Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Agar Subsidi BBM Tepat Sasaran

Sebelumnya, bensin bersubsidi itu dijual bebas. Siapapun boleh membeli, orang kaya sekalipun.

Padahal sasaran dari kebijakan ini adalah warga kelas ekonomi menengah-bawah. Untuk orang yang berpunya, diharapkan membeli Pertamax yang harganya lebih tinggi.

Tidak ada yang salah dengan pilihan warga untuk membeli Pertalite, sebab apa ukuran kelas ekonomi menengah-bawah itu?

Selalu muncul dalam benak setiap orang bahwa orang yang bermobil pasti ber-uang. Kalau mereka boleh membeli, kenapa saya tidak boleh membeli?

Itulah kelemahan konsep subsidi berbasis harga barang, bukan berbasis kemampuan penerima manfaat subsidi. Dan hampir kebanyakan subsidi dibagikan dengan cara itu.

Akibatnya tujuan pemberian subsidi sering meleset. Maka usaha untuk mengganti cara pemberian subsidi dari berbasis harga barang menjadi berbasis penerima manfaat pun dikemukakan oleh banyak pakar.

Subsidi energi dalam APBN

Besar subsidi energi (BBM, gas, dan listrik) tahun anggaran 2022 ini ditetapkan sebesar Rp 134 triliun.

Namun besar subsidi itu dihitung tahun lalu dengan patokan harga minyak dunia sebesar 63 dollar AS per barel.

Sekarang harga minyak dunia naik menjadi 100 dollar AS per barel akibat perang Rusia-Ukraina. Maka pemerintah harus menambah Rp 70 triliun lagi, agar harga Pertalite tidak naik.

Dana sebesar itu dapat digunakan untuk menyediakan listrik di daerah terpencil atau meningkatkan penyediaan air bersih bagi penduduk di perkotaan dan perdesaan.

Bisa saja pemerintah menaikkan harga Pertalite agar tidak perlu menambah subsidi. Namun warga tentu akan keberatan.

BBM sudah menjadi kebutuhan pokok sebagian besar warga, seperti halnya beras dan lain-lain.

Setelah harga LPG dan tarif listrik naik, harga Pertalite yang naik akan membuat warga gusar bukan main.

Menurut Pertamina, besar subsidi negara untuk setiap liter pertalite saat ini adalah Rp 9.550. Angka ini berasal dari harga beli Rp 17.200 dikurangi harga jual di SBPU sebesar Rp 7.650.

Dari mana angka Rp17.200 itu tentu Pertamina yang tahu. Namun perlu diulang penjelasan Presiden Jokowi bahwa harga BBM di Indonesia lebih rendah dari di negara-negara lain, misalnya di Singapura Rp 32.000, di Jerman Rp 31.000, dan di Thailand Rp 20.000 (Kompas, 26/5/2022).

Dengan harga Pertalite sebesar Rp 7.650 per liter, maka sebagian besar warga Indonesia dapat disebut hidup dengan biaya energi yang murah.

Penerima subsidi

Namun, kita tidak bisa berharap bahwa harga Pertalite akan seterusnya sebesar saat ini, kecuali jika perang Rusia vs Ukraina berhenti dan harga minyak dunia kembali rendah seperti sebelum perang.

Bisa jadi, pemerintah akan menaikkan harga Pertalite jika harga minyak dunia terus meningkat atau jika keuangan negara tidak memungkinkan untuk menambal subsidi yang membengkak.

Tentu tidak bijak jika pemerintah menaikkan harga pertalite begitu saja, karena sebagian pembelinya adalah warga yang pendapatannya tidak besar.

Maka yang akan dilakukan pemerintah adalah harga Pertalite akan tetap dipertahankan pada harga sekarang, namun pembelinya dibatasi pada warga yang dianggap kurang mampu membeli BBM nonsubsidi, yaitu Pertamax, atau jenis lain yang dijual bebas.

Untuk membedakan warga yang selayaknya membeli BBM bersubsidi karena daya belinya yang tinggi dengan warga yang kurang mampu membelinya, maka data yang dikumpulkan Pertamina melalui situs khusus “mypertamina” tadi akan menjadi sangat diperlukan.

Dari sana akan dapat diidentifikasi siapa yang berhak membeli Pertalite dan siapa yang tidak.

Adapun kriteria untuk menentukan siapa yang berhak membeli Pertalite akan ditetapkan melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Saat ini pemerintah tentu sedang menyusun revisi itu untuk menyalurkan subsidi BBM kepada mereka yang paling membutuhkan.

Dengan peraturan yang baru, Pertamina akan dapat membuat prosedur pembelian Pertalite di SBPU yang berbeda dari sebelumnya.

Boleh jadi, mobil penumpang dengan kapasitas mesin dibawah 2000 cc saja yang dapat membeli pertalite, selain tentunya kendaraan angkutan umum dan angkutan barang.

Namun pemerintah dan Pertamina harus cukup cermat untuk mencegah orang kaya yang membeli Pertalite menggunakan mobil dengan kapasitas mesin (cc) rendah yang kemudian bensin itu dipindah ke mobilnya yang lain dengan kapasitas tinggi.

Mungkin ada juga orang kaya yang lalu membeli mobil dengan kapasitas rendah agar dapat membeli Pertalite untuk keperluan sehari-hari.

Celah-celah seperti itu tentu perlu dicegah agar subsidi negara bagi penduduk yang membutuhkan tidak salah alamat.

https://money.kompas.com/read/2022/07/15/061000426/agar-subsidi-bbm-tepat-sasaran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke