Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengupas Dampak Kenaikan Suku Bunga The Fed ke Pasar Modal Indonesia

Menurut Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan, kebijakan The Fed ini membuat pasar modal domestik cenderung volatile dalam beberapa waktu terakhir.

“Pelemahan pasar dibayangi oleh komentar dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang menekankan komitmennya untuk menanggulangi inflasi dan mempertahankan arah kenaikan suku bunga agresif,” kata Katarina dalam siaran pers, Senin (20/6/2022).

Katarina mengatakan, ketidakpastian pasar juga meningkat terhadap outlook pertumbuhan ekonomi AS, karena kenaikan suku bunga yang agresif dikahwatirkan dapat memicu resesi ekonomi. Selain itu pasar juga dibayangi oleh lockdown di China karena meningkatnya kasus Covid-19 dan kebijakan ‘zero Covid’ pemerintah China.

“Kondisi ini meningkatkan kekhwatiran gangguan rantai pasokan dunia, karena peranan penting China dalam produksi global, dan dampaknya terhadap inflasi dunia,” tambahnya.

Menurut Katarina, kenaikan suku bunga The Fed tidak serta merta menjadi alasan terjadinya resesi, karena kondisi global saat ini sangat dinamis dan outlook ekonomi dapat berubah sewaktu-waktu.

“Kami melihat saat ini kondisi ekonomi AS masih kuat, didukung oleh tingkat pengeluaran masyarakat, sektor tenaga kerja dan manufaktur yang solid sehingga dapat bertahan menghadapi kenaikan suku bunga The Fed yang agresif dalam jangka pendek,” jelasnya.

Namun menurutnya, terdapat tekanan di beberapa bagian ekonomi AS, terlihat dari sentimen bisnis dan konsumen yang melemah, serta tingkat suku bunga kredit properti yang naik ke level tertinggi sejak 2009.

Faktor ini dapat mempengaruhi outlook pertumbuhan ekonomi di AS dan mendorong The Fed untuk menjadi lebih suportif.

“Secara keseluruhan kami melihat ekonomi AS memiliki kemungkinan besar dapat menghindari resesi walau outlook pertumbuhan ekonomi AS melemah,” ujar Katarina.

Imbas hasil keputusan The Fed dalam jangka pendek

Dalam jangka pendek, The Fed masih diperkirakan bergerak agresif. Saat ini pasar memperhitungkan kenaikan suku bunga 50 bps di bulan Juni dan Juli.

Namun setelah itu, Katarina menilai, keputusan The Fed dapat bergerak lebih fleksibel, lebih data-dependent mencermati perkembangan kondisi ekonomi sebelum memutuskan untuk tetap agresif atau bergerak lebih suportif.

“Dari berbagai komentar ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya, kami melihat The Fed dapat bergerak lebih dovish apabila beberapa kondisi terpenuhi, seperti inflasi melewati puncak atau mulai mendatar, dan ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terjaga. Data inflasi AS terakhir di bulan Apri mulai menunjukkan perbaikan,” tambahnya.


Indonesia diuntungkan harga komoditas yang meningkat

Di Indonesia sendiri, Katarina menilai pertumbuhan ekonomi akan membaik seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat karena tingkat kasus Covid-19 domestik yang rendah. Konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55 persen terhadap pertumbuhan ekonomi, jadi meningkatnya mobilitas akan menjadi faktor pendukung yang kuat bagi ekonomi.

“Selain itu Indonesia juga diuntungkan oleh harga komoditas yang meningkat, suportif bagi kinerja ekspor dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Secara historis harga komoditas yang kuat juga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.

Selain dari pertumbuhan ekonomi, Indonesia juga diuntungkan oleh tingkat inflasi domestik yang terjaga. Pemerintah memastikan harga BBM Pertalite dan listrik bersubsidi tidak naik tahun ini, serta menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi.

“Kebijakan ini akan berdampak positif bagi inflasi domestik dan memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk tidak buru-buru menaikkan suku bunga, menjaga momentum pemulihan ekonomi,” ujar dia.

Dia menambahkan, di tengah tantangan inflasi dan pertumbuhan global, Indonesia menawarkan proposisi yang menarik bagi investor karena memberi lindung nilai (hedge) terhadap inflasi dan bantalan (buffer) terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Tingkat inflasi RI terjaga, neraca perdagangan kuat

Dari sisi pasar modal domestik, Katarina menilai kondisi makroekonomi domestik masih suportif dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi terjaga, dan neraca perdagangan yang kuat.

“Kondisi makroekonomi Indonesia secara relatif juga menarik dibandingkan kawasan lain yang harus menghadapi tantangan lonjakan inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi, sehingga potensi arus dana asing masuk ke pasar saham Indonesia juga masih terbuka,” jelas dia.

Secara bottom-up Katarina menilai kinerja emiten Indonesia yang membaik tahun ini seiring dengan kondisi ekonomi domestik yang kondusif.

Katarina memprediksi, IHSG dapat mencapai level 7.600 tahun ini dengan asumsi pertumbuhan laba korporasi sekitar 12 persen.

https://money.kompas.com/read/2022/06/21/060000226/mengupas-dampak-kenaikan-suku-bunga-the-fed-ke-pasar-modal-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke