JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti tidak mudahnya pemulihan ekonomi global pasca pandemi Covid-19 di seluruh negara, termasuk Indonesia.
Pasalnya selain dampak pandemi yang berkepanjangan, dunia tengah menghadapi risiko yang berasal dari konflik geopolitik. Konflik ini memicu kenaikan harga komoditas dan menciptakan beban tambahan berupa gangguan rantai pasok.
"Selama sebulan terakhir ini, pemulihan ekonomi global yang sedang berlangsung tidak selalu mulus dan mudah," ucap Sri Mulyani dalam IFG International Conference 2022 di Jakarta, Senin (30/5/2022).
Akibat dampak rambatan dari kenaikan harga pangan dan energi tersebut, tingkat inflasi melonjak di beberapa negara. Hal ini memicu bank sentral mengetatkan suku bunga acuan lebih cepat dari perkiraan.
Pengetatan kebijakan moneter, kata Sri Mulyani, menjadi salah satu risiko pula yang perlu diperhatikan matang-matang oleh negara berkembang, tak terkecuali Indonesia.
"Kebijakan moneter pasti menjadi salah satu risiko terpenting yang perlu diwaspadai dan dikelola dengan hati-hati oleh semua sistem keuangan dan lembaga keuangan," ucap Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, tingkat suku bunga tinggi dan pengetatan kebijakan moneter bisa berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Beruntung, inflasi di Indonesia masih terjaga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2022 berada di angka 3,47 persen (yoy), tertinggi sejak Agustus tahun 2019.
Sementara itu, inflasi secara bulanan mencapai 0,97 persen, tertinggi sejak Januari 2017.
"Keseimbangan eksternal kita juga menunjukkan ketahanan yang lebih tenang dengan neraca perdagangan mencatat surplus yang tinggi sepanjang waktu. Tetapi kita harus sangat mewaspadai risiko ekonomi global yang meningkat ini, ekspektasi kenaikan suku bunga, serta pengetatan likuiditas," sebut Sri Mulyani.
https://money.kompas.com/read/2022/05/30/201000626/soroti-soal-pemulihan-ekonomi-sri-mulyani--tak-selalu-mulus-dan-mudah