JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom menilai, ruang kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi terbuka pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode April 2024. Hal ini menyusul tren pelemahan rupiah terhadap dollar AS.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, BI perlu untuk mengerek suku bunga BI 7-day Repo Rate sebesar 25 basis points atau 0,25 persen menjadi 6,25 persen untuk meredam tren pelemahan rupiah.
Menurutnya, kenaikan itu diperlukan untuk menarik kembali minat investor asing menempatkan dananya di pasar keuangan RI.
Baca juga: IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024
Dengan demikian, pelemahan rupiah yang disebabkan oleh aliran modal asing keluar dapat diminimalisir.
"BI perlu naikkan suku bunga 25 bps untuk meredam pelemahan rupiah," kata Bhima kepada Kompas.com, Selasa (23/4/2024).
Menurutnya, investor tengah berburu imbal hasil yang tinggi di pasar keuangan negara-negara emerging markets. Hal ini disebut sebagai kompensasi naiknya risiko aset di negara berkembang.
Selain itu, Bhima bilang, kenaikan suku bunga dibutuhkan untuk memberikan sinyal ke pasar, bank sentral memiliki langkah repsonsif dalam menstabilkan nilai tukar rupiah.
Baca juga: Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini
"Catatan lain upaya BI dalam stabilisasi rupiah perlu dibarengi dengan stimulus fiskal ke sektor riil agar moneter-fiskal jalan berbarengan," tutur Bhima.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, BI masih akan cenderung mempertahankan BI Rate pada level 6 persen. Salah satu pertimbangannya ialah tetap terbukanya ruang penurunan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve.
"Data-data indikator ekonomi AS yang masih solid sehingga ruang pemotongan suku bunga kebijakan the Fed bergeser dari Juni ke September 2024," katanya.