Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bukan Penghasilan Masalahnya, melainkan Pengeluaran!

Untuk itu, orang harus berusaha keras menambah penghasilan, bagaimana pun caranya.

Itulah sebabnya orang yang memiliki pandangan seperti ini kemudian berusaha keras untuk menghasilkan uang sebanyak-banyaknya. Ia bekerja keras, siang dan malam, untuk menambah penghasilan.

Ia berusaha menemukan siapa atau perusahaan mana yang bisa memberinya gaji lebih besar. Atau, ia berusaha menemukan pilihan bisnis yang lebih menjanjikan dari sisi keuntungan.

Apakah yang dilakukan itu salah? Tentu saja tidak. Akan tetapi kenyataannya, orang seperti ini tetap saja merasa kekurangan. Kendati pun ia bekerja keras, tetap saja ia kekurangan dari sisi finansial.

Ada apa dengan orang ini? Mengapa bisa demikian?

Penyebab utamanya adalah pengeluaran yang bersangkutan terus saja meningkat bersamaan dengan peningkatan penghasilan.

Apa yang didapatnya sebagai penghasilan, dikeluarkan atau dibelanjakan semuanya. Bahkan tidak ada sisa sama sekali.

Bahkan, dia seringkali mengalami pengeluaran lebih tinggi daripada pendapatan. Istilahnya, lebih besar pasak daripada tiang. Ia terjebak dalam penggunaan uang yang buruk.

Pentingnya menahan diri

Kalau demikian halnya, siapa yang disalahkan? Ya, diri sendirilah. Seharusnya yang bersangkutan mengatur pengeluaran hanya untuk hal-hal yang diperlukan.

Tidak mentang-mentang sudah memiliki pendapatan meningkat, lalu pengeluaran uang semakin membengkak. Jelas saja tak kunjung bertambah tabungan atau investasinya.

Malah, boleh jadi tabungan yang tersedia tergerogoti untuk berbagai keinginan yang semakin melonjak.

Begitulah yang terkadang terjadi dalam pengelolaan keuangan keluarga. Keinginan untuk berbelanja sulit ditahan.

Orang seperti ini mengalami apa yang disebut dengan shopaholic. Artinya, ia selalu saja merasa ingin berbelanja, apalagi melihat barang-barang yang menarik minatnya.

Ia benar-benar merasa senang saat berbelanja kendati setelah dibelinya dan menumpuk di rumah ia lalu merasa menyesal. Hanya saja, penyesalan itu tidak membuatnya keluar dari kebiasaan shopaholic.

Sebelum shopping orang seperti ini mungkin saja tak memiliki niat untuk membeli hal-hal yang berada di luar rencananya.

Namun, setelah masuk toko atau mal dia tergoda dan membeli barang yang sesungguhnya tidak benar-benar ia butuhkan. Ia menuruti keinginan, bukan kebutuhan sejatinya.

Kalau perilaku seperti diteruskan, kapan yang bersangkutam bisa berinvestasi atau menabung? Tentu saja sulit melakukannya.

Lalu, bagaimana upaya yang dilakukan untuk bertahan dari godaan berbelanja atau mengeluarkan uang yang sesungguhnya tidak perlu?

Pertama, melakukan penelitian pengeluaran dalam tiga bulan terakhir.

Apa saja pengeluaran setiap bulan? Hitung keperluan untuk bahan makanan, minum, sandang, transportasi, listrik, air dan sebagainya yang benar-benar dibutuhkan.

Pastikan itu menjadi pengeluaran setiap bulan sudah tercatat. Intinya, catat semua pengeluaran setiap bulannya selama tiga bulan berturut-turut.

Lalu, pisahkan pengeluaran yang benar-benar merupakan kebutuhan dengan pengeluaran untuk sekadar bersenang-senang dan pengeluaran yang sesungguhnya tidak benar-benar diperlukan.

Setelah itu, buatlah daftar rencana pengeluaran yang benar-benar dibutuhkan saja. Pedomani itu untuk pengeluaran bulan-bulan berikutnya.

Hindari mengeluarkan uang di luar itu kecuali benar-benar darurat. Sisanya arahkan ke tabungan atau invenstasi yang diminati.

Kedua, tambahlah penghasilan secara bertahap.

Di samping mencermati pengeluaran, menambah penghasilan tentu saja sangatlah penting. Ini dimaksudkan untuk menambah tabungan atau investasi di samping untuk menggenapi kebutuhan sehari-hari yang penting.

Ada orang acapkali tergoda untuk melakukan pengeluaran yang tidak perlu hanya lantaran memiliki uang yang dirasakannya sudah cukup banyak. Tahan diri untuk hal-hal seperti ini.

Penghasilan tambahan hendaknya diarahkan untuk menjadi tabungan atau investasi dengan segala bentuknya sehingga secara bertahap kondisi keuangan akan semakin baik.

Ketiga, bergaya hidup frugal living.

Mengutip Wealthsimple, Advisor dari Forbes, Zina Kumok, mengatakan frugal living berarti sadar akan pengeluaran dan fokus pada prioritas yang ada.

Disebutkan, seseorang yang hidup frugal memiliki tujuan hidup dan memikirkan bagaimana mengubah keuangan yang mereka miliki dapat membantu mencapai tujuan tersebut.

Pada intinya frugal living adalah pola hidup hemat. Tapi, hidup hemat yang bukan berarti pelit.

Orang seperti ini akan memperhitungkan setiap pengeluarannya dengan cermat. Tidak ada uang yang keluar tanpa maksud yang jelas dan bertujuan.

Kalau orang lain cenderung menuruti keinginannya berbelanja lalu menumpuk barang-barang yang dibelinya dari toko di rumah, maka orang ini sebaliknya.

Ia tak ingin ada barang yang sejatinya tidak dibutuhkan berada di rumahnya. Ia benar-benar seorang yang berpedoman pada pola hidup minimalis.

Oleh karena itu, ia tak akan membeli barang-barang yang tidak merupakan kebutuhannya.

Itulah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk pola hidup frugal living. Pola hidup yang membawa orang pada keadaan keuangan dan kesejahteraan yang semakin baik dari waktu ke waktu.

Jadi, bukan melulu sektor penghasilan yang menjadi persoalan, melainkan sektor pengeluaran yang harus dikontrol.

https://money.kompas.com/read/2022/05/30/090000626/bukan-penghasilan-masalahnya-melainkan-pengeluaran-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke