ini, harga minyak dunia sempat anjlok lebih dari 5 persen pada akhir perdagangan Selasa kemarin. Kondisi itu dipicu kekhawatiran rendahnya permintaan setelah Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,6 persen dari sebelumnya di 4,4 persen pada Januari 2022. Alasannya, perekonomian global terimbas perang Rusia-Ukraina dan kenaikan inflasi kini menjadi bahaya yang nyata bagi banyak negara, serta mempertimbangkan dampak dari kebijakan lockdown di China.
Analis menilai volatilitas pasar minyak kemungkinan akan segera meningkat lagi, seiring dengan Uni Eropa yang masih mempertimbangkan larangan impor minyak Rusia sebagai sanksi atas invasi ke Ukraina, yang disebut Moskow sebagai 'operasi militer khusus'.
"Pasar minyak, dan energi secara umum, memiliki banyak masalah besar dalam keadaan fluktuatif yang akan tetap tenang untuk waktu yang lama," kata Analis Komoditas Commonwealth Bank, Tobin Gorey.
Meski IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global, namun pasokan di pasar minyak global tetap ketat. Stok minyak mentah AS dilaporkan turun tajam sebanyak 4,5 juta barrel pada pekan lalu,
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia atau OPEC+, juga sedang berjuang memenuhi target produksi mereka.
Realisasi produksi OPEC+ sebesar 1,45 juta barrel per hari (bph), berada di bawah target produksi Maret.
"Tidak banyak berita tambahan dalam semalam, dengan kondisi saat ini maka benar-benar bergantung pada keputusan negara lain, apakah bergabung dengan Inggris dan AS dalam melarang impor minyak Rusia, ”kata Direktur Pelaksana SPI Asset Management, Stephen Innes.
https://money.kompas.com/read/2022/04/22/085519526/kekhawatiran-pasokan-akibat-gangguan-di-libya-dan-sanksi-rusia-kerek-harga